I.
Pendahuluan
Bahasa merupakan ucapan pikiran dan perasaan manusia yang
teratur yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya (depdiknas, 2005:3). Sedangkan
menurut Sudaryono, bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak
sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi
salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman. Pada dasarnya bahasa Indonesia
sangat beragam, dari segi jenis bahasanya bahasa Indonesia memiliki dua ragam bahasa yaitu, bahasa Indonesia
baku dan bahasa Indonesia tidak baku. Bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa
yang berkekuatan sanksi sosial dan yang diterima masyarakat bahasa sebagai
acuan model dan mengikuti kaidah bahasa Indonesia, baik yang menyangkut ejaan,
lafal, bentuk kata, struktur kalimat, maupun penggunaan bahasa. Sedangkan
bahasa tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang ditentukan. Kata tidak baku digunakan dalam bahasa percakapan
sehari-hari atau bahasa tutur. Selain bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia dikenal
dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah
menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai konteks (pembicaraan atau penulisan).
Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah menggunakan bahasa Indonesia yang
sesuai dengan kaidah (tata bahasa) bahasa Indonesia. Masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari sering menyalahgunakan dan menyepelekan bahasa baku. Berbahasa baku
juga sangat berpengaruh terhadap karakter jiwa seseorang, hal ini tampak dalam
segi kecakapan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kesalahan
berbahasa baku sangat signifikan terjadi di kalangan masyarakat. Oleh karena
itu pentingnya pembinaan berbahasa Indonesia baku dikalangan masyarakat
Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan karakter seseorang dalam berbahasa
Indonesia baku. Untuk menghindari kesalahan berbahasa, maka dari itu bahasa
baku menjadi tolok ukur atau acuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Menurut Pateda (Alwi,1997:30) mengatakan bahwa, “Kita berusaha agar dalam
situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi yang
tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku.” Maka dapat dikatakan
berbahasa baku wajib dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Dari latar belakang yang diuraikan di atas maka dapat di
rumuskan masalah yaitu 1) apa saja ragam kesalahan bahasa Indonesia? 2) apakah
faktor penyebab kesalahan berbahasa? 3)
bagaimanakah cara menanggulangi kesalahan berbahasa?
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
apa saja ragam kesalahan bahasa Indonesia, mengetahui faktor penyebab kesalahan
berbahasa, dan bagaimana cara menanggulangi kesalahan berbahasa.
II.
Pembahasan
1.
Ragam Kesalahan Bahasa Indonesia
a.
Kesalahan
Dalam Bidang Tata Kalimat
1) Kalimat Tanpa Subjek Dan Predikat
Pada
umumnya, setiapa kalimat terdiri atas beberapa unsur yaitu subjek, predikat
objek, dan keterangan. Akan tetapi, pada dasarnya setiap kalimat terdiri atas
dua bagian yang saling melengkapi yaitu subjek dan predikat. Objek dan
keterangan hanyalah keterangan lebih lanjut terhadap predikat atau bagian
kalimat yang menerangkan predikat.
Akhdiah dkk (1985:3), menyatakan
bahwa setiap kalimat yang baik harus memiliki subjek dan predikat. Ini berarti,
jika salah satu atau kedua unsur kalimat (subjek dan predikat) tidak ada,
kalimat itu terasa janggal dan tidak efektif karena kedua unsur itu merupakan
sendi atau dasar yang mendukung ide pokok suatu kalimat. Ibarat sebuah
bangunan, jika tidak memiliki dasar yang kokoh, bangunan itu kurang menjadi
kuat sehingga mudah roboh.
Memang dua unsur kalimat ini
(subjek dan predikat) tidak sama sifatnya dengan dua unsur kalimat lainnya.
Objek dan keterangan tidaklah selalu mesti hadir dalam suatu kalimat mesti
mengandung objek dan keterangan. Dalam bahasa Indonesia, memang di kenal istilah
kalimat tidak sempurnah, yaitu kalimat yang tidak bersubjek atau tidak
berpredikat atau bisa juga tidak bersubjek dan tidak berpredikat. Kalimat
semacam ini juga di sebut kalimat elips yaitu kalimat yang salah satu atau
kedua unsurnya tidak ada. Istilah tidak
ada ini hanya di tinjau eksplisit. Sesungguhnya, secara eksplisit, tidak ada
istilah kalimat elips. Perhatikan beberapa kalimat berikut:
1.
Lepaskan!
2.
Pergi!
3.
Tini.
4.
Pencuri.
5.
Kemarin
malam.
6.
Dengan
keris empu gandring.
Dalam kenyataan sehari-hari, sering dijumpai
kalimat yang sulit diketahui atau dicari
subjek atau predikatnya.
-
Kepada
hadirin harap berdiri!
-
Bagi
yang belum melunasi uang SPP harap menghadap kekantor!
Kedua kalimat di atas tergolong kalimat yang
tidak baku karena tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku dari segi
struktur kalimat. Kedua kalimat itu belum menampakkan fungsi subjek secara
jelas. Hal ini di sebabkan oleh hadirnya kata tugas kepada dan bagi pada awal
kalimat. Dengan menghilangkan kedua kata tugas itu, akan di peroleh kalimat
baku yaitu (1) hadirin harap berdiri dan
(2) yang belum melunasi uang SPP harap datang kekantor.
2)
Kalimat
Pleonastic
Suatu kalimat di katakan pleonastis mengandung sifat
berlebih-lebihan. Kemungkinan penyebab munculnya kalimat pleonastic adalah
sebagai berikut:
1. Pemakai
bahasa tidak sadar bahwa kalimatnya mengandung sifat yang berlebih-lebihan.
2. Pemakai
bahasa tidak tahu bahwa kata-kata yang di gunakannya mengungkapkan pengertian
yang berlebih-lebihan
3. Pemakai
bahasa sengaja melebih-lebihi ucapan untuk memberi tekanan pada arti (Badudu,
1979:35)
Misalnya:
a. Semua
cucu-cucunya sayang kepadanya.
b. Silakan
naik ke atas satu per satu!
Pada kalimat a., terdapat dua pemakian kata yang merupakan bentuk
jamak dan semua dan cucu-cucunya. Dengan demikian, tampak ada pemakaian unsur
bahasa yang berlebih-lebihan yang sebenarnya tidak perlu. Kalimat itu bisa di
perbaiki menjadi Semua Cucunya Sayang
Kepadanya.
Pada kalimat b, pengertian kata ke atas sudah terangkum dalam kata naik. Tidak
mungkin orang naik itu kebawa. Ini berarti kalimat tersebut mengandung unsur
pemakaian bahasa yang berlebih-lebihan. Akan lebih efektif jika kalimat di ubah
menjadi Silakan Naik Satu Persatu!
Kalimat pleonastik juga bisa terjadi karena adanya dua subjek yang
sama dalam sebuah kalimat majemuk, khusunya kalimat majemuk bertingkat.
Misalnya sebelum memberikan keputusan terakhir, lalu memikirkan dengan baik
berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Mestinya kedua subjek (anda) cukup di
sebut sekali saja. Dengan demikian, kalimat di atas menjadi sebelum memberikan
keputusan terakhir, Saya Harap Anda
Memikirkan Berbagai Kemungkinan Yang Akan Terjadi.
3)
Kalimat
Yang Kata Kerjanya Menyimpang Dari Pola Aspek-Pelaku-Tindakan
Kalimat kata kerja pasif berawalan di- dan ter-, dalam bahasa
Indonesia juga di kenal kata kerja pasif persona. Kata kerja ini di bentuk oleh
perpaduan antara pelaku (agen) dengan tindakan seperti Kau Baca, Saya Baca, Dan Mereka Baca. Karena sudah merupakan bentuk
padu, sudah tentu di antaranya tidak dapat di sisipi kata lain. Jika di sisipi
kata lain seperti akan, sudah, dan belum, kalimat yang di tumpangi akan teras
janggal bahkan pengertiannya akan menjadi kurang jelas atau kabur. Mari kita
analisis kalimat uang yang kau berikan
itu sudah saya belanjakan. Sesuai dengan ketentuan di atas, kata sudah dalam
kalimat di atas mesti di tempatkan di depan kata saya. Dengan demikian kalimat
tersebut dapat di ubah menjadi Uang Yang
Kau Berikan Itu Sudah Saya Belanjakan.
4)
Kalimat
Dengan Pemakaian Kata Kerja Berlawanan Men-Atau-Ber- Tidak Secara Eksplisit
Dalam
bahasa Indonesia baku, awalan meN- dan ber-(bila ada) hendaknya di nyatakan
secara eksplisit dan konsisten. Dewasa ini ada semacam kecenderungan untuk
menghilangkan pemakian kedua awalan itu. Penghilangan ini mungkin di sebabkan
oleh pengaruh bahasa daerah atau pengaruh pemakian bahasa Indonesia dalam
Koran.
Misalnya:
a. Sejak
tanggal 8 september 2001 kuliah sudah jalan dengan lancar
b. Bapak
ketua jurusan sedang ngajar
Kedua kalimat ini bukanlah kalimat yang baku karena awalan meN- dan
ber- tidak di nyatakan secara eksplisit. Kedua kalimat tersebut dapat di ubah
menjadi kalimat baku seperti tampak di bawah ini.
a. Sejak
tanggal 8 september 2001 kulia sudah berjalan dengan lancar
b. Bapak
ketua jurusan sedang mengajar
5)
Kalimat
Yang Tidak Logis
Ada
kalanya, secara gramatikal suatu kalimat bisa di benarkan tetapi secara logika
kalimat itu sulit di terima. Hal ini mudah di pahami karena bahasa bukan sekadar
alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat berpikir. Dalam berpikir, sebenarnya
orang menggunakan bahasa. Jadi, sebuah kalimat yang baik harus bisa
dipertanggungjawabkan secara logika disamping harus mengikuti struktur yang
berlaku.
Dalam kenyataan sehari-hari, banyak
ditemukan pengucapan kalimat waktu kami persilakan. Maksud kalimat ini memang
bisa dipahami, tetapi dari segi logika, kalimat itu sulit diterima. Mungkinkah
waktu bisa di persilakan untuk melakukan sesuatu? Bukankah yang biasa
dipersilakan adalah manusia? Hadirnya kedua pertanyaan ini menunjukan betapa
tidak logisnya kalimat itu.
6)
Kalimat
Dengan Pemakaian Kata Yang Tidak Tepat
Berbicara
dalam pemakian kata dalam kalimat yang tidak bisa lepas dengan masalah arti
kata, karena menurut Gorys Keraf (1981:20), kata sebagai satuan perbendaharaan
kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu bentu atau ekspresi dan aspek
isi atau makna. Agar dapat menggunakan kata dalam kalimat secara tepat, dibutuhkan
pemahaman mengenai arti kata itu serta bagaimana menggunakannya dalam kalimat.
Sudah tentu kalimat yang dimaksudkan disini menyangkut arti leksikal dan arti
dramatikal. Jadi keterangan seseorang dalam menyusun kalimat yang baik dan
benar tidak semata-mata bergatung pada pengetahuan tentang struktur kalimat,
tetapi juga makna atau arti kata.
Penyimpangan pemakaian kata tugas sering
ditemukan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Oleh karena itu, pada bagian
ini akan di kemukakan pula pengertian ciri-ciri, dan macam-macam kata tugas.
1) Pengertian
kata tugas
Kata tugas merupakan satu alat kalimat penunjuk
makna struktural di samping urutan kata, bentuk, dan intonasi. Walaupun pada
umumnya kata tugas tidak bisa membentuk satu kalimat dengan sepatah kata,
tetapi dalam banyak hal, kata tugas merupakan unsur yang amat penting dalam
pembentukan kalimat. Tidak adanya kata tugas dalam suatu kalimat tidak hanya
menimbulkan kejanggalan, tetapi juga bisa mengakibatkan makna kalimat menjadi
kurang jelas.
Hal ini dapat dilihat pada contoh-contoh
kalimat berikut:
a) Pegawai
itu tidak masuk sakit
b) Mereka
belajar mati-matian lulus dalam ujian
c) Matahari
terbit timur
Dapatkah memahami makna kalimat itu? Tidak jelas,
bukan? Makna ketiga kalimat itu menjadi jelas jika dimasukan kata tugas yang
tepat seperti karena, agar, dan di, dengan demikian kalimat-kalimat itu akan
menjadi:
a) Pegawai
itu tidak masuk karena sakit
b) Mereka
belajar mati-matian agar lulus dalam ujian
c) Matahari
terbit di timur
2) Cirri-ciri
kata tugas
Untuk mengetahui apakah suatu kata bisa di
golongkan kata tugas atau tidak, dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang
seperti yang di uraikan berikut ini.
1. Ditinjau
dari segi bentuknaya, kata-kata tugas sukar mengalami perubahan bentuk (Keraf,
1978:99). Kata-kata seperti dan, tetapi, karena, dan dari tidak bisa mengalami
perubahan bentuk yakni sudah menjadi menyudahi atau menyudahkan, sebab menjadi
menyebabkan.
2. Umumnya,
kata tugas tidak bisa menduduki fungsi-fungsi pokok dalam suatu kalimat.
3) Macam-macam
kata tugas
Seperti yang telah di uraikan di atas bahwa
kata tugas berfungsi menghubungkan kalimat dan bagian kalimat. Di samping
berfungsi menghubungkan, sekaligus kata tugas itu bisa menyatakan macam
hubungan yang di timbulkannya.
Berdasarkan macam hubungan yang di timbulkannya,
kata tugas dapat di lihat sebagai berikut:
1. Hubungan
arah, di, ke, dari,
2. Hubungan
perbuatan, oleh
3. Hubungan
penggabungan atau penambahan, dan serta, lagi, pada
4. Hubungan
pemilihan, atau
5. Hubungan
penentangan, tetapi, melainkan, namun, padahal
Hampir semua contoh kata tugas di atas berupa
sebuah kata. Dalam kenyataannya, banyak pula kata tugas yang berupa kelompok
kata. Pada umumnya, kata tugas semacam ini merupakan penghubung antar kalimat
atau antar linea seperti tampak pada kata-kata yang di cetak miring pada
kalimat-kalimat berikut. Contoh penghubung antar kalimat:
1)
Dengan
demikian, banyak anak kembali bersekolah di desa meskipun orang tuanya tinggal
di kota
2)
Meskipun
demikian, jumlah mahasiswa baru tetap meningkat
3)
Akan
tetapi, fakta di lapangan ternyata tidak demikian
Contoh
menghubung antar alinea
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa langkah
strategis yang sudah dan akan tetap di lakukan oleh pemerintah dalam upaya
mengembangkan profesionalisme guru. Berkaitan dengan rencana itu, banyak juga
kalangan dosen yang melakukan penelitian dengan melibatkan guru-guru yang sudah
lulus sertifikasi
Telah di kemukakan di depan bahwa ada beberapa macam hubungan yang
di timbulkan oleh kata tugas. Dengan kata lain, setiap kata tugas mempunyai
fungsi tersendiri di dalam kalimat
Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai penyimpangan pemakaian
kata tugas. Ada kalimat yang semestinya memerlukan kata tugas, tetapi banyak
kata tugas itu menjadi janggal. Sebaliknya, ada kalimat yang tidak memerlukan
kata tugas, tetapi kata tugas itu tidak di pergunakan secara tepat. Hal ini
menyebabkan kalimat menjadi janggal bahkan sulit di pahami maksudnya.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh kalimat yang
mengandung penyimpangan atau kesalahan pemakaian kata tugas.
1) Peristiwa
itu terjadi di malam hari.
Telah di
katakan di depan bahwa kata tugas di menyatakan
hubungan arah. Karena itu, pemakaian kata tugas di pada kalimat (1) tidak tepat. Sebaiknya kalimat itu dikatakan “peristiwa itu terjadi pada malam hari”.
2) Berhubung
ia pergi keluar kota, saya tidak jadi menginap di rumahnya.
Sebenarnya,
pada kalimat di atas terdapat bagian kalimat yang menjabat keterangan sebab
yaitu berhubung pergi keluar kota. Menurut aturan, untuk menyatakan hubungan
sebab biasanya di pergunakan kata sebab atau karena bukan berhubung. Jadi,
kalimat di atas bisa di perbaiki menjadi “karena
ia pergi keluar kota saya tidak jadi menginap dirumahnya”.
3) Salah
satu usaha daripada pemerintah untuk mengatasi kepadatan penduduk adalah dengan
melaksanakan transmigrasi.
Berdasarkan
uraian di atas, macam-macam kata tugas tampak bahwa kata daripada menyatakan
hubungan perbandingan yaitu membandingkan dua benda atau dua hal seperti yang
telah di kemukakan sebagai berikut.
1. Daripada
melamun, bacalah buku ini
2. Adiknya
lebih jahat daripada kakaknya
Berdasarkan
uraian di atas, kalimat nomor (3) bukanlah kalimat yang baik. Pada kalimat itu,
tidak ada dua hal, yang perlu di perbandingkan sehingga kata daripada
seolah-olah tidak mempunyai fungsi apa-apa. Karenanya, kata tersebut bisa di
hilangkan saja tanpa mengurangi kejelasan maksud kalimat.
4) Perampok
yang ganas itu tak tertangkap warga masyarakat.
Sepintas
lalu, kalimat di atas tampak benar, karena masih bisa di pahami maksudnya.
Namun, jika di teliti secara seksama kalimat tersebut terasa janggal.
Kejanggalan ini terasa karena tidak adanya kata tugas oleh di belakang kata
kerja tertangkap.
Meurut
Badudu (1981:72), kata oleh tidak boleh di tinggalkan jika di dahului kata
kerja berawalan ter. Karena itu, kalimat yang tepat adalah perampok yang ganas
itu tak tertangkap oleh warga masyarakat.
7)
Kalimat
Tanpa Paralelisme (Kesejajaran)
Yang dimaksud dengan paralelisme
atau kesejajaran adalah pengunaan bentuk-bentuk bahasa atau kontruksi bahasa
yang sama yang di pakai dalam susunan serial (Akhdiah dkk., 1984/1985:13). Jika
sebuah pikiran di nyatakan dengan sebuah frasa di dalam kalimat, pikiran-pikarn
yang lain harus di nyatakan pula dengan frasa. Jika sebuah gagasan di nyatakan
dengan kata benda atau kata kerja berawalan meN- atau di-, gagasan yang lain
yang serial dan sama harus di nyatakan pula dengan kata benda, kata kerja
bentuk meN-atau di-.
Walaupun penyimpangan terhadap
ketentuan diatas tidak semendasar dengan penyimpangan-penyimpangan yang lain,
kesejajaran bentuk-bentuk ini memberi kejelasan dalam kalimat secara
keseluruhan dan mempunyai daya tarik yang khas. Perhatikan kalimat berikut!
1.
Karena
harga kertas meningkat, upah kerja naik, biaya mencetak serta ongkos-ongkos
lain bertambah, terpaksalah harga buku yang telah di ikalankan beberapa bulan
yang lalu di naikkan.
2.
Karena
peningkatan harga kertas, penaikan upah kerja dan pertambahan biaya mencetak
serta ongkos-ongkos lain, terpaksalah harga buku yang telah di iklankan
beberapa bulan yang lalu di naikkan.
3.
Kau
kejam, kau sadis, kau biadab, kau siksa anak yang tanpa dosa itu.
Jika diperhatikan
kata-kata yang di cetak miring pada masing-masing kalimat di atas, tampaklah
pemakian Janis kata-kata yang sama seperti maningkat, naik, dan bertambah dalam
kalimat pertama. Ketiga kata itu tergolong jenis kata kerja. Di sinilah, letak
kesejajarannya. Kalimat itu akan menjadi tidak efektif jika ketiga kata kerja
yang di maksudkan itu tidak sejenis walaupun sama dari segi makna dasarnya.
Misalnya:
Karena peningkatan harga kertas, upah kerja
naik, biaya mencetak serta ongkos-ongkos lain bertambah, terpaksalah harga buku
yang telah di iklankan beberapa bulan yang lalu dinaikkan.
8)
Kalimat
Bermakna Ganda
Salah satu ciri kalimat efektif adalah tidak menimbulkan makna
ganda.jika sebuah kalimat mempunyai lebih dari satu makna atau interpretasi,
jelas kalimat itu tidak efektif. Kegandaan makna ini biasanya terjadi karena
adanya pemakian kosakata dan struktur yang menyimpang dari aturan-aturan (tepat
dan cermat).
Kalimat “Menurut Cerita Bapak
Putu Gede Arya Memang Anak Nakal” jelas menunjukkan makna ganda. Pembaca
belum dapat menangkap secara jelas makna kalimat itu. Ada berbagai interpretasi
yang bisa muncul dari hati pembaca. Apakah
yang nakal itu Bapak Putu Gede Arya, Putu Gede Arya, Gede Arya, atau Arya?
Sesungguhnya kegandaan makna kalimat di atas mudah diatasi,
pertama, penulis atau pembicara harus dengan tegas menentukan ide pokok
kalimatnya. Jika yang di maksud oleh penulis atau pembicara Arya yang nakal,
dalam pengucapannya perlu ada jeda diantara kata Gede dan Arya. Kedua, untuk
menandai adanya jeda tersebut, penulis perlu menempatkan tanda koma di antara
kata Gede dan Arya. Jadi, kalimat itu hendaknya di tulis menjadi menurut cerita
Bapak Putu Gede, Arya memang anak nakal.
b. Kesalahan dalam Bidang Tata
Bentukan
1)
Kesalahan
Pembentukan Kata
Faktor afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian
bahasa Indonesia, khususnya dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya,
afiks atau imbuhan bahasa Indonesia terbagi atas tiga jenis imbuhan, jenis
awalan, akhiran, dan sisipan. Di antara ketiga jenis imbuhan, jenis yang
disebut terakhir tidak begitu produktif dalam peristiwa pembentukan kata.
Karena itu, kesalahan pemakaian jenis imbuhan tersebut tidak begitu banyak
dilakukan para pemakai bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan kedua jenis
imbuhan lainnya.
Dalam kata bentuk-bentuk awalan menduduki
posisi awal kata. Awalan yang tinggi frekuensi pemakaiannya yaitu: awalan
meng-, ber-, pe-, ber-, di-, ke-, ter-, dan se-. Di antara awalan itu di
samping ada yang memiliki bentuk yang tetap, terdapat pula yang mengalami
bentuk perubahan bunyi. Hal itu tidak menutup kemungkinan para pemakai bahasa
Indonesia dalam melakukan kesalahan mengucapkan bentuk-bentuk tersebut.
Kesalahan lainnya dapat terjadi dalam segi fungsi awalan itu, baik dalam segi
gramatikalnya maupun semantisnya.
Kesalahan Bidang Imbuhan.
Akhiran merupakan jenis imbuhan atau afiks
yang menduduki posisi akhir kata bentukan. Ada tiga macam akhiran bentukan
utama bahasa Indonesia, yaitu akhiran an, kan, dan i. Dalam peristiwa
pembentukan kata ketiga akhiran itu tidak mengalami perubahan bentuk. Contoh:
makan+_an manjadi makanan, lari+ kan menjadi larikan garam+ i menjadi garami.
Kesalahan Berbahasa dalam Penggabungan Imbuhan.
Dalam
peristiwa pembentukan kata sering terjadi peristiwa penggabungan imbuhan, baik
antara awalan dengan awalan ataupun antara awalan dengan akhiran. Dalam hal ini
terdapat dua macam penggabungan, yaitu penggabung yang dilakukan secara
serempak dan penggabungan yang dilakukan secara bertahap. Hal yang pertama,
misalnya terjadi pada kata kekuatan, perdebatan, pemukulan. Dalam hal ini
ke-an, per-an dan peN-an secara serempak membentuk ketiga kata bentukan di atas
dengan menggunakan kata dasar kuat, debat dan pukul. Karena kedua macam imbuhan
itu masing-masing tidak berdiri sendiri, maka makna yang dikandungnya pun merupakan
satu kesatuan. Imbuhan seperti itu disebut dengan istilah konfiks
2)
Kesalahan
Bentukan Kata dengan Awalan MeN- dan PeN-
1.
Prefiks meN-memiliki alomorf me-,mem-, men-, meny-,
meng-, dan menge-. Alomorf tersebut merupakan variasi dari prefiks meN-.
a.
prefiks meN-
berubah menjadi me- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/,
/r/, /m/, /n/, /ng/, /w/, dan /y/.
contoh:
meN- +
lihat
→ melihat
meN- +
rasa
→ merasa
b.
prefiks meN-
berubah menjadi mem- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/,
/p/, /f/.
Contoh:
meN- +
bantu →
membantu
meN- +
pakai →
memakai
meN- +
fitnah → memfitnah
c.
prefiks meN- berubah menjadi men- jika diimbuhkan pada
bentuk dasar yang berfonem awal /d/,/t/, /c/, /j/, /sy/,/z/
contoh:
meN- +
dengar → mendengar
meN- +
tulis
→ menulis
meN- +
cuci
→ mencuci
d.
prefiks meN- berubah menjadi meny- jika diimbuhkan pada
bentuk dasar yang berfonem awal /s/.
contoh:
meN- +
sewa →
menyewa
e.
prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diimbuhkan pada
bentuk dasar yang berfonem awal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /g/, /h/,dan /k/.
contoh:
meN- +
ajar
→ mengajar
meN- +
edit
→ mengedit
meN- +
ukir
→ mengukir
f.
prefiks meN-
berubah menjadi menge- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang bersuku
satu.
Contoh:
meN- +
pel
→ mengepel
meN- +
bor
→ mengebor
meN- +
cat
→ mengecat
meN- +
lap
→ mengelap
2.
Prefiks peN-memiliki alomorf pe-,pem-, pen-, peny-,
peng-, dan penge-. Alomorf tersebut merupakan variasi dari prefiks peN-.
a.
prefiks peN-
berubah menjadi pe- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/,
/r/, /m/, /n/, /ng/, /w/, dan /y/.
contoh:
peN- +
panjat → pemanjat
peN- +
rasa
→ perasa
b.
prefiks peN-
berubah menjadi pem- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/,
/p/, /f/.
Contoh:
peN- +
bantu → pembantu
peN- +
pakai
→ pemakai
peN- +
pukul →
pemukul
c.
prefiks peN-
berubah menjadi pen- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal
/d/,/t/, /c/, /j/, /sy/,/z/
contoh:
peN- +
dengar → pendengar
peN- +
tulis
→ penulis
peN- +
cuci
→ pencuci
d.
prefiks peN-
berubah menjadi peny- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /s/.
contoh:
peN- +
sewa →
penyewa
e.
prefiks peN-
berubah menjadi peng- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /a/,
/i/, /u/, /e/, /o/, /g/, /h/,dan /k/.
contoh:
peN- +
ajar
→ pengajar
peN- +
edit
→ pengedit
peN- +
ukir
→ pengukir
f.
prefiks peN- berubah menjadi penge- jika diimbuhkan
pada bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh:
peN- +
pel
→ pengepel
peN- +
bor
→ pengebor
peN- +
cat
→ pengecat
3)
Kesalahan
Kontaminasi Bentukan Kata dan Susunan Kata
Kontaminasi ialah suatu gejala bahasa
yang dalam bahasa indonesia diistilahkan dengan kerancuan atau kekacauan
(Badudu, 1993:51). Kerancuan atau kekacauan ini terjadi karena dua yang
masing-masing berdiri sendiri disatukan dalam satu perserangkaian baru yang
tidak berpasangan. Yang dirancukan bisa kalimat,susunan kata, ataupun bentukan
kata.Perhatikanlah kalimat berikut: Berulang kali kunasehati tetapi tidak juga
berubah sikapnya. Susunan kata berulang kali dalam kalimat di atas tergolong
tidak baku sebab bentukan itu menunjukkan suatu kekacauan. Bentukan itu berasal
dari kata berulang-ulang dan berkali-kali yang merupakan bentuk bakunya.Akan
tetapi, orang suka mengubah susunan pasangan kata itu sehingga menimbulkan
kerancuan atau kekacauan. Suatu yang kacau tetap dianggap penyimpangan atau
kesalahan.
c.
Kesalahan
dalam Bidang Tata Bunyi
Ucapan memegang peranan yang sangat
penting karena bahasa yang pertama adalah bahasa lisan.Bahasa tulis merupakan
wujud bahasa tingkat keduayang didasarkan kepada bahasa lisan.Betapapun baiknya
susunan kalimat seseorang, tetapi apabila pengucapannya kurang atau tidak
baik,kalimat tadi tidak bisa dikatakan baik. Sementara ini, memang belum ada
ketentuan pasti yang bagaimana disebut ucapan baku. Akan tetapi, hal ini bukan
berarti dalam bahasa Indonesia tidak ada ucapan yang dianggap baik. Kiranya
sebagian besar angggota masyarakat bisa membedakan mana ucapan yang baik dan
mana yang tidak baik. Sebagai pegangan sementara, ucapan ucapan bahasa
Indonesia yang baik adalah ucapan bahasa Indonesia yang tidak dipengaruhi oleh
ucapan-ucapan daerah maupun ucapan bahasa asing (Badudu,1981:115).
1) Kesalahan Lafal Fonem Vokal
Yang dimaksud fonem vocal adalah bunyi
yang terjadi akibat udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan.
Fonem vocal dalam bahasa Indonesia adalah /a/,/i/,/u/,/e/,/o/, dan /e/.Dalam
bagian ini hanya dibicarakan fonem /e/ karena mempunyai dualisme dalam
pengucapan. Walaupun mempunyai dualism dalam pengucapan, fonem ini dilambangkan
dengan satu tanda sehingga menyulitkan dalam pengucapannya. Pemakai bahasa
sebaiknya rajin membaca Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarminta
atau Kamus Besar Bahasa Indonesia agar mendapat pedoman atau petunjuk bagaimana
melafalkan kata-kata bahasa Indonesia yang mengandung huruf e secara tepat.
2) Kesalahan Lafal Fonem Konsonan
Lafal fonem konsonan
dalam bahasa Indonesia hendaknya disesuaikan dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.Fonem konsonan yang
sering disalahucapkan oleh pemakai bahasa yaitu
/c/,/f/,/v/,/h/,/x/,/y/,dan /z/.Dewasa ini, masih banyak ditemukan
pengucapan yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan, entah karena tidak
tahu atau sejenis perasaan enggan, sering ditemukan pengucapan [se] untuk lambang atau huruf c
seperti pada pengucapan segitiga ABC. Selain konsonan /c/, konsonan /h/ juga sering disalahucapkan, konsonan /h/
mempunyai dua cara dalam pengucapannya. Pertama konsonan /h/ diucapkan terang
apabila diapit oleh dua buah vocal yang sama seperti leher,suhu dan saham.
Konsonan /h/ juga diucapkan terang apabila terdapat di awal suatu kata seperti
pada kata hak,hadir dan harga. Kedua, konsonan /h/ diucapkan tidak terang
apabila terletak diantara dua buah vocal yang tidak sama seperti tahun,
tahu,lihat dan pahit, kata-kata ini yang sering disalahucapkan biasanya
konsonan /h/ pada kalimat tersebut cenderung dihilangkan.
3) Kesalahan Melafalkan Singkatan
Setiap singkatan, baik
itu singkatan bahasa Indonesia ataupun singkatan bahasa asing yang digunakan
dalam wacana bahasa Indonesia, haruslah dilafalkan dengan nama-nama huruf dalam
abjad bahasa Indonesia (Badudu,1998:163). Alangkah janggalnya, jika
singkatan-singkatan yang sudah umum dipakai di masyarakat tidak diucapkan
menurut nama-nama huruf dalam abjad bahasa Indonesia. Seperti misalnya
singkatan TVRI dalam bahasa Indonesia hendaknya diucapkan /te-ve-er-i/, bukan
/ti-fi-er-i/. Singkatan TV juga hendaknya diucapkan /te-ve/, bukan /ti-fi/.
2.
Faktor yang menyebabkan kesalahan berbahasa
Ada beberapa faktor kemungkinan
penyebab timbulnya kesalahan. Dalam bagian ini, pada garis besarnya,
faktor-faktor itu dibedakan atas tiga macam yaitu faktor pemakai bahasa, faktor
lingkungan, dan faktor bahasa.
a.
Faktor Pemakai Bahasa
Pemakai bahasa amat besar peranannya
dalam usaha menanggulangi kesalahan-kesalahan dalam berbahasa. Betapapun
sempurnanya aturan bahasa, aturan-aturan itu tidak akan ada artinya jika
pemakai bahasa itu sendiri tidak mau memahami dan sekaligus menerapkan di dalam
kegiatan berbahasa. Pembicaraan yang menyangkut faktor pemakai bahasa ini akan
dirinci sebagai berikut.
1. Kurang Adanya Kesadaran Pihak
Pemakai Bahasa
Jika diamati dari pemakaian bahasa
seseorang khususnya pelajar, mahasiswa, pemuka-pemuka masyarakat, terlihatlah
bahwa banyak di antara mereka berbahasa diluar aturan yang telah ada. Dengan
kata lain, mereka sering berbuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia.
Masalah bahasa Indonesia, misalnya,
bukanlah hanya masalah para pakar bahasa atau guru-guru bahasa Indonesia,
melainkan masalah seluruh warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, seluruh
bangsa Indonesia dituntut bersikap positif terhadap bahasa Indonesia
(suharianto, 1981:15). Menurutnya, beberapa sikap positif yang diterapkan
antaraa lain (1) merasa bangga berbahasa nasional bahasa Indonesia, (2)
mempunyai rasa setia bahasa, dan (3) merasa bertanggung jawab atas perkembangan
bahasa Indonesia.
Berdasarkan tiga sikap positif di
atas, kesalahan atau penyimpangan yang dibuat oleh pelajar, mahasiswa, maupun
pemuka-pemuka masyarakat seperti dikemukakan di atas disebabkan oleh faktor
tidak atau kurang adanya sikap positif terhadap bahasa Indonesia, terutama
sikap positif yang kedua dan ketiga. Kebanyakan di antara mereka tidak
ataukurang mempunyai rasa setia bahasa. Mereka kurang mengindahkan
kaidah-kaidah atau aturan-aturan dalam berbahasa. Di samping itu, mereka kurang
merasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa Indonesia.
2. Kekurangpahaman terhadap Aturan
Bahasa Indonesia
Pengetahuan tentang aturan bahasa
yang benar amat penting artinya bagi pemakai bahasa dalam berbahasa secara taat
asas. Ajakan pemerintah Indonesia untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar
akan tidak pernah menjadi kenyataan jika para penutur bahasa Indonesia tidak
memiliki pengetahuan yang memadai tentang kaidah-kaidah bahasa Indonesia baku.
Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pemakai bahasa berusaha mempelajari
aturan-aturan yang selama ini diakui kebenarannya dalam berbahasa Indonesia.
Di samping itu, kesalahan bisa juga
muncul karena pemakai bahasa tidak mengetahui benar situasi kebahasaan yang
ada. Pemakai bahasa tidak bisa membedakan antara situasi resmi dengan situasi
tidak resmi sehingga memungkinkan terjadinya pilihan pemakaian ragam bahasa
yang tidak mendukung situasi kebahagiaan tersebut.
3. Ketidaksengajaan Pemakaian Bahasa
Biasanya, kesalahan yang tidak
disengaja ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pembicaraan yang terlalu
cepat sehingga tidak sempat mengontrol pemakaian bahasa tersebut; pembicara
belum berpengalaman atau belum biasa berbicara di depan orang banyak dalam
dituasi resmi sehingga ia menjadi gugup. Situasi tenang sulit diciptakan.
Konsentrasi pikiran tercipta. Dengan seringnya berlatih berbicara di depan
orang banyak dan mengurangi kecepatan dalam berbahasa, kemungkinan besar
kesalahan itu bisa dikurangi.
4. Ingin Gagah
Badudu (1993:62) mengatakan bahwa
kesalahan juga bisa terjadi karena pemakai bahasa ingin gagah, ingin hebat.
Dengan tercapainya keinginan tersebut, pemakai bahasa akan merasa puas dan bangga.
Munculnya pemakaian kata seperti : enggak
bener, pinter, hadlir, dan bathin boleh
jadi disebabkan oleh rasa ingin gagah atau rasa ingin hebat dalam diri pemakai
bahasa.
b.
Faktor Psikologis
Walaupun
jumlahnya tidak terlalu besar, ada kalanya kesalahan itu muncul karena adanya
semacam rasa enggan untuk menggunakan ragam bahasa yang benar dan akhirnya lari
ke ragam bahasa yang salah. Hal ini terutama terjadi apabila kesalahan itu
demikian meluas atau membudaya sehingga seolah-olah tidak tampak lagi atau tidak
dirasakan lagi kesalahannya oleh masyarakat luas. Misalnya huruf c, x, dan y
biasa diucapkan orang [se], [iks], dan
[ae].oleh karena itulah, banyak
pengucapan [we-se] untuk singkatan wc.
[iks] kuadrat ditambah [ae] kuadrat/ untuk perhitungan matematika
x2 + y2. Ucapan yang benar adalah [we-ce], dan /eks/ kuadrat,
[ye] kuadrat/.
c.
Faktor Lingkungan
Lingkungan
pemakaian bahasa yang baik dan benar akan member pengaruh yang positif terhadap
perkembangan bahasa Indonesia; sebaliknya pemakaian yang buruk akan memberikan
pengaruh yang buruk pula terhadap pengaruh perkembangan bahasa Indonesia.
Lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap baik buruknya perkembangan
bahasa Indonesia itu adalah lingkungan pemakaian bahasa Indonesia di
sekolah-sekolah, kantor-kantor, atau instansi-instansi pemerintahan.
Lingkungan
sekolah memang besar artinya dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia karena
sekolah merupakan lembaga pendidikan formal tempat dilakukannya proses
pendidikan dan pengajaran. Di samping factor sekolah, pemuka-pemuka masyarakat
atau pejabat pemerintah mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah tidak
kalah pentingnya dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia. Masyarakat yang
kurang pengetahuannya tentang bahasa Indonesia akan menganggap bahwa apa yang
mereka dengar atau mereka baca dari berbagai media massa ini selalu baik dan
benar. Guru ataupun pejabat pemerintah memang merupakan teladan bagi siswa
maupun masyarakat secara luas. Oleh karena itu, sewajarnyalah mereka memberikan
contoh pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembinaan bahasa
Indonesia tidak bisa hanya dilakukan atau diserahkan kepada guru bahasa
Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh seluruh waraga Negara Indonesia. Oleh
karena itu pula, pembinaan terhadap bahasa Indonesia sesungguhnya merupakan
tanggung jawab seluruh warga Negara Indonesia.
d.
Faktor Bahasa
Kesalahan
dalam berbahasa juga bisa disebabkan oleh faktor bahasa yang dalam hal ini
karena kesulitan bahasa Indonesia itu sendiri dan pengaruh bahasa lain terhadap
bahasa Indonesia.
1. Kesulitan Bahasa
Dari hasil pengalaman pengalaman
penulis mengasuh mata kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa pada mahasiswa S1
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Ganesha, ternyata mahasiswa paling sulit memahami
kalimat tanpa subyek dan atau predikat. Sebagian besar mahasiswa menyatakan
bahwa sulit memahami kaidah yang menyangkut hakikat subjek dan predikat. Oleh
karena itu, ketika mengerjakan soal yang menyangkut kalimat tanpa subjek dan
atau predikat, mereka kebanyakan tidak bisa menjawab.
2. Pengaruh Bahasa Lain terhadap Bahasa
Indonesia
Pengaruh bahasa lain terhadap bahasa
Indonesia tidak semuanya bersifat posotof, tetapi ada juga yang berifat negatif
atau merusak perkembangkat bahasa Indonesia. Pengaruh inilah yang menimbulkan
kesalahan dalam berbahasa.
a) Pengaruh Bahasa Daerah
Bahasa Indonesia merupakan bahasa
kedua (B2) bagi sebagian penduduk Indonesia Bahasa pertama (B1) mereka adalah
bahasa daerah mereka sendiri seperti bahasa Bali, Jawa, Sunda, Madura, Dayak,
dan Bugis. Jadi, sebelum menguasai B2 (bahasa Indonesia) sebagian besar
penduduk Indonesia menggunakan bahasa daerahnya sendiri sebagai alat
komunikasi.
Dalam belajar B2 (bahasa Indonesia),
pengaruh B1 (bahasa daerah) rupanya sulit dihindari karena kebiasaan ber-B1 itu
sudah begitu melekat pada diri pemakai bahasa. Pengaruh yang dimaksudkan di
sini menyangkut kosakata, struktur, dan ucapan. Pengaruh ini baru jelas
diketahui apabila antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia itu dicari
perbedaan aturan-aturannya. Kesalahan dalam berbahasa Indonesia bisa muncul
apabila pemakai bahasa terlalu kuat dengan kebiasaan berbahasa daerahnya dan
membawa kebiasaan itu ke dalam berbahasa Indonesia.
b) Pengaruh Bahasa Asing
Di antara sekian bahasa asing yang
ada, bahasa Inggris yang paling besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.
Dewasa ini, kata-kata bahasa Inggris yang terpakai pada bahasa Indonesia hampir
tak terhitung jumlahnya. Pengaruh yang semacam inilah yang dapat merusak
perkembangan bahasa Indonesia ata menghambat usaha pembinaan bahasa Indonesia
itu sendiri.
Kalimat Rina adalah seorang guru mendapat pengaruh struktur kalimat bahasa
Inggris Rina is a teacher. Dalam
bahasa Inggris, is sebagai bagian to be harus hadir dalam kalimat itu.
Memang is bisa diartikan adalah atau ialah, tetapi kedua kata ini tidak perlu hadir dalam kalimat di
atas. Dengan demikian, kalimat di atas cukup ditulis Rina seorang guru.
3.
Cara Menanggulangi Kesalahan
Berbahasa
Masalah utama yang dihadapi dalam budaya
pencampuran dua bahasa ini adalah masalah psikologi. Remaja berpikir bahwa hal
seperti itu adalah hal yang keren. Namun pada dasarnya jika dicermati lebih
dalam, bahasa yang seperti itu akan sangat merugikan jika terus dipakai. Karena
bahasa yang seperti itu hanya akan bisa dipahami oleh orang tertentu saja. Maka
dari itu adapun beberapa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kesalahan
dalam berbahasa :
1. Memberikan pengertian kepada para remaja bahwa
berkomunikasi dengan bahasa seperti itu adalah sia-sia dan tidak berguna.
Karena bukanlah bahasa standar. Sama saja sperti preman-preman yang biasa
menggunakan bahasa-bahasa yang mereka buat.
2. Memunculkan budaya berbahasa indonesia yang
sesuai, agar menjadi kebiasaan sehari – hari. Ini seperti yang dikatakan Pak
Amir kepada pemerintah lewat tulisan beliau dalam menaggapi masalah yang
terjadi di Indonesia, maka dengan budaya yang baik, pasti akan bisa terubah
walaupun butuh waktu yang sagat lama.
3. Melalui media pendidikan para guru
dapat menggunakan bahasa yang baku dalam proses belajar sehingga siswa akan
mampu menyerap bahwa bahasa yang mereka dengan adalah bahasa baku sehingga
dalam penyampaiannya di lingkungannya masing-masing tidak akan menyimpang dari
aturan bahasa baku.
4. Melalui tatap muka atau berlatih
berbicara di forum resmi. Dengan demikian cara tersebut untuk mengurangi
kesalahan dalam berbahasa, dapat diwujudkan dengan melatih diri untuk berbicara
di depan orang banyak dengan menggunakan bahasa baku.
5. Peran serta keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Peran keluarga sangat penting dalam mendidik anak sejak dini
khusunya dalam berbahasa Indonesia, adanya didikan dari orang tua mengenai
bahasa Indonesia sejak kecil disertai dengan lingkungan masyarakat yang dapat
menerima bahasa tersebut dengan baik, hal ini akan sangat berdampak positif
bagi pemerintah sebab hal itu dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
bahasa Indonesia baku. Pemerintah dalam mengurangi angka kesalahan dalam
berbahasa dapat dilakukan dengan mengadakan suatu seminar atau lomba-lomba yang
mengikutsertakan seluruh warga Negara Indonesia untuk berpartisipasi aktif
dalam kegiatan tersebut, harapannya dapat meningkatkan pemahaman masyarakat
mengenai bahasa Indonesia baku.
III.
Penutup
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ragam kesalahan bahasa Indonesia
terdiri dari kesalahan dalam bidang tata kalimat yang meliputi : kalimat tanpa
subjek dan predikat, kalimat pleonastic, kalimat
yang kata kerjanya menyimpang dari pola aspek-pelaku-tindakan, kalimat dengan
pemakaian kata kerja berlawanan men-atau-ber- tidak secara eksplisit, kalimat
yang tidak logis, kalimat dengan pemakaian kata yang tidak tepat, kalimat tanpa
paralelisme(kesejajaran), dan kalimat bermakna ganda. Yang kedua yaitu kesalahan dalam bidang tata bentukan
yang meliputi : kesalahan bentukan kata dengan awalan men-dan pen-, dan
kesalahan kontaminasi bentukan kata dan susunan kata.Yang ketiga yaitu kesalahan dalam bidang tata bunyi yang
meliputi: kesalahan lafal fonem vokal, kesalahan lafal fonem konsonan, dan
kesalahan melafalkan singkatan. Akibat
kesalahan tersebut adapun kemungkinan penyebab kesalahan berbahasa Indonesia
yaitu meliputi : faktor pemakai bahasa, faktor psikologis, faktor lingkungan,
dan faktor bahasa. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
kesalahan berbahasa diantaranya yaitu : Memberikan
pengertian kepada para remaja bahwa berkomunikasi dengan bahasa seperti itu
adalah sia-sia dan tidak berguna.
2.
Saran
Kesalahan
kata banyak dijumpai dalam kehidupan ini, baik itu masyarakat, mahasiswa, guru,
peserta didik dan sebagainya. Oleh sebab itu, dapat disarankan kepada pembaca
agar berhati-hati dalam penggunaan bahasa Indonesia baku, baik itu lisan maupun
tulisan. Apabila kesalahan kata tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka kaidah
kebahasaan Indonesia akan menjadi tidak beraturan, karena banyak khalayak yang
biasa menggunakan bahasa yang tidak baku. Maka dari itu, penulis menekankan
kepada pembaca agar selalu menggunakan bahasa yang baku, sesuai dengan kaidah kebahasaan
yang benar (EYD).
Belum ada tanggapan untuk "Makalah B,Indonesia yg Baik dan Benar"
Post a Comment