AKUNTANSI FORENSIK “ANALISIS KASUS HAMBALANG”


AKUNTANSI FORENSIK
“ANALISIS KASUS HAMBALANG”




OLEH:
NAMA           : LUH PUTU SUDIARTINI
NIM                : 1417051206
KELAS          : VII G


AKUNTANSI PROGRAM S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2017


1.      Skema Fraud yang Ada dalam Kasus Hambalang
Dalam kasus Hambalang tersebut termasuk ke dalam skema korupsi, kasus Hambalang masuk ke dalam kategori gratifikasi ilegal, penyuapan dan konflik kepentingan. Gratifikasi ilegal merupakan pemberian yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Pemberian hadiah pada gratifikasi illegal diberikan saat kesepatakan telah usai dibuat. Penyuapan dapat didefinisikan sebagai penawaran, pemberian, penerimaan, atau pemberian sesuatu yang berharga untuk mempengaruhi tindakan resmi atau keputusan bisnis. Sedangkan konflik kepentingan terjadi ketika seorang karyawan, manajer, atau eksekutif memiliki kepentingan ekonomi atau pribadi yang tidak diketahui dalam sebuah transaksi yang berdampak buruk pada perusahaan tersebut.
  1. Gratifikasi Ilegal dalam kasus Hambalang
Pemberian hadiah pada gratifikasi illegal diberikan saat kesepatakan telah usai dibuat. Dalam kasus Hambalang adanya gratifikasi ilegal berupa penerimaan uang dan barang berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar yang diterima oleh Anas Urbaningrum terkait perannya dalam proyek Hambalang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya krologi berikut:
-          Pada tanggal 22 Februari 2013 KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum, Anas diduga menerima gratifikasi berupa barang dan uang, terkait dengan perannya dalam proyek Hambalang. Anas juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.          
-          Adanya gratifikasi illegal pada kasus Hambalang berupa pemberian dana terimakasih senilai RP 100 miliar atas kemenangan PT Adhi Karya saat dilakukan tender. Hal ini dapat didukung dari pernyaataan berikut:
Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100 miliar.
Selain hal itu, gratifikasi ilegal yang terjadi pada kasus Hambalang dapat dilihat dari ketika PT Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah senilai Rp 63 miliar.
  1. Penyuapan dalam kasus Hambalang
Selain adanya gratifikasi ilegal, dalam kasus Hambalang juga terjadi kasus penyuapan. Penyuapan dapat didefinisikan sebagai penawaran, pemberian, penerimaan, atau pemberian sesuatu yang berharga untuk mempengaruhi tindakan resmi atau keputusan bisnis. Penyuapan dalam kasus pernyataan Nazar yaitu adanya pembagian uang sebesar 100 miliar yang dibagi-bagikan dari hasil korupsi, meskipun jumlah tersebut telah dibantah oleh Anas namun tetap saja kasus tersubut merupakan penyuapan. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan berikut:
-          Pada Tanggal 8 Februari 2012 Nazar menyatakan bahwa ada uang Rp 100 miliar yang dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp 50 miliar digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanya Rp 50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Alfian Mallarangeng.
-          Pada Tanggal 9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan berkata dengan tegas, "Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas.
c.       Konflik kepentingan dalam kasus Hambalang
         Konflik kepentingan juga terjadi pada kasus Hambalang, konflik kepentingan merupakan suatu benturan kepentingan terjadi ketika seorang karyawan, manajer, atau eksekutif memiliki kepentingan ekonomi atau pribadi yang tidak diketahui dalam sebuah transaksi yang berdampak buruk pada perusahaan tersebut. Dimana kasus Hambalang bermula terjadi karena adanya ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional dan baru terealisasi pada saat Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Andi Alfian Mallarangeng dengan terpilihnya wilayah untuk membangun di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Untuk merealisasikan pembangunan ini, maka pemilihan tender pun dilaksanakan. Akan tetapi, pemilihan tender telah terjadi konflik kepentingan dalam kasus Hambalang. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut “Diketahui, tender proyek ini dipegang oleh kontraktor dimana mereka merupakan BUMN, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang diduga mensub-tenderkan sebagian proyek kepada PT Dutasari Citralaras senilai 300 M ”.  Kemenangan tender proyek yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya diduga diatur oleh Anas Urbaningrum bersama Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso yang merupakan Direktur PT Dutasari Citralaras sehingga selain menjadikan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya sebagai tender proyek, juga menjadikan sebagai PT Dutasari Citralaras sub kontraktor karena dalam perusahaan tersebut terdapat teman dan istri dari Anas Urbaningrum.
         Dalam kasus ini telah terjadi benturan kepentingan dalam pemilihan tender karena Anas Urbaningrum memanfaatkan pengaruh yang dimilikinya untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Disini adanya konflik kepentingan akibat persoalan tanah tersebut, seharusnya tanah yang dipilih tersebut tidak bisa dilanjutkan untuk dibanguni karena lokasinya yang rawan, namun karena adanya kepentingan pribadi Anas Urbaningrum diduga mengatur sertifikasi tanah tersebut dari ilegal menjadi legal bersama Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso. Karena kerjasama tersebut masalah sertifikasi tersebut akhirnya berhasil diselesaikan.

2.      Red Flags yang seharusnya mencul pada kasus Hambalang
a.      Red Flag Skema Gratifikasi Ilegal
1)      Gratifikasi ilegal yaitu pemberian yang diberikan setelah keputusan resmi dikeluarkan sebagai tanda terima kasih atas kesepakatan yang telah selesai. Red flag skema gratifikasi illegal dalam kasus Hambalang dapat dilihat dari adanya perubahan gaya hidup Anas setelah mendapatkan bagian sebesar Rp 50 miliar yang digunakan untuk pemenangannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan juga mendapatkan barang berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.
2)      Red flag skema gratifikasi illegal bisa dilihat dari pemberian dana terimakasih, yakni PT Adhi Karya menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100 miliar atas kemenangannya saat dilakukan tender.
3)      Selain itu, red flag pada skema gratifikasi ilegal pada kasus Hambalang juga dapat dilihat dari adanya hubungan antara PT Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah senilai Rp 63 miliar. Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri Anas.
b.      Red Flag Skema Penyuapan
1)      Red flag pada skema penyuapan dalam kasus Hambalang dapat dilihat dari adanya tender yang dilakukan, pemenang dari tender tersebut adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, kemudian PT Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah senilai Rp 63 miliar, perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri Anas.
2)      Red Flag yang seharusnya muncul pada skema penyuapan dalam kasus Hambalang yaitu adanya hubungan pertemuan antara peserta lelang dengan panitia pengadaan untuk menentukan pemenang lelang. Diduga yang mengatur pemenangan ini adalah Anas Urbaningrum bersama Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso.
c.       Red Flag Skema Konflik Kepentingan
1)      Red flag skema konflik kepentingan dalam kasus Hambalang yaitu adanya hubungan antara PT Dutasari Citalaras yang Mahfud dan dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri Anas.
2)      Terungkapnya hubungan antara para pelaku kecurangan setelah Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ditangkap. Nazar mengungkap berbagai aktifitas korupsi pada proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat lainnya seperti Anas Urbaningrum, Andi Alfian Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.
Dalam Red flag tentu adanya motif dari pemberian hadiah yang diberikan oleh pihak pemberi, berikut red flag secara umum yang seharusnya mucul pada kasus Hambalang:
a.       Anomali dalam menyetujui vendor Pemilihan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tidak sesuai prosedur yang ada yaitu meliputi:Menggunakan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi pra kualifikasi antara PT Adhi Karya/PT Wijaya Karya dengan rekanan lain
b.      Hubungan antara karyawan kunci dan vendor resmi
c.       Anomali dalam pencatatan transaksi
d.      Kelemahan Pengecekan Ulang Persetujuan
e.       Spesific Red Flags dalam kasus Hambalang secara spesifik masuk ke skema korupsi, yaitu :
1)      Pemisahan tugas yang lemah dalam menentukan kontrak dan menyetujui faktur
2)      Transaksi dalam jumlah besar dengan vendor
3)      Penemuan hubungan antara karyawan dan pihak ketiga yang tidak diketahui

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "AKUNTANSI FORENSIK “ANALISIS KASUS HAMBALANG”"

Postingan Populer