Mengenal sistem
dan Prospek Bank Syariah tahun 2016
Oleh : Ni
Luh Junia Purnami
Berbicara mengenai perbankan
sudah tidak asing lagi dengan istilah bunga dan bagi hasil. Istilah bunga biasanya
digunakan oleh bank konvensional sedangkan istilah bagi hasil biasanya digunakan
oleh bank penganut prinsip syariah. Hadirnya bank syariah di dunia ini salah
satu penyemangatnya adalah timbulnya suatu pemikiran bahwa system bunga yang
dijalankan oleh lembaga keuangan konvensional adalah haram. Asal mula munculnya
Bank Syariah adalah di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an. Pakistan
merupakan Negara pelopor utama dalam melaksanakan system perbankan syariah.
Pakistan mampu mengkonversi seluruh system perbankan menjadi system perbankan
syariah, menghapus system bunga dengan memberikan pinjaman tanpa bunga kepada
petani dan nelayan. Di Malaysia Bank Syariah lahir pada tahun 1983 yaitu
berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan Bank Bumi Putera Muamalah pada
tahun 1999. Bank Syariah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga
sampai ke Indonesia pada awal tahun 1990-an.
Dalam historisnya di Indonesia,
perbankan syariah lahir dari rahim MUI yang secara formal ditandai dengan
berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. BMI sebagai bank
syariah pertama boleh dikatakan sebagai anak emas dari hasil kerja keras Tim
Perbankan, yang dibentuk MUI. Bank yang didasarkan pada Konsep Islam ini memberikan respon positif di Indonesia. Hasil
survei yang dilakukan Bank Indonesia selama kurun waktu 2001-2004, bahwa
tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah semakin
meningkat dari tahun ke tahun, dengan pertumbuhan yang signifikan (Laporan BI :
2005). Terutama semenjak diberlakukannya UU No 10 Tahun 1998, yang mengatur
dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dijalankan
perbankan syariah, serta memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk
membuka cabang syariah seperti puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota lainnya.
Banyak orang yang masih belum
paham mengenai perbedaan bank syariah dan konvensional. Hal ini memang tidak
mengherankan karena seringkali banyak orang sulit memahami istilah baru
digunakan oleh bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini
didasarkan pada Prinsip Bank Syariah yang menggunakan istilah-istilah Islami
dalam penamaan produk mereka sesuai dengan Syariat Islam. Produk Bank Syariah
tidak kalah menarik dengan produk yang ditawarkan oleh bank konvensional. Hal
utama yang membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah pada
Bank Syariah dikenal dengan system bagi hasilnya sedangakan pada Bank
Konvensional dikenal dengan system bunga. Proses menghimpun dana dalam Bank
Syariah dikenal dengan Konsep Al Wadiah (Giro) dan Al Mudharabah (Tabungan)
sedangkan Proses penyaluran dana dikenal dengan Konsep Bagi Hasil (Mudharabah
&Musyarakah), Jual Beli (Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah), dan
Jasa(Qardh, Hawalah, Kafalah, Wakalah, Rahn). Pada Bank Konvensional proses
menghimpun dana dikenal dengan istilah giro dan tabungan/Deposito sedangkan
Proses penyaluran dananya dengan bunga yang telah ditentuka di muka.
Banyak masyarakat yang selama ini
masih mengira bahwa bunga dan bagi hasil sama. Padahal ada beberapa perbedaan
mendasar antara keduanya. Untuk dapat menjawab masalah tersebut perlunya
masyarakat mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang menjadi pembeda antara
system bunga pada bank konvensional dengan system bagi hasil pada bank syariah
adalah :
1.
Berdasarkan
pada penentuan besar imbalan, pada sistem bunga tingkat bunga ditetapkan di
muka sedangkan pada system bagi hasil ditetapkan sesudah dilakukannya usaha
yang memperoleh keuntungan.
2.
Berdasarkan
besarnya imbalan, pada system bunga mengunakan perhitungan persentase bunga
dikalikan dengan jumlah pinjaman sedangkan pada system bagi hasil menggunakan
proporsi pembagian keuntungan misalnya 60:40, 70:30 dst.
3.
Berdasarkan
kerugian, pada system bunga kerugian ditanggung oleh nasabah sedangkan system
bagi hasil ditanggung oleh dua pihak yaitu nasabah dan lembaga.
4.
Berdasarkan
Penghitungan Imbalan, system bunga dihitung dari jumlah pinjaman/pembiayaan
sedangkan system bagi hasil dari hasil keuntungan.
5.
Berdasarkan
titik perhatian usaha/proyek, system bunga sudah pasti menguntungkan pihak bank
sedangkan system bagi hasil keberhasilan dan kerugian secara bersama
Sebagai Negara dengan penduduk
muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor pengembangan
industry keuangan syariah di dunia. Halim (2012) dalam sebuah kajiannya
menyatakan bahwa peningkatan peranan industri keuangan syariah Indonesia menuju
global player juga terlihat dari meningkatnya ranking total aset keuangan
syariah dari urutan ke-17 pada tahun 2009 menjadi urutan ke-13 pada tahun 2010
dengan nilai aset sebesar US$7,2 miliar.
Terdapat
beberapa faktor yang secara signifikan menjadi pendorong peningkatan kinerja
industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan penghimpunan dana maupun
penyaluran pembiayaan. Pertama, ekspansi jaringan kantor perbankan
syariah mengingat kedekatan kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening di bank
syariah. Kedua, gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai produk dan layanan perbankan syariah semakin meningkatkan
kesadaran dan minat masyarakat. Ketiga, upaya peningkatan kualitas
layanan (service excellent) perbankan syariah agar dapat disejajarkan
dengan layanan perbankan konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses
teknologi informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile
banking maupun internet banking. Untuk mendukung hal ini, secara
khusus Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang menjadi induk bank
syariah agar mendorong pengembangan jaringan teknologi informasi bagi BUS dan
UUS yang menjadi anak usahanya. Faktor keempat adalah pengesahan
beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan
aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8
tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa. Sementara penerbitan sukuk oleh
pemerintah sebagai implementasi dari UU Sukuk menambah outlet penempatan
dana perbankan syariah dalam rangka pengelolaan likuiditas.
Memasuki tahun 2016 yang penuh tantangan, bank-bank syariah
harus memiliki produk inovatif yang makin beragam agar bisa bersaing dan
berkembang dengan baik. Upaya ini mutlak dilakukan karena bank syariah
akhir-akhir ini mengalami pelambatan pertumbuhan bahkan penurunan market share dibanding bank konvensional.
Inovasi produk bank syariah adalah sebuah keniscayaan, agar bank syariah bisa
kembali tumbuh dan bersaing dengan perbankan konvensional maupun lembaga lain.
Inovasi produk juga sangat dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan bisnis yang
terus berubah.
Sebenarnya banyak peluang bisnis yang menguntungkan bagi
perbankan syariah, seperti hybrid take over dan refinancing, sindicated financing, trade finance, KPRS indent, pembiayaan reimburs, IMBT dan Ijarah Maushifah fiz Zimmah, Margin During Construction (MDC), restrukturisasi dengan konversi
akad, dan Musyarakah Mutanaqishah. Khusus musyarakah mutanaqishah dapat diterapkan
dalam 11 produk dan kebutuhan bisnis nasabah. Namun bank-bank syariah umumnya
belum mengembangkan produk-produk ini.
Inovasi juga harus dilakukan agar produk bank syariah tidak
monoton dan dominan murabahah di tengah bervaraisinya kebutuhan bisnis
masyarakat. Sekedar contoh, untuk pembiayaan KPR Syariah yang jangka panjang,
mayoritas bank syariah masih menggunakan akad yang kurang tepat,
yaitu murabahah. Ketidak tepatan ini dikarenakan harga
KPR akan menjadi jauh lebih mahal dibanding konvensional sebagai akibat
antisipasi fluktuasi harga di masa depan.
Di sisi lain,
masih sedikit bank syariah yang mengembangkan pembiayaan Rekening Koran
Syaria, bithaqah
al-iktiman (Kartu
Pembiayaan) atau factoring (anjak piutang) syariah. Dari sisi funding,
bank-bank syariah juga perlu memahami Profit
Equalization Reserve / income smoothing. Sedangkan untuk treasury products, bank-bank syariah perlu memahami
masalah hedging syariah dan sistem atau
mekanismecomodity syariah yang
sebenarnya menggunakan tawarruq. Selain isu-isu inovasi tersebut, perlu
dipahami pula bahwa salah satu metode syariah untuk mengembangkan
produk bank syariah adalah menerapkan teori al-‘ukud al-murakkabah (hybrid contracts). Maka dalam forum
ini teori dan praktik hybrid contracts juga akan dibahas.
Pemerintah
melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sering kali mendorong perbankan
syariah untuk menciptakan produk-produk yang inovatif dan unggulan.
Keharusan Inovasi produk bahkan dimasukkan dalam Roadmap perbankan syariah
2015-2019 yang diterbitkan OJK.
Di
tengah perkembangan industri perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu
disadari masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan
syariah dapat meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya
secara berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan dalam jangka pendek (immediate)
antara lain:
1. Pemenuhan gap
sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas. Industri perbankan syariah secara
bersama-sama juga dapat melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis
keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan ‘link and match’ dengan
dunia pendidikan.
2.
Inovasi
pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis
kekhususan kebutuhan masyarakat
3.
Inovasi
pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis
kekhususan kebutuhan masyarakat.
Sementara tantangan yang harus
diselesaikan dalam jangka panjang antara lain:
1.
Perlunya
kerangka hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan keuangan syariah secara
komprehensif.
2.
Perlunya
kodifikasi produk dan standar regulasi yang bersifat nasional dan global untuk
menjembatani perbedaan dalam ‘fiqh muammalah’.
3.
erlunya
referensi nilai imbal hasil (rate of return) bagi keuangan syariah. Nilai
imbal hasil yang dibagikan (sharing) dalam sistem keuangan syariah,
termasuk perbankan syariah, hendaknya merupakan hasil yang nyata dari aktivitas
bisnis.
Selain tantangan
yang harus diselesaikan oleh bank syariah dalam jangka pendek maupun jangka
panjang Tantangan
terbesar yang dihadapi bank syariah adalah menyambut MEA 2016. Tercatat bahwa Industri
perbankan syariah terbesar di Indonesia saat ini belum ada yang mampu masuk ke
dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Sementara tiga
bank syariah Malaysia mampu masuk ke dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa skala ekonomi bank syariah Indonesia masih kalah dengan bank syariah
Malaysia yang akan menjadi kompetitor utama. Belum tercapainya skala ekonomi
tersebut membuat operasional bank syariah di Indonesia kalah efisien, terlebih
sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang
membutuhkan biaya investasi infrastruktur yang cukup signifikan. Tingginya inflasi di tahun 2016 berdampak pada
bank syariah yang harus berhati hati dalam menyalurkan pembiayaan dan memilih
mitra bisnis yang tepat.
Referensi
:
Agustianto.
2015. TRAINING DAN WORKSHOP INOVASI PRODUK PERBANKAN
SYARIAH 18 – 19 Desember 2015 di Bandung. http://www.agustiantocentre.com/?p=2033.
Tanggal : 18 Desember 2015
Azwar.
2015. Industri Perbankan Syariah
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 : Peluang dan Tantangan
Kontemporer. http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/20434-industri-perbankan-syariah-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015-peluang-dan-tantangan-kontemporer
. Tanggal : 17 Des 2015
Ismail.
2011. Perbankan Syariah.Jakarta :
Kencana
Sumar’in.
2012. Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta
: Graha Ilmu
Belum ada tanggapan untuk "Essay : Mengenal sistem dan Prospek Bank Syariah tahun 2016"
Post a Comment