Makalah B,Indonesia yg Baik dan Benar

I.            Pendahuluan
Bahasa merupakan ucapan pikiran dan perasaan manusia yang teratur yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya (depdiknas, 2005:3). Sedangkan menurut Sudaryono, bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman. Pada dasarnya bahasa Indonesia sangat beragam, dari segi jenis bahasanya bahasa Indonesia  memiliki dua ragam bahasa yaitu, bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia tidak baku. Bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa yang berkekuatan sanksi sosial dan yang diterima masyarakat bahasa sebagai acuan model dan mengikuti kaidah bahasa Indonesia, baik yang menyangkut ejaan, lafal, bentuk kata, struktur kalimat, maupun penggunaan bahasa. Sedangkan bahasa tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan. Kata tidak baku digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari atau bahasa tutur. Selain bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia dikenal dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai konteks (pembicaraan atau penulisan). Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah (tata bahasa) bahasa Indonesia. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sering menyalahgunakan dan menyepelekan bahasa baku. Berbahasa baku juga sangat berpengaruh terhadap karakter jiwa seseorang, hal ini tampak dalam segi kecakapan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kesalahan berbahasa baku sangat signifikan terjadi di kalangan masyarakat. Oleh karena itu pentingnya pembinaan berbahasa Indonesia baku dikalangan masyarakat Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan karakter seseorang dalam berbahasa Indonesia baku. Untuk menghindari kesalahan berbahasa, maka dari itu bahasa baku menjadi tolok ukur atau acuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut Pateda (Alwi,1997:30) mengatakan bahwa, “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku.” Maka dapat dikatakan berbahasa baku wajib dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Dari latar belakang yang diuraikan di atas maka dapat di rumuskan masalah yaitu 1) apa saja ragam kesalahan bahasa Indonesia? 2) apakah faktor penyebab  kesalahan berbahasa? 3) bagaimanakah cara menanggulangi kesalahan berbahasa?
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja ragam kesalahan bahasa Indonesia, mengetahui faktor penyebab kesalahan berbahasa, dan bagaimana cara menanggulangi kesalahan berbahasa.

II.            Pembahasan
1.      Ragam Kesalahan Bahasa Indonesia
a.      Kesalahan Dalam Bidang Tata Kalimat
1)      Kalimat Tanpa Subjek Dan Predikat
              Pada umumnya, setiapa kalimat terdiri atas beberapa unsur yaitu subjek, predikat objek, dan keterangan. Akan tetapi, pada dasarnya setiap kalimat terdiri atas dua bagian yang saling melengkapi yaitu subjek dan predikat. Objek dan keterangan hanyalah keterangan lebih lanjut terhadap predikat atau bagian kalimat yang menerangkan predikat.
              Akhdiah dkk (1985:3), menyatakan bahwa setiap kalimat yang baik harus memiliki subjek dan predikat. Ini berarti, jika salah satu atau kedua unsur kalimat (subjek dan predikat) tidak ada, kalimat itu terasa janggal dan tidak efektif karena kedua unsur itu merupakan sendi atau dasar yang mendukung ide pokok suatu kalimat. Ibarat sebuah bangunan, jika tidak memiliki dasar yang kokoh, bangunan itu kurang menjadi kuat sehingga mudah roboh.
              Memang dua unsur kalimat ini (subjek dan predikat) tidak sama sifatnya dengan dua unsur kalimat lainnya. Objek dan keterangan tidaklah selalu mesti hadir dalam suatu kalimat mesti mengandung objek dan keterangan. Dalam bahasa Indonesia, memang di kenal istilah kalimat tidak sempurnah, yaitu kalimat yang tidak bersubjek atau tidak berpredikat atau bisa juga tidak bersubjek dan tidak berpredikat. Kalimat semacam ini juga di sebut kalimat elips yaitu kalimat yang salah satu atau kedua unsurnya tidak ada.  Istilah tidak ada ini hanya di tinjau eksplisit. Sesungguhnya, secara eksplisit, tidak ada istilah kalimat elips. Perhatikan beberapa kalimat berikut:
1.      Lepaskan!
2.      Pergi!
3.      Tini.
4.      Pencuri.
5.      Kemarin malam.
6.      Dengan keris empu gandring.
Dalam kenyataan sehari-hari, sering dijumpai kalimat yang sulit  diketahui atau dicari subjek atau predikatnya.
-          Kepada hadirin harap berdiri!
-          Bagi yang belum melunasi uang SPP harap menghadap kekantor!
Kedua kalimat di atas tergolong kalimat yang tidak baku karena tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku dari segi struktur kalimat. Kedua kalimat itu belum menampakkan fungsi subjek secara jelas. Hal ini di sebabkan oleh hadirnya kata tugas kepada dan bagi pada awal kalimat. Dengan menghilangkan kedua kata tugas itu, akan di peroleh kalimat baku yaitu (1) hadirin harap berdiri dan (2) yang belum melunasi uang SPP harap datang kekantor.
2)      Kalimat Pleonastic
Suatu kalimat di katakan pleonastis mengandung sifat berlebih-lebihan. Kemungkinan penyebab munculnya kalimat pleonastic adalah sebagai berikut:
1.      Pemakai bahasa tidak sadar bahwa kalimatnya mengandung sifat yang berlebih-lebihan.
2.      Pemakai bahasa tidak tahu bahwa kata-kata yang di gunakannya mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan
3.      Pemakai bahasa sengaja melebih-lebihi ucapan untuk memberi tekanan pada arti (Badudu, 1979:35)
Misalnya:
a.       Semua cucu-cucunya sayang kepadanya.
b.      Silakan naik ke atas satu per satu!
Pada kalimat a., terdapat dua pemakian kata yang merupakan bentuk jamak dan semua dan cucu-cucunya. Dengan demikian, tampak ada pemakaian unsur bahasa yang berlebih-lebihan yang sebenarnya tidak perlu. Kalimat itu bisa di perbaiki menjadi Semua Cucunya Sayang Kepadanya.
Pada kalimat b, pengertian kata ke atas  sudah terangkum dalam kata naik. Tidak mungkin orang naik itu kebawa. Ini berarti kalimat tersebut mengandung unsur pemakaian bahasa yang berlebih-lebihan. Akan lebih efektif jika kalimat di ubah menjadi Silakan Naik Satu Persatu!
Kalimat pleonastik juga bisa terjadi karena adanya dua subjek yang sama dalam sebuah kalimat majemuk, khusunya kalimat majemuk bertingkat. Misalnya sebelum memberikan keputusan terakhir, lalu memikirkan dengan baik berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Mestinya kedua subjek (anda) cukup di sebut sekali saja. Dengan demikian, kalimat di atas menjadi sebelum memberikan keputusan terakhir, Saya Harap Anda Memikirkan Berbagai Kemungkinan Yang Akan Terjadi.
3)      Kalimat Yang Kata Kerjanya Menyimpang Dari Pola Aspek-Pelaku-Tindakan
Kalimat kata kerja pasif berawalan di- dan ter-, dalam bahasa Indonesia juga di kenal kata kerja pasif persona. Kata kerja ini di bentuk oleh perpaduan antara pelaku (agen) dengan tindakan seperti Kau Baca, Saya Baca, Dan Mereka Baca. Karena sudah merupakan bentuk padu, sudah tentu di antaranya tidak dapat di sisipi kata lain. Jika di sisipi kata lain seperti akan, sudah, dan belum, kalimat yang di tumpangi akan teras janggal bahkan pengertiannya akan menjadi kurang jelas atau kabur. Mari kita analisis kalimat uang yang kau berikan itu sudah saya belanjakan. Sesuai dengan ketentuan di atas, kata sudah dalam kalimat di atas mesti di tempatkan di depan kata saya. Dengan demikian kalimat tersebut dapat di ubah menjadi Uang Yang Kau Berikan Itu Sudah Saya Belanjakan. 
4)      Kalimat Dengan Pemakaian Kata Kerja Berlawanan Men-Atau-Ber- Tidak Secara Eksplisit
            Dalam bahasa Indonesia baku, awalan meN- dan ber-(bila ada) hendaknya di nyatakan secara eksplisit dan konsisten. Dewasa ini ada semacam kecenderungan untuk menghilangkan pemakian kedua awalan itu. Penghilangan ini mungkin di sebabkan oleh pengaruh bahasa daerah atau pengaruh pemakian bahasa Indonesia dalam Koran.
Misalnya:
a.       Sejak tanggal 8 september 2001 kuliah sudah jalan dengan lancar
b.      Bapak ketua jurusan sedang ngajar
Kedua kalimat ini bukanlah kalimat yang baku karena awalan meN- dan ber- tidak di nyatakan secara eksplisit. Kedua kalimat tersebut dapat di ubah menjadi kalimat baku seperti tampak di bawah ini.
a.       Sejak tanggal 8 september 2001 kulia sudah berjalan dengan lancar
b.      Bapak ketua jurusan sedang mengajar
5)      Kalimat Yang Tidak Logis
            Ada kalanya, secara gramatikal suatu kalimat bisa di benarkan tetapi secara logika kalimat itu sulit di terima. Hal ini mudah di pahami karena bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat berpikir. Dalam berpikir, sebenarnya orang menggunakan bahasa. Jadi, sebuah kalimat yang baik harus bisa dipertanggungjawabkan secara logika disamping harus mengikuti struktur yang berlaku.
            Dalam kenyataan sehari-hari, banyak ditemukan pengucapan kalimat waktu kami persilakan. Maksud kalimat ini memang bisa dipahami, tetapi dari segi logika, kalimat itu sulit diterima. Mungkinkah waktu bisa di persilakan untuk melakukan sesuatu? Bukankah yang biasa dipersilakan adalah manusia? Hadirnya kedua pertanyaan ini menunjukan betapa tidak logisnya kalimat itu. 
6)      Kalimat Dengan Pemakaian Kata Yang Tidak Tepat
            Berbicara dalam pemakian kata dalam kalimat yang tidak bisa lepas dengan masalah arti kata, karena menurut Gorys Keraf (1981:20), kata sebagai satuan perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu bentu atau ekspresi dan aspek isi atau makna. Agar dapat menggunakan kata dalam kalimat secara tepat, dibutuhkan pemahaman mengenai arti kata itu serta bagaimana menggunakannya dalam kalimat. Sudah tentu kalimat yang dimaksudkan disini menyangkut arti leksikal dan arti dramatikal. Jadi keterangan seseorang dalam menyusun kalimat yang baik dan benar tidak semata-mata bergatung pada pengetahuan tentang struktur kalimat, tetapi juga makna atau arti kata.
            Penyimpangan pemakaian kata tugas sering ditemukan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Oleh karena itu, pada bagian ini akan di kemukakan pula pengertian ciri-ciri, dan macam-macam kata tugas.
1)      Pengertian kata tugas
Kata tugas merupakan satu alat kalimat penunjuk makna struktural di samping urutan kata, bentuk, dan intonasi. Walaupun pada umumnya kata tugas tidak bisa membentuk satu kalimat dengan sepatah kata, tetapi dalam banyak hal, kata tugas merupakan unsur yang amat penting dalam pembentukan kalimat. Tidak adanya kata tugas dalam suatu kalimat tidak hanya menimbulkan kejanggalan, tetapi juga bisa mengakibatkan makna kalimat menjadi kurang jelas.
Hal ini dapat dilihat pada contoh-contoh kalimat berikut:
a)      Pegawai itu tidak masuk sakit
b)      Mereka belajar mati-matian lulus dalam ujian
c)      Matahari terbit timur
Dapatkah  memahami makna kalimat itu? Tidak jelas, bukan? Makna ketiga kalimat itu menjadi jelas jika dimasukan kata tugas yang tepat seperti karena, agar, dan di, dengan demikian kalimat-kalimat itu akan menjadi:
a)      Pegawai itu tidak masuk karena sakit
b)      Mereka belajar mati-matian agar lulus dalam ujian
c)      Matahari terbit di timur
2)      Cirri-ciri kata tugas
Untuk mengetahui apakah suatu kata bisa di golongkan kata tugas atau tidak, dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang seperti yang di uraikan berikut ini.
1.      Ditinjau dari segi bentuknaya, kata-kata tugas sukar mengalami perubahan bentuk (Keraf, 1978:99). Kata-kata seperti dan, tetapi, karena, dan dari tidak bisa mengalami perubahan bentuk yakni sudah menjadi menyudahi atau menyudahkan, sebab menjadi menyebabkan.
2.      Umumnya, kata tugas tidak bisa menduduki fungsi-fungsi pokok dalam suatu kalimat.


3)      Macam-macam kata tugas
Seperti yang telah di uraikan di atas bahwa kata tugas berfungsi menghubungkan kalimat dan bagian kalimat. Di samping berfungsi menghubungkan, sekaligus kata tugas itu bisa menyatakan macam hubungan yang di timbulkannya.
Berdasarkan macam hubungan yang di timbulkannya, kata tugas dapat di lihat sebagai berikut:
1.      Hubungan arah, di, ke, dari,
2.      Hubungan perbuatan, oleh
3.      Hubungan penggabungan atau penambahan, dan serta, lagi, pada
4.      Hubungan pemilihan, atau
5.      Hubungan penentangan, tetapi, melainkan, namun, padahal
Hampir semua contoh kata tugas di atas berupa sebuah kata. Dalam kenyataannya, banyak pula kata tugas yang berupa kelompok kata. Pada umumnya, kata tugas semacam ini merupakan penghubung antar kalimat atau antar linea seperti tampak pada kata-kata yang di cetak miring pada kalimat-kalimat berikut. Contoh penghubung antar kalimat:
1)      Dengan demikian, banyak anak kembali bersekolah di desa meskipun orang tuanya tinggal di kota
2)      Meskipun demikian, jumlah mahasiswa baru tetap meningkat
3)      Akan tetapi, fakta di lapangan ternyata tidak demikian
Contoh menghubung antar alinea
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa langkah strategis yang sudah dan akan tetap di lakukan oleh pemerintah dalam upaya mengembangkan profesionalisme guru. Berkaitan dengan rencana itu, banyak juga kalangan dosen yang melakukan penelitian dengan melibatkan guru-guru yang sudah lulus sertifikasi
Telah di kemukakan di depan bahwa ada beberapa macam hubungan yang di timbulkan oleh kata tugas. Dengan kata lain, setiap kata tugas mempunyai fungsi tersendiri di dalam kalimat
Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai penyimpangan pemakaian kata tugas. Ada kalimat yang semestinya memerlukan kata tugas, tetapi banyak kata tugas itu menjadi janggal. Sebaliknya, ada kalimat yang tidak memerlukan kata tugas, tetapi kata tugas itu tidak di pergunakan secara tepat. Hal ini menyebabkan kalimat menjadi janggal bahkan sulit di pahami maksudnya.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh kalimat yang mengandung penyimpangan atau kesalahan pemakaian kata tugas.
1)      Peristiwa itu terjadi di malam hari.
Telah di katakan di depan bahwa kata tugas di menyatakan hubungan arah. Karena itu, pemakaian kata tugas di pada kalimat (1) tidak tepat. Sebaiknya kalimat itu dikatakan “peristiwa itu terjadi pada malam hari”.
2)      Berhubung ia pergi keluar kota, saya tidak jadi menginap di rumahnya.
Sebenarnya, pada kalimat di atas terdapat bagian kalimat yang menjabat keterangan sebab yaitu berhubung pergi keluar kota. Menurut aturan, untuk menyatakan hubungan sebab biasanya di pergunakan kata sebab atau karena bukan berhubung. Jadi, kalimat di atas bisa di perbaiki menjadi “karena ia pergi keluar kota saya tidak jadi menginap dirumahnya”.
3)      Salah satu usaha daripada pemerintah untuk mengatasi kepadatan penduduk adalah dengan melaksanakan transmigrasi.
Berdasarkan uraian di atas, macam-macam kata tugas tampak bahwa kata daripada menyatakan hubungan perbandingan yaitu membandingkan dua benda atau dua hal seperti yang telah di kemukakan sebagai berikut.
1.      Daripada melamun, bacalah buku ini
2.      Adiknya lebih jahat daripada kakaknya
Berdasarkan uraian di atas, kalimat nomor (3) bukanlah kalimat yang baik. Pada kalimat itu, tidak ada dua hal, yang perlu di perbandingkan sehingga kata daripada seolah-olah tidak mempunyai fungsi apa-apa. Karenanya, kata tersebut bisa di hilangkan saja tanpa mengurangi kejelasan maksud kalimat.
4)      Perampok yang ganas itu tak tertangkap warga masyarakat.
Sepintas lalu, kalimat di atas tampak benar, karena masih bisa di pahami maksudnya. Namun, jika di teliti secara seksama kalimat tersebut terasa janggal. Kejanggalan ini terasa karena tidak adanya kata tugas oleh di belakang kata kerja tertangkap.
Meurut Badudu (1981:72), kata oleh tidak boleh di tinggalkan jika di dahului kata kerja berawalan ter. Karena itu, kalimat yang tepat adalah perampok yang ganas itu tak tertangkap oleh warga masyarakat.
7)      Kalimat Tanpa Paralelisme (Kesejajaran)
            Yang dimaksud dengan paralelisme atau kesejajaran adalah pengunaan bentuk-bentuk bahasa atau kontruksi bahasa yang sama yang di pakai dalam susunan serial (Akhdiah dkk., 1984/1985:13). Jika sebuah pikiran di nyatakan dengan sebuah frasa di dalam kalimat, pikiran-pikarn yang lain harus di nyatakan pula dengan frasa. Jika sebuah gagasan di nyatakan dengan kata benda atau kata kerja berawalan meN- atau di-, gagasan yang lain yang serial dan sama harus di nyatakan pula dengan kata benda, kata kerja bentuk meN-atau di-.
            Walaupun penyimpangan terhadap ketentuan diatas tidak semendasar dengan penyimpangan-penyimpangan yang lain, kesejajaran bentuk-bentuk ini memberi kejelasan dalam kalimat secara keseluruhan dan mempunyai daya tarik yang khas. Perhatikan kalimat berikut!
1.      Karena harga kertas meningkat, upah kerja naik, biaya mencetak serta ongkos-ongkos lain bertambah, terpaksalah harga buku yang telah di ikalankan beberapa bulan yang lalu di naikkan.
2.      Karena peningkatan harga kertas, penaikan upah kerja dan pertambahan biaya mencetak serta ongkos-ongkos lain, terpaksalah harga buku yang telah di iklankan beberapa bulan yang lalu di naikkan.
3.      Kau kejam, kau sadis, kau biadab, kau siksa anak yang tanpa dosa itu.
Jika diperhatikan kata-kata yang di cetak miring pada masing-masing kalimat di atas, tampaklah pemakian Janis kata-kata yang sama seperti maningkat, naik, dan bertambah dalam kalimat pertama. Ketiga kata itu tergolong jenis kata kerja. Di sinilah, letak kesejajarannya. Kalimat itu akan menjadi tidak efektif jika ketiga kata kerja yang di maksudkan itu tidak sejenis walaupun sama dari segi makna dasarnya. Misalnya:
Karena peningkatan harga kertas, upah kerja naik, biaya mencetak serta ongkos-ongkos lain bertambah, terpaksalah harga buku yang telah di iklankan beberapa bulan yang lalu dinaikkan.



8)      Kalimat Bermakna Ganda
Salah satu ciri kalimat efektif adalah tidak menimbulkan makna ganda.jika sebuah kalimat mempunyai lebih dari satu makna atau interpretasi, jelas kalimat itu tidak efektif. Kegandaan makna ini biasanya terjadi karena adanya pemakian kosakata dan struktur yang menyimpang dari aturan-aturan (tepat dan cermat).
Kalimat “Menurut Cerita Bapak Putu Gede Arya Memang Anak Nakal” jelas menunjukkan makna ganda. Pembaca belum dapat menangkap secara jelas makna kalimat itu. Ada berbagai interpretasi yang bisa muncul dari hati pembaca. Apakah yang nakal itu Bapak Putu Gede Arya, Putu Gede Arya, Gede Arya, atau Arya?
Sesungguhnya kegandaan makna kalimat di atas mudah diatasi, pertama, penulis atau pembicara harus dengan tegas menentukan ide pokok kalimatnya. Jika yang di maksud oleh penulis atau pembicara Arya yang nakal, dalam pengucapannya perlu ada jeda diantara kata Gede dan Arya. Kedua, untuk menandai adanya jeda tersebut, penulis perlu menempatkan tanda koma di antara kata Gede dan Arya. Jadi, kalimat itu hendaknya di tulis menjadi menurut cerita Bapak Putu Gede, Arya memang anak nakal.

b.      Kesalahan dalam Bidang Tata Bentukan
1)      Kesalahan Pembentukan  Kata
            Faktor afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya, afiks atau imbuhan bahasa Indonesia terbagi atas tiga jenis imbuhan, jenis awalan, akhiran, dan sisipan. Di antara ketiga jenis imbuhan, jenis yang disebut terakhir tidak begitu produktif dalam peristiwa pembentukan kata. Karena itu, kesalahan pemakaian jenis imbuhan tersebut tidak begitu banyak dilakukan para pemakai bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan kedua jenis imbuhan lainnya.
            Dalam kata bentuk-bentuk awalan menduduki posisi awal kata. Awalan yang tinggi frekuensi pemakaiannya yaitu: awalan meng-, ber-, pe-, ber-, di-, ke-, ter-, dan se-. Di antara awalan itu di samping ada yang memiliki bentuk yang tetap, terdapat pula yang mengalami bentuk perubahan bunyi. Hal itu tidak menutup kemungkinan para pemakai bahasa Indonesia dalam melakukan kesalahan mengucapkan bentuk-bentuk tersebut. Kesalahan lainnya dapat terjadi dalam segi fungsi awalan itu, baik dalam segi gramatikalnya maupun semantisnya.
Kesalahan Bidang Imbuhan.
 Akhiran merupakan jenis imbuhan atau afiks yang menduduki posisi akhir kata bentukan. Ada tiga macam akhiran bentukan utama bahasa Indonesia, yaitu akhiran an, kan, dan i. Dalam peristiwa pembentukan kata ketiga akhiran itu tidak mengalami perubahan bentuk. Contoh: makan+_an manjadi makanan, lari+ kan menjadi larikan garam+ i menjadi garami.
Kesalahan Berbahasa dalam Penggabungan Imbuhan.
Dalam peristiwa pembentukan kata sering terjadi peristiwa penggabungan imbuhan, baik antara awalan dengan awalan ataupun antara awalan dengan akhiran. Dalam hal ini terdapat dua macam penggabungan, yaitu penggabung yang dilakukan secara serempak dan penggabungan yang dilakukan secara bertahap. Hal yang pertama, misalnya terjadi pada kata kekuatan, perdebatan, pemukulan. Dalam  hal ini ke-an, per-an dan peN-an secara serempak membentuk ketiga kata bentukan di atas dengan menggunakan kata dasar kuat, debat dan pukul. Karena kedua macam imbuhan itu masing-masing tidak berdiri sendiri, maka makna yang dikandungnya pun merupakan satu kesatuan. Imbuhan seperti itu disebut dengan istilah konfiks

2)      Kesalahan Bentukan Kata dengan Awalan MeN- dan PeN-
1.      Prefiks meN-memiliki alomorf me-,mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Alomorf tersebut merupakan variasi dari prefiks meN-.
a.        prefiks meN- berubah menjadi me- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/, /r/, /m/, /n/, /ng/, /w/, dan /y/.
contoh:
meN-   + lihat              → melihat
meN-   + rasa               → merasa
b.       prefiks meN- berubah menjadi mem- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/, /p/, /f/.
Contoh:
meN-   + bantu            → membantu
meN-   + pakai            → memakai
meN-   + fitnah           → memfitnah
c.       prefiks meN- berubah menjadi men- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /d/,/t/, /c/, /j/, /sy/,/z/
contoh:
meN-   + dengar          → mendengar
meN-   + tulis              → menulis
meN-   + cuci              → mencuci
d.      prefiks meN- berubah menjadi meny- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /s/.
contoh:
meN-   + sewa             → menyewa
e.       prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /g/, /h/,dan /k/.
contoh:
meN-   + ajar               → mengajar
meN-   + edit               → mengedit
meN-   + ukir               → mengukir
f.        prefiks meN- berubah menjadi menge- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh:
meN-   + pel                → mengepel
meN-   + bor                → mengebor
meN-   + cat                → mengecat
meN-   + lap                → mengelap
2.      Prefiks peN-memiliki alomorf pe-,pem-, pen-, peny-, peng-, dan penge-. Alomorf tersebut merupakan variasi dari prefiks peN-.
a.        prefiks peN- berubah menjadi pe- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/, /r/, /m/, /n/, /ng/, /w/, dan /y/.
contoh:
peN-    + panjat           → pemanjat
peN-    + rasa               → perasa
b.       prefiks peN- berubah menjadi pem- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/, /p/, /f/.
Contoh:
peN-    + bantu            → pembantu
peN-    + pakai                        → pemakai
peN-    + pukul            → pemukul
c.        prefiks peN- berubah menjadi pen- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /d/,/t/, /c/, /j/, /sy/,/z/
contoh:
peN-    + dengar          → pendengar
peN-    + tulis              → penulis
peN-    + cuci              → pencuci
d.       prefiks peN- berubah menjadi peny- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /s/.
contoh:
peN-    + sewa             → penyewa
e.        prefiks peN- berubah menjadi peng- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /g/, /h/,dan /k/.
contoh:
peN-    + ajar               → pengajar
peN-    + edit               → pengedit
peN-    + ukir               → pengukir
f.       prefiks peN- berubah menjadi penge- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh:
peN-    + pel                → pengepel
peN-    + bor                → pengebor
peN-    + cat                → pengecat
3)      Kesalahan Kontaminasi Bentukan Kata dan Susunan Kata
Kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa indonesia diistilahkan dengan kerancuan atau kekacauan (Badudu, 1993:51). Kerancuan atau kekacauan ini terjadi karena dua yang masing-masing berdiri sendiri disatukan dalam satu perserangkaian baru yang tidak berpasangan. Yang dirancukan bisa kalimat,susunan kata, ataupun bentukan kata.Perhatikanlah kalimat berikut: Berulang kali kunasehati tetapi tidak juga berubah sikapnya. Susunan kata berulang kali dalam kalimat di atas tergolong tidak baku sebab bentukan itu menunjukkan suatu kekacauan. Bentukan itu berasal dari kata berulang-ulang dan berkali-kali yang merupakan bentuk bakunya.Akan tetapi, orang suka mengubah susunan pasangan kata itu sehingga menimbulkan kerancuan atau kekacauan. Suatu yang kacau tetap dianggap penyimpangan atau kesalahan.
c.       Kesalahan dalam Bidang Tata Bunyi
Ucapan memegang peranan yang sangat penting karena bahasa yang pertama adalah bahasa lisan.Bahasa tulis merupakan wujud bahasa tingkat keduayang didasarkan kepada bahasa lisan.Betapapun baiknya susunan kalimat seseorang, tetapi apabila pengucapannya kurang atau tidak baik,kalimat tadi tidak bisa dikatakan baik. Sementara ini, memang belum ada ketentuan pasti yang bagaimana disebut ucapan baku. Akan tetapi, hal ini bukan berarti dalam bahasa Indonesia tidak ada ucapan yang dianggap baik. Kiranya sebagian besar angggota masyarakat bisa membedakan mana ucapan yang baik dan mana yang tidak baik. Sebagai pegangan sementara, ucapan ucapan bahasa Indonesia yang baik adalah ucapan bahasa Indonesia yang tidak dipengaruhi oleh ucapan-ucapan daerah maupun ucapan bahasa asing (Badudu,1981:115).
1)      Kesalahan Lafal Fonem Vokal
Yang dimaksud fonem vocal adalah bunyi yang terjadi akibat udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan. Fonem vocal dalam bahasa Indonesia adalah /a/,/i/,/u/,/e/,/o/, dan /e/.Dalam bagian ini hanya dibicarakan fonem /e/ karena mempunyai dualisme dalam pengucapan. Walaupun mempunyai dualism dalam pengucapan, fonem ini dilambangkan dengan satu tanda sehingga menyulitkan dalam pengucapannya. Pemakai bahasa sebaiknya rajin membaca Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarminta atau Kamus Besar Bahasa Indonesia agar mendapat pedoman atau petunjuk bagaimana melafalkan kata-kata bahasa Indonesia yang mengandung huruf e secara tepat.
2)      Kesalahan Lafal Fonem Konsonan
         Lafal fonem konsonan dalam bahasa Indonesia hendaknya disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.Fonem konsonan yang sering disalahucapkan oleh pemakai bahasa yaitu  /c/,/f/,/v/,/h/,/x/,/y/,dan /z/.Dewasa ini, masih banyak ditemukan pengucapan yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan, entah karena tidak tahu atau sejenis perasaan enggan, sering ditemukan  pengucapan [se] untuk lambang atau huruf c seperti pada pengucapan segitiga ABC. Selain konsonan /c/, konsonan /h/  juga sering disalahucapkan, konsonan /h/ mempunyai dua cara dalam pengucapannya. Pertama konsonan /h/ diucapkan terang apabila diapit oleh dua buah vocal yang sama seperti leher,suhu dan saham. Konsonan /h/ juga diucapkan terang apabila terdapat di awal suatu kata seperti pada kata hak,hadir dan harga. Kedua, konsonan /h/ diucapkan tidak terang apabila terletak diantara dua buah vocal yang tidak sama seperti tahun, tahu,lihat dan pahit, kata-kata ini yang sering disalahucapkan biasanya konsonan /h/ pada kalimat tersebut cenderung dihilangkan.
3)      Kesalahan Melafalkan Singkatan
         Setiap singkatan, baik itu singkatan bahasa Indonesia ataupun singkatan bahasa asing yang digunakan dalam wacana bahasa Indonesia, haruslah dilafalkan dengan nama-nama huruf dalam abjad bahasa Indonesia (Badudu,1998:163). Alangkah janggalnya, jika singkatan-singkatan yang sudah umum dipakai di masyarakat tidak diucapkan menurut nama-nama huruf dalam abjad bahasa Indonesia. Seperti misalnya singkatan TVRI dalam bahasa Indonesia hendaknya diucapkan /te-ve-er-i/, bukan /ti-fi-er-i/. Singkatan TV juga hendaknya diucapkan /te-ve/, bukan /ti-fi/.
2.      Faktor yang menyebabkan kesalahan berbahasa
Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab timbulnya kesalahan. Dalam bagian ini, pada garis besarnya, faktor-faktor itu dibedakan atas tiga macam yaitu faktor pemakai bahasa, faktor lingkungan, dan faktor bahasa.
a.      Faktor Pemakai Bahasa
            Pemakai bahasa amat besar peranannya dalam usaha menanggulangi kesalahan-kesalahan dalam berbahasa. Betapapun sempurnanya aturan bahasa, aturan-aturan itu tidak akan ada artinya jika pemakai bahasa itu sendiri tidak mau memahami dan sekaligus menerapkan di dalam kegiatan berbahasa. Pembicaraan yang menyangkut faktor pemakai bahasa ini akan dirinci sebagai berikut.
1.      Kurang Adanya Kesadaran Pihak Pemakai Bahasa
Jika diamati dari pemakaian bahasa seseorang khususnya pelajar, mahasiswa, pemuka-pemuka masyarakat, terlihatlah bahwa banyak di antara mereka berbahasa diluar aturan yang telah ada. Dengan kata lain, mereka sering berbuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia.
Masalah bahasa Indonesia, misalnya, bukanlah hanya masalah para pakar bahasa atau guru-guru bahasa Indonesia, melainkan masalah seluruh warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, seluruh bangsa Indonesia dituntut bersikap positif terhadap bahasa Indonesia (suharianto, 1981:15). Menurutnya, beberapa sikap positif yang diterapkan antaraa lain (1) merasa bangga berbahasa nasional bahasa Indonesia, (2) mempunyai rasa setia bahasa, dan (3) merasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa Indonesia.
Berdasarkan tiga sikap positif di atas, kesalahan atau penyimpangan yang dibuat oleh pelajar, mahasiswa, maupun pemuka-pemuka masyarakat seperti dikemukakan di atas disebabkan oleh faktor tidak atau kurang adanya sikap positif terhadap bahasa Indonesia, terutama sikap positif yang kedua dan ketiga. Kebanyakan di antara mereka tidak ataukurang mempunyai rasa setia bahasa. Mereka kurang mengindahkan kaidah-kaidah atau aturan-aturan dalam berbahasa. Di samping itu, mereka kurang merasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa Indonesia.
2.      Kekurangpahaman terhadap Aturan Bahasa Indonesia
Pengetahuan tentang aturan bahasa yang benar amat penting artinya bagi pemakai bahasa dalam berbahasa secara taat asas. Ajakan pemerintah Indonesia untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar akan tidak pernah menjadi kenyataan jika para penutur bahasa Indonesia tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang kaidah-kaidah bahasa Indonesia baku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pemakai bahasa berusaha mempelajari aturan-aturan yang selama ini diakui kebenarannya dalam berbahasa Indonesia.
Di samping itu, kesalahan bisa juga muncul karena pemakai bahasa tidak mengetahui benar situasi kebahasaan yang ada. Pemakai bahasa tidak bisa membedakan antara situasi resmi dengan situasi tidak resmi sehingga memungkinkan terjadinya pilihan pemakaian ragam bahasa yang tidak mendukung situasi kebahagiaan tersebut.
3.      Ketidaksengajaan Pemakaian Bahasa
Biasanya, kesalahan yang tidak disengaja ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pembicaraan yang terlalu cepat sehingga tidak sempat mengontrol pemakaian bahasa tersebut; pembicara belum berpengalaman atau belum biasa berbicara di depan orang banyak dalam dituasi resmi sehingga ia menjadi gugup. Situasi tenang sulit diciptakan. Konsentrasi pikiran tercipta. Dengan seringnya berlatih berbicara di depan orang banyak dan mengurangi kecepatan dalam berbahasa, kemungkinan besar kesalahan itu bisa dikurangi.
4.      Ingin Gagah
Badudu (1993:62) mengatakan bahwa kesalahan juga bisa terjadi karena pemakai bahasa ingin gagah, ingin hebat. Dengan tercapainya keinginan tersebut, pemakai bahasa akan merasa puas dan bangga. Munculnya pemakaian kata seperti : enggak bener, pinter, hadlir, dan bathin boleh jadi disebabkan oleh rasa ingin gagah atau rasa ingin hebat dalam diri pemakai bahasa.
b.      Faktor Psikologis
Walaupun jumlahnya tidak terlalu besar, ada kalanya kesalahan itu muncul karena adanya semacam rasa enggan untuk menggunakan ragam bahasa yang benar dan akhirnya lari ke ragam bahasa yang salah. Hal ini terutama terjadi apabila kesalahan itu demikian meluas atau membudaya sehingga seolah-olah tidak tampak lagi atau tidak dirasakan lagi kesalahannya oleh masyarakat luas. Misalnya huruf c, x, dan y biasa diucapkan orang [se], [iks], dan [ae].oleh karena itulah, banyak pengucapan [we-se] untuk singkatan wc. [iks] kuadrat ditambah [ae] kuadrat/ untuk perhitungan matematika x2 + y2. Ucapan yang benar adalah [we-ce], dan /eks/ kuadrat, [ye] kuadrat/.
c.       Faktor Lingkungan
Lingkungan pemakaian bahasa yang baik dan benar akan member pengaruh yang positif terhadap perkembangan bahasa Indonesia; sebaliknya pemakaian yang buruk akan memberikan pengaruh yang buruk pula terhadap pengaruh perkembangan bahasa Indonesia. Lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap baik buruknya perkembangan bahasa Indonesia itu adalah lingkungan pemakaian bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, kantor-kantor, atau instansi-instansi pemerintahan.
Lingkungan sekolah memang besar artinya dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia karena sekolah merupakan lembaga pendidikan formal tempat dilakukannya proses pendidikan dan pengajaran. Di samping factor sekolah, pemuka-pemuka masyarakat atau pejabat pemerintah mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah tidak kalah pentingnya dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia. Masyarakat yang kurang pengetahuannya tentang bahasa Indonesia akan menganggap bahwa apa yang mereka dengar atau mereka baca dari berbagai media massa ini selalu baik dan benar. Guru ataupun pejabat pemerintah memang merupakan teladan bagi siswa maupun masyarakat secara luas. Oleh karena itu, sewajarnyalah mereka memberikan contoh pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembinaan bahasa Indonesia tidak bisa hanya dilakukan atau diserahkan kepada guru bahasa Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh seluruh waraga Negara Indonesia. Oleh karena itu pula, pembinaan terhadap bahasa Indonesia sesungguhnya merupakan tanggung jawab seluruh warga Negara Indonesia.
d.      Faktor Bahasa
Kesalahan dalam berbahasa juga bisa disebabkan oleh faktor bahasa yang dalam hal ini karena kesulitan bahasa Indonesia itu sendiri dan pengaruh bahasa lain terhadap bahasa Indonesia.

1.      Kesulitan Bahasa
Dari hasil pengalaman pengalaman penulis mengasuh mata kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa pada mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha, ternyata mahasiswa paling sulit memahami kalimat tanpa subyek dan atau predikat. Sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa sulit memahami kaidah yang menyangkut hakikat subjek dan predikat. Oleh karena itu, ketika mengerjakan soal yang menyangkut kalimat tanpa subjek dan atau predikat, mereka kebanyakan tidak bisa menjawab.
2.      Pengaruh Bahasa Lain terhadap Bahasa Indonesia
Pengaruh bahasa lain terhadap bahasa Indonesia tidak semuanya bersifat posotof, tetapi ada juga yang berifat negatif atau merusak perkembangkat bahasa Indonesia. Pengaruh inilah yang menimbulkan kesalahan dalam berbahasa.
a)      Pengaruh Bahasa Daerah
Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua (B2) bagi sebagian penduduk Indonesia Bahasa pertama (B1) mereka adalah bahasa daerah mereka sendiri seperti bahasa Bali, Jawa, Sunda, Madura, Dayak, dan Bugis. Jadi, sebelum menguasai B2 (bahasa Indonesia) sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan bahasa daerahnya sendiri sebagai alat komunikasi.
Dalam belajar B2 (bahasa Indonesia), pengaruh B1 (bahasa daerah) rupanya sulit dihindari karena kebiasaan ber-B1 itu sudah begitu melekat pada diri pemakai bahasa. Pengaruh yang dimaksudkan di sini menyangkut kosakata, struktur, dan ucapan. Pengaruh ini baru jelas diketahui apabila antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia itu dicari perbedaan aturan-aturannya. Kesalahan dalam berbahasa Indonesia bisa muncul apabila pemakai bahasa terlalu kuat dengan kebiasaan berbahasa daerahnya dan membawa kebiasaan itu ke dalam berbahasa Indonesia.


b)      Pengaruh Bahasa Asing
Di antara sekian bahasa asing yang ada, bahasa Inggris yang paling besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia. Dewasa ini, kata-kata bahasa Inggris yang terpakai pada bahasa Indonesia hampir tak terhitung jumlahnya. Pengaruh yang semacam inilah yang dapat merusak perkembangan bahasa Indonesia ata menghambat usaha pembinaan bahasa Indonesia itu sendiri.
Kalimat Rina adalah seorang guru mendapat pengaruh struktur kalimat bahasa Inggris Rina is a teacher. Dalam bahasa Inggris, is sebagai bagian to be harus hadir dalam kalimat itu. Memang is bisa diartikan adalah atau ialah, tetapi kedua kata ini tidak perlu hadir dalam kalimat di atas. Dengan demikian, kalimat di atas cukup ditulis Rina seorang guru.
3.      Cara Menanggulangi Kesalahan Berbahasa
Masalah utama yang dihadapi dalam budaya pencampuran dua bahasa ini adalah masalah psikologi. Remaja berpikir bahwa hal seperti itu adalah hal yang keren. Namun pada dasarnya jika dicermati lebih dalam, bahasa yang seperti itu akan sangat merugikan jika terus dipakai. Karena bahasa yang seperti itu hanya akan bisa dipahami oleh orang tertentu saja. Maka dari itu adapun beberapa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kesalahan dalam berbahasa :
1.      Memberikan pengertian kepada para remaja bahwa berkomunikasi dengan bahasa seperti itu adalah sia-sia dan tidak berguna. Karena bukanlah bahasa standar. Sama saja sperti preman-preman yang biasa menggunakan bahasa-bahasa yang mereka buat.

2.      Memunculkan budaya berbahasa indonesia yang sesuai, agar menjadi kebiasaan sehari – hari. Ini seperti yang dikatakan Pak Amir kepada pemerintah lewat tulisan beliau dalam menaggapi masalah yang terjadi di Indonesia, maka dengan budaya yang baik, pasti akan bisa terubah walaupun butuh waktu yang sagat lama.
3.      Melalui media pendidikan para guru dapat menggunakan bahasa yang baku dalam proses belajar sehingga siswa akan mampu menyerap bahwa bahasa yang mereka dengan adalah bahasa baku sehingga dalam penyampaiannya di lingkungannya masing-masing tidak akan menyimpang dari aturan bahasa baku.
4.      Melalui tatap muka atau berlatih berbicara di forum resmi. Dengan demikian cara tersebut untuk mengurangi kesalahan dalam berbahasa, dapat diwujudkan dengan melatih diri untuk berbicara di depan orang banyak dengan menggunakan bahasa baku.
5.      Peran serta keluarga, masyarakat dan pemerintah. Peran keluarga sangat penting dalam mendidik anak sejak dini khusunya dalam berbahasa Indonesia, adanya didikan dari orang tua mengenai bahasa Indonesia sejak kecil disertai dengan lingkungan masyarakat yang dapat menerima bahasa tersebut dengan baik, hal ini akan sangat berdampak positif bagi pemerintah sebab hal itu dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai bahasa Indonesia baku. Pemerintah dalam mengurangi angka kesalahan dalam berbahasa dapat dilakukan dengan mengadakan suatu seminar atau lomba-lomba yang mengikutsertakan seluruh warga Negara Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, harapannya dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai bahasa Indonesia baku.

III.            Penutup
1.      Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ragam kesalahan bahasa Indonesia terdiri dari kesalahan dalam bidang tata kalimat yang meliputi : kalimat tanpa subjek dan predikat, kalimat pleonastic, kalimat yang kata kerjanya menyimpang dari pola aspek-pelaku-tindakan, kalimat dengan pemakaian kata kerja berlawanan men-atau-ber- tidak secara eksplisit, kalimat yang tidak logis, kalimat dengan pemakaian kata yang tidak tepat, kalimat tanpa paralelisme(kesejajaran), dan kalimat bermakna ganda. Yang kedua yaitu kesalahan dalam bidang tata bentukan yang meliputi : kesalahan bentukan kata dengan awalan men-dan pen-, dan kesalahan kontaminasi bentukan kata dan susunan kata.Yang ketiga yaitu  kesalahan dalam bidang tata bunyi yang meliputi: kesalahan lafal fonem vokal, kesalahan lafal fonem konsonan, dan kesalahan melafalkan singkatan.  Akibat kesalahan tersebut adapun kemungkinan penyebab kesalahan berbahasa Indonesia yaitu meliputi : faktor pemakai bahasa, faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor bahasa. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kesalahan berbahasa diantaranya yaitu : Memberikan pengertian kepada para remaja bahwa berkomunikasi dengan bahasa seperti itu adalah sia-sia dan tidak berguna.
2.      Saran
Kesalahan kata banyak dijumpai dalam kehidupan ini, baik itu masyarakat, mahasiswa, guru, peserta didik dan sebagainya. Oleh sebab itu, dapat disarankan kepada pembaca agar berhati-hati dalam penggunaan bahasa Indonesia baku, baik itu lisan maupun tulisan. Apabila kesalahan kata tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka kaidah kebahasaan Indonesia akan menjadi tidak beraturan, karena banyak khalayak yang biasa menggunakan bahasa yang tidak baku. Maka dari itu, penulis menekankan kepada pembaca agar selalu menggunakan bahasa yang baku, sesuai dengan kaidah kebahasaan yang benar (EYD).



                                                                                                           


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Makalah B,Indonesia yg Baik dan Benar"

Postingan Populer