AKUNTANSI FORENSIK
“ANALISIS KASUS E-KTP”
OLEH:
NAMA : NI LUH JUNIA PURNAMI
NIM :
1417051041
KELAS : VII C
AKUNTANSI PROGRAM S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2017
A.
Skema
Fraud yang digunakan dalam Kasus E-KTP
Dalam kasus E-KTP tersebut termasuk ke dalam skema
Korupsi dan Kecurangan Laporan Keuangan. Dalam skema Korupsi tersebut meliputi
: (1) Konflik Kepentingan, (2) Penyuapan/ Bribery,
(3) Gratifikasi Ilegal, (4) Pemerasan Ekonomi. Berikut ini penjelasan dari
masing-masing skema.
1. Korupsi
Jenis
fraud korupsi merupakan kejahatan yang paling terbanyak di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik. Seperti yang terjadi di Negara Indonesia pada tahun 2011-2012
digemparkan dengan kasus korupsi pengadaan E-KTP
yang didalangi oleh Sugiharto (Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil
Kemendagri), Irman (Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri), dan anggota DPR.
Kasus ini merugikan keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun. Berikut ini
tindakan kejahatan yang telah dilakukan digolongkan ke dalam sub skema korupsi
adalah sebagai berikut:
a. Konflik Kepentingan
Konflik
kepentingan adalah konflik yang muncul ketika seorang pegawai bertindak atas
nama kepentingan pihak ketiga selama melakukan pekerjaannya atau atas nama
kepentingan diri sendiri dalam kegiatan yang dilakukannya. Ketika konflik
kepentingan pegawai tidak diketahui oleh perusahaan dan mengakibatkan kerugian
keuangan, ini berarti telah terjadi fraud. Suatu benturan kepentingan dapat
timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun
tidak langsung kepentingan pribadi di dalam mengambil suatu keputusan, dimana
keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan
dan demi kepentingan terbaik perusahaan. Berikut ini konflik kepentingan yang
terjadi dalam kasus E-KTP.
(1)
Benturan kepentingan yang terjadi
antara pejabat Sugiharto dengan atasannya Irman untuk melakukan skandal
pengadaan E-KTP. Tujuannya untuk
memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Benturan kepentingan juga
melibatkan anggota DPR untuk melancarkan proses pengadaan E-KTP dari segi penganggaran, pelelangan, dan pengadaan proyek E-KTP.
(2)
Terjadinya konflik kepentingan antara
Andi dengan pejabat Irman dan Sugiharto dalam kasus E-KTP. Andi Agustinus merupakan pengusaha di bidang konveksi yang ikut
terlibat dalam kasus ini sebagai pengusaha pelaksana proyek E-KTP. Andi terbukti memberikan dana
kepada Irman dan Sugiharto untuk melakukan pemenang lelang dalam pengadaan E-KTP. Sehingga pemenangnya dapat
bekerja sama dengan Andi untuk menjadi sub kontraktornya.
(3)
Konflik kepentingan terjadi pada saat
Irman dan Sugiharto meloloskan PNRI sebagai pemenangnya. Dalam proses
pelelangan, akhirnya diketahui berdasarkan serangkaian evaluasi teknis uji coba
alat dan “output” bahwa tidak ada peserta lelang (konsorsium) yang dapat
mengintegrasikan Key Manajemen Server (KMS) dengan Hardwere Security Module
(HMS) sehingga tidak dapat dipastikan perangkat tersebut memenuhi criteria keamanan
wajib. Namun Irman dan Sugiharto tetap memerintahkan Djarat Wisnu Setyawan dan
Husni Fahmi melanjutkan proses lelang sehingga konsorsium PNRI dan konsorsium
Astragraphia dinyatakan lulus.
(4)
Konflik kepentingan berikutnya adalah
terjadinya hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada
hubungan keluarga (family). Dalam
kasus ini Andi Agustinus melibatkan dua saudara kandungnya yakni, Vidi Gunawan
dan Dedi Prijanto dalam proyek E-KTP. Vidi Gunawan menyerahkan uang 1,5 juta dolar
AS kepada Sugiharto.
b. Penyuapan
Penyuapan
atau Bribery merupakan tindakan
pemberian atau penerimaan sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk
mempengaruhi tindakan orang yang menerima. Penyuapan ini melibatkan banyak
pihak untuk mendapatkan kelancaran dalam pengadaan E-KTP. Dugaan korupsi itu dilakukan dengan mengatur proses
penganggran, pelelangan, dan pengadaan proyek E-KTP dalam kontrak tahun jamak senialai Rp5,952 triliun. Berikut
ini tindakan penyuapan yang terjadi :
(1)
Penyuapan dilakukan untuk melancarkan proses
penganggaran, pada November 2009, Gamawan Fauzi meminta Menteri Keuangan dan
Kepala Bappenas untuk mengubah sumber pembiayaan proyek penerapan KTP berbasis
Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang semua dibiayai menggunakan Pinjaman Hibah
Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber dari APBN murni.
(2)
Untuk melancarkan pembahasan anggaran E-KTP, Irman dan Sugiharto mengucurkan
uang kepada 54 anggota Komisi II DPR dan juga Ketua DPR saat itu Marzuki Ali.
Selain itu, uang juga mengalir ke pimpinan Badan Anggran (Banggar) DPR yaitu
Melchias Marcus Mekeng selaku ketua Banggar partai Golkar, Wakil Ketua Banggar
Mirwan Amir (Partai Demokrat) dan Olly Dondokambe (PDI-Perjuangan) serta Tamsil
Linrung (PKS).
(3)
Pembagian uang untuk seluruh anggota
Komisi II DPR dengan rincian :
·
Ketua Komisi II DPR sejumlah 30 ribu
dolar AS,
·
3 orang Wakil Ketua Komisi II DPR
masing-masing 20 ribu dolar AS,
·
9 orang Ketua Kelompok Franksi Komisi
II DPR masing-masing 15 ribu dolar AS,
·
37 orang anggota Komisi II DPR
masing-masing 5 ribu dolar AS sampai 10 ribu dolar AS.
(4)
Tidak hanya individu, partai juga
mendapat aliran dana E-KTP yaitu
Partai Golkar sejumlah Rp150 miliar, Partai Demokrat sejumlah Rp150 miliar, PDI
Perjuangan sejumlah Rp80 miliar.
(5)
Tindakan Invoice Kickbacks atau
menerima aliran dana dari perusahaan rekanan kepada para pejabat Kemendagri
yang mengurus pengadaan E-KTP yaitu
Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Irman, Sugiharto, serta staf Kemendagri, auditor
BPK, Staf Sekretariat Komisi II DPR, staf Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas), staf Kementerian Keuangan, panitia pengadaan E-KTP, hingga Deputi bidang politik dan
Keamanan Sekretariat Kabinet.
(6)
Tindakan Bid Ringging juga terjadi
dalam kasus ini yaitu terjadinya permainan dalam pemenangan tender atau proses
lelang dan pengadaan. Pemenangan ini diatur oleh Irman dan Sugiharto serta
diinisiasi oleh Andi Agustinus yang membentuk tim Fatmawati yang melakukan
pertemuan di rumah toko Fatmawati milik Andi Agustinus. Andi memberikan uang
kepada Irman dan Sugiharto sebesar 1,5 juta dolar AS untuk mendapat pekerjaan
sub kontraktor. Sehingga yang mendapat pemenang adalah konsorsium PNRI dan
konsorsium Astagraphia.
(7)
Meski pekerjaan PNRI tidak sesuai
target dan tidak sesuai kontrak, Irman dan Sugiharto justru memerintahkan
panitia pemeriksa dan penerima hasil membuat berita acara yang disesuaikan
dengan target dalam kontrak sehingga seolah-olah konsorsium PNRI telah
melakukan pekerjaan sesuai target.
c. Gratifikasi Ilegal
Gratifikasi
Ilegal merupakan pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari
penyuapan. Hal ini melibatkan pemberian, penerimaan, penawaran, atau permohonan
sesuatu yang berharga karena tindakan resmi yang telah dilakukan. Ini mirip
dengan penyuapan, tetapi transaksinya terjadi setelah fakta pekerjaan tersebut
dilakukan.
Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Undang-Undang Tipikor), gratifikasi didefinisikan sebagai,
“Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitaspenginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.”
Dalam
kasus E-KTP pelaku Andi Agustinus
telah melakukan tindakan gratifikasi illegal dengan motif pemberian uang kepada
seseorang memiliki hubungan relasi kuasa yang bersifat strategis. Maksudnya
disini adalah terdapat kaitan berkenaan dengan/ menyangkut akses ke aset-aset
dan control atas aset sumber daya strategis ekonomi, politik, sosial, dan
budaya yang dimiliki oleh orang tersebut. Misalnya panitia pengadaan barang dan
jasa atau lainnya.
Tindakan
Andi Agustinus dengan motif memberikan uang sebesar 1,5 juta dolar AS kepada
Irman dan Sugiharto untuk mempengaruhi keputusannya dalam melakukan pemenang
pelelangan pengadaan proyek E-KTP.
Tujuannya agar Andi dapat menjadi sub kontraktor dalam proyek tersebut.
Pemberian ini tergolong gratifikasi illegal karena diberikan secara diam-diam
(rahasia) kepada Irman dan Sugiharto. Selain itu tindakan gratifikasi juga
dilakukan kepada anggota DPR untuk memuluskan proyek E-KTP.
d. Pemerasan Ekonomi
Dalam
sub skema ini melibatkan Markus Nari untuk memuluskan pembahasan dan penambahan
anggran proyek E-KTP di DPR. Oleh
karena itu, Markus meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar atas tindakan
yang dilakukan tersebut. Markus juga menghalagi atau merintangi penyidikan yang
dilakukan KPK. Selain itu, Markus diduga memengaruhi anggota DPR Miryam S
Haryani untuk memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus korupsi
E-KTP.
B. Red Flags yang muncul dalam Kasus E-KTP
1. Red Flags dari Skema Konflik
Kepentingan
Kecurangan
konflik kepentingan melibatkan karyawan yang memiliki hubungan dengan pihak
ketiga dimana karyawan dan atau pihak ketiga memperoleh keuangan keuntungan.
Penipu menggunakan pengaruh untuk kepentingan pihak ketiga karena kepentingan
pribadi ini pada pihak ketiga. Red Flags yang timbul dalam kasus E-KTP adalah sebagai berikut:
a)
Terjadi transaksi dalam jumlah besar
secara tunai maupun transfer kepada Anggota DPR, Kemendagri, dan Andi
Agustinus.
Terjadinya
transfer yang tidak biasa (dalam jumlah besar) ke rekening Irman dan Sugiharto.
Irman mendapatkan sejumlah uang atas perbuatannya tersebut sebesar Rp2,371
miliar, 877,7 ribu dolar AS dan 6 ribu dolar singapura. Selain itu, Sugiharto
menerima sejumlah 3.474.830 dolar AS. Pemberian uang juga dilakukan kepada
anggota DPR dan Kemendagri serta perusahaan korporasi.
b)
Penemuan hubungan antara karyawan dengan
atasan dan pihak ketiga
·
Penemuan hubungan baik antara Sugiharto
selaku Pejabat Pembuat Komitmen Dukcapil kemendagri dengan atasannya Irman
selaku Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri. Selain itu, hubungan Andi
Agustinus dengan Irman dan Sugiharto terungkap telah mendapat aliran dana atas
pemenangan lelang yang diiniasi oleh Andi.
·
Terungkapnya hubungan rahasia antara
Andi Agustinus dengan Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar. Mereka
bekerja sama dalam mengkondisikan perusahaan pemenang lelang pengadaan E-KTP.
c)
Pemisahan tugas yang lemah dalam
menetapkan kontrak dan menyetujui proses lelang.
Tersangka
Irman, Sugiharto, dan Andi mengabaikan prosedur demi memenangkan pelelangan
pengadaan E-KTP. Dalam proses
pelelangan yang dilakukan telah diketahui bahwa evaluasi teknik uji coba alat
dan “output” tidak ada peserta lelang yang dapat memenuhi kriteria keamanan
wajib. Namun, para pelaku Irman dan Sugiharto tetap meloloskan konsorsium PNRI
dan Astragraphia. Oleh karena pemisahan tugas yang lemah tersebut menyebabkan
terpilihnya PNRI tidak sesuai prosedur yang benar.
d)
Kecurangan dalam pencatatan transaksi
Kecurangan
ini dilakukan dalam pekerjaan PNRI yang tidak memenuhi target dan tidak sesuai
kontrak. Para tersangka membuat berita acara yang tidak benar seolah-olah
konsorsium PNRI telah melakukan pekerjaan sesuai target.
2. Red Flags dari Skema Penyuapan/ Bribery
a)
Perubahan Gaya Hidup
·
Andi Agustinus memberikan puluhan aset
kepada istrinya Inayah untuk dikelola seperti rumah, bangunan serta tanah.
·
Andi memiliki satu unit Toyota Alphard
B-30.
·
Andi membantu istrinya dalam membuka
berbagai usaha seperti usaha kos-kosan dan salon. Selain itu, membuat
perusahaan baru yakni PT Selaras Clorin Pratama, PT Inayah Properti Indonesia.
Kemudian PT Prasetya Putra Naya yang diatasnamakan adik Inayah Raden Gede
sebagai pemilik perusahaan.
b)
Hubungan antara Andi Agustinus dengan
Anggota DPR dan Kemendagri.
Hubungan
baik yang terjadi pada Andi dengan para DPR dan Kemendagri adalah untuk
melancarkan pengadaan proyek E-KTP.
Para anggota DPR dan Kemendagri menerima aliran dana yang berasal dari
perusahaan rekanan.
c)
Kurangnya review atas persetujuan
manajemen terhadap laporan anggaran proyek E-KTP.
Pihak
pemerintah kurang melakukan review atas kelengkapan laporan anggran proyek E-KTP yang telah dibuat. Hal tersebut
karena tersangka telah melakukan suap terhadap pihak yang memeriksa laporan
agar anggran tersebut dapat dinaikkan.
3. Red Flags dari Skema Gratifikasi
Ilegal
·
Adanya pertemuan rahasia yang dilakukan
di rumah toko Fatmawati milik Andi Agustinus untuk membahas proses lelang dan
pengadaan oleh Irman dan Sugiharto yang dipimpin oleh Andi Agustinus.
·
Adanya anomali dalam menyetujui vendor
yakni terpilihnya PNRI tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
4. Red Flags dari Skema Pemerasan
Ekonomi
·
Dalam skema ini red flags yang muncul
adalah adanya hubungan rahasia antara Irman dengan Markus Nari.
·
Anggaran dalam proyek E-KTP tinggi, tidak sesuai dengan
realisasinya. Hal ini terjadi karena peran Markus Nari dalam skandal kasus E-KTP berperan sebagai memuluskan
pembahasan dan penambahan anggaran proyek pengadaan E-KTP.
1 Tanggapan untuk "AKUNTANSI FORENSIK “ANALISIS KASUS E-KTP”"
Did you realize there is a 12 word phrase you can communicate to your man... that will induce intense feelings of love and impulsive appeal to you buried inside his heart?
Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, cherish and care for you with his entire heart...
=====> 12 Words That Trigger A Man's Love Instinct
This impulse is so hardwired into a man's brain that it will make him try better than ever before to make your relationship the best part of both of your lives.
In fact, triggering this mighty impulse is absolutely mandatory to achieving the best ever relationship with your man that the instance you send your man one of these "Secret Signals"...
...You'll soon notice him expose his mind and heart for you in a way he haven't expressed before and he'll distinguish you as the one and only woman in the world who has ever truly appealed to him.
Post a Comment