BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
dunia bisnis atau ekonomi, kata saham tidaklah asing lagi bagi kebanyakan
masyarakat. Investasi pada saham merupakan investasi yang mulai diminati oleh
investor akhir-akhir ini. Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam
berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah
perusahaan. Saham yang diterbitkan oleh suatu perusahaan dapat berupa saham
biasa (common stock) dan saham
preferen (preferred stock).
Saham
preferen mempunyai hak–hak prioritas lebih dari saham biasa. Hak-hak prioritas
dari saham preferen yaitu hak atas deviden yang tetap dan hak terhadap aktiva
jika terjadi likuidasi. Akan tetapi, saham preferen umumnya tidak mempunyai hak
veto seperti yang dimiliki oleh saham biasa. (Hartono, 2010:111)
Dengan
berinvestasi pada saham, maka investor akan memperoleh keuntungan berupa
deviden dan capital gain. Selain itu,
tidak menutup kemungkinan investor juga akan mendapat Saham bonus yaitu saham yang dibagikan perusahaan kepada
pemegang saham yang diambil dari agio saham.
Namun,
dalam melakukan investasi di pasar modal, seorang investor harus memliki
kemampuan analisis yang cukup baik untuk dapat melakukan interepretasi situasi
dan kondisi yang ada di masyarakat. Terutama pada masa krisis dimana nilai
saham cenderung melemah, investor harus lebih selektif dalam memilih saham mana
yang memiliki fundamental yang masih cukup kuat dan baik untuk dibeli atau
ditahan. (Herdamang, 2010:1)
Inti
dari seluruh investasi adalah buy
low sell high. Dengan demikian maka investor harus cermat dalam
menentukan apakah nilai saham yang akan diinvestasikan masih cukup murah atau
sudah terlalu tinggi. (Herdamang, 2010:1)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Saham
Ada 3 pengertian saham diantaranya adalah:
a.
Tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana
pada sutau perusahaan.
b.
Kertas yang tercantum dengan jelas nilai
nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan
kepada setiap pemegangnya.
c.
Persediaan yang siap dijual (Fahmihal, :81)
Suatu perusahaan dapat menjual
saham (stock). Jika perusahaan
megeluarkan satu kelas saham saja, saham ini dinamakan dengan saham biasa common stock. Untuk menarik investor
dalam menanamkan modalnya maka perusahaan juga bisa mengeluarkan kelas lain
dari saham yang disebut dengan saham preferen (preferred stock). (Hartono, 2010:111)
2.1.1 Pengertian
common stock (saham biasa)
Common stock (saham
biasa) adalah suatu surat berharga yang dijual oleh perusahaan, dimana
pemegangnya diberi hak untuk mengikuti RUPS (rapat umum pemegang saham) dan
RUPSLB (rapat umum pemegang saham luar biasa). (Fahmihal, :81)
Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan mewakilkan
kepada manajemen untuk menjalankan oprasi perusahaan. Pemegang saham biasanya
mempunyai beberapa hak diantanya adalah:
a.
Hak Kontrol
Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk
memilih dewan direksi. Artinya pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol
siapa yang akan memimpin perusahaanya.
b.
Hak menerima pembagian keuntungan
Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham
biasa berhak mendapat bagian dari keuntungan perusahaan. Tidak semua laba akan
dibagikan, tetapi sebagian laba tersebut akan ditanamkan kembali kedalam
perusahaan.
c.
Hak preemptif
Merupakan hak untuk mendapatkan presentasi
pemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham, maka
jumlah saham yang beredar akan lebih banyak dan akibatnya presentase
kepemilikan pemegang saham yang lama akan turun.
Jenis-jenis saham biasa
Common stock (saham
biasa) adalah memiliki kelebihan dibandingkan preferen stock terutama dalam rapat umum pemegang saham yang
otomatis memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk ikut serta dalam menentukan
berbagai kebijakan perusahaan.
Common stock ini memiliki
beberapa jenis yaitu:
a.
Blue
chip stock (saham unggulan): adalah saham dari perusahaan dan yang
dikenal secara nasional dan memiliki sejarah laba, pertumbuhan, dan manajemen
yang berkualitas.
b.
Growth
stock: adalah saham-saham yang diharapkan memberikan pertumbuhan laba
yang tinggi
c.
Defensive
stock: adalah saham-saham yang cenderung lebih stabil
d.
Cyclical
stock: adalahs ekuritas yang cenderung naik nilainya secara cepat
saat ekonomi semarak dan jatuh dengan cepat saat ekonomi lesu
f.
Speculative
stock: adalah saham yang kondisinya memiliki tingkat spekulasi
yang tinggi kemungkinan tingkat pengembalian hasilnya rendah atau negatif
2.1.2
Preferred stock (saham istimewa)
Preferred stock (saham
istimewa) adalah saham yang mempunyai sifat gabungan anatara obligasi dan saham
biasa. Seperti obligasi yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga
memberikan hasil yang tetap berupa deviden preferen. Dibandingkan dengan saham biasa,
saham preferen memiliki beberapa hak yaitu hak atas deviden tetap dan hak pembayaran
terlebih dahulu jika terja dilikuidasi.
Keuntungan yang diperoleh dari common stock adalah lebih tinggi dibandingkan dari preferred stock. Perolehan keuntungan tersebut
juga diikuti oleh tingginya resiko yang akan diterima nantinya.
2.2
Jenis Deviden
dan Pembayarannya
Pembayaran deviden dapat dilakukan dalam bentuk tunai namun juga
ada pembayaran deviden dalam bentuk pemberian saham, bahkan tidak jarang dalam bentuk
property. Ada beberapa deviden yang merupakan realisasi dan pembayaran deviden,
yaitu:
a.
Deviden tunai: deviden yang dinyatakan dan dibayar
kan pada jangka waktu tertentu.
b.
Deviden property: suatu distribusi keuntungan perusahaan
dalam bentuk property atau barang.
c.
Deviden likuidasi: distribusi kekayaan perusahaan
kepada pemegang saham dalam hal perusahaan tersebut likuidasi (Fahmihal, :84)
2.3
Apa
yang menentukan saham naik dan turun
a.
Kondisi mikro dan makro ekonomi
b.
Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi
c.
Pergantian direksi secara tiba-tiba
d.
Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan
e.
Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan
kondisi teknikal jual beli saham.
2.4
Nilai
Buku dan Nilai-Nilai yang Berhubungan
2.4.1 Nilai Nominal
Nilai nominal (par value) dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang
ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham. Kepentingan dari nilai nominal ini
adalah untuk kaitannya dengan hukum. Nilai nominal ini merupakan modal per
lembar yang secara hukum harus di tahan di perusahaan untuk proteksi kepada
kreditor yang tidak dapat diambil oleh pemegang saham. Kadang kala suatu saham
tidak mempunyai nilai nominal (no-par
value stock). Untuk saham yang tidak mempunyai nilai nominal, dewan direksi
umumnya menetapkapkan nilai sendiri (stated
value) per lembarnya. Jika tidak ada nilai yang di tetapkan, maka yang
dianggap sebagai modal secara hukum adalah semua penerimaan bersih yang
diterima oleh emitmen pada waktu mengeluarkan saham yang bersangkutan. (Hartono,
2010:122)
2.4.2 Agio Saham
Agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value) merupakan
selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan dengan nilai nominal
sahamnya. Misal nilai nominal saham perlembar adalah Rp 5.000,- dan saham ini
dijual sebesar Rp 8.000,- per lembar, maka agio saham perlembar adalah sebesar
Rp 3000,-. Agio saham ditampilkan di neraca dalam nilai totalnya yaitu agio per
lembar dikalikan dengan jumlah lembar yang dijual. (Hartono, 2010:123)
2.4.3 Nilai Modal Disetor
Nilai Modal Disetor (paid in capital) merupakan total yang
dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan
saham preferen atau dengan saham biasa. Nilai modal di setor merupakan
penjumlahan total nilai nominal ditambah dengan agio saham. Jika perusahaan
mengeluarkan dua kelas saham, yaitu saham preferen dan saham biasa, saham
preferen disajikan terlebih dahulu diikuti oleh saham biasa di neraca untuk
menunjukkan urutan haknya. (Hartono, 2010:123)
2.4.4 Laba Ditahan
Laba ditahan (retained earnings) merupakan laba yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham. Laba yang di bagi ini di investasikan kembali ke perusahaan
sebagai sumber dana internal. Laba ditahan dalam penyajiannya di neraca
menambah modal yang disetor. Karena laba yang ditahan ini milik pemegang saham
yang berupa keuntungan tidak dibagikan, maka nilai ini juga akan menambah
ekuitas pemilik saham di neraca. (Hartono, 2010:124)
2.4.5 Nilai Buku
Nilai buku (book value) per lembar aham menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh pemegang
saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama
dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku per lembar saham adalah
total ekuitas di bagi dengan jumalh saham yang beredar.
Jika perusahaan mempunyai dua macam kelas saham, yaitu saham
preferen dan saham biasa,maka perhitungan nilai buku per lembar untuk
maisng-masing kelas saham ini lebih rumit dibandingkan jika hanya mempunyai
saham biasa saja. Perhitungan nilai buku per lembar saham untuk dua macam kelas
saham adalah sebagai berikut ini :
1.
Hitung
nilai ekuitas saham preferen
Nilai
ekuitas dihitung dengan mengalikan nilai tebus (call price) ditambah dengan dividen yang di arrears dengan lembar saham preferen yang beredar. Jika niali tebus
tidak digunakan,maka nilai nominal yang digunakan. Di dalam perhitungan ini, agio
saham untuk saham preferen tidak dimasukkan, karena pemegang saham preferen
tidak mempunyai hak untuk agio ini walaupun berasal dari saham preferen, sehingga
nilai agio ini dimasukkan sebagai tambahan nilai ekuitas saham biasa.
2.
Hitung
nilai ekuitas saham biasa
Nilai
ekuitas saham biasa dihitung dengan mengurangi total ekuitas dengan niali
ekuitas saham preferen.
3.
Nilai
buku saham biasa dihitung dengan membagi nilai ekuitas saham biasa dengan
jumlah lembar saham biasa yang beredar. (Hartono, 2010:125)
2.5 Nilai
Pasar
Nilai pasar (market value) berbeda dengan nilai buku. Jika nilai buku merupakan
nilai yang dicatat pada saham yang dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar
adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang di tentukan
oleh pelaku pasar. Nilai pasar seperti ini ditentukan oleh permintaan dan
penawaran saham bersangkutan di pasar bursa. (Hartono, 2010:130)
2.6 Nilai Intrinsik
Beberapa pertanyaan mendasar sering
dilemparkan apakah harga saham di pasar mencerminkan nilai sebenarnya dari
perusahaan. Jika tidak, berapa nilai sebenarnya dari saham yang di perdagangkan
tersebut. Nilai seharusnya ini disebut dengan nilai fundamental atau nilai intrinsik.
Dua macam analisis yang banyak digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya dari
saham adalah analisis sekuritas fundamental atau analisis perusahaan dan
analisis teknis. Analisi fundamental menggunakan data fundamental, yaitu data
yang berasal dari keuangan perusahaan (misalnya laba, dividen yang dibayar, penjualan
dan lain sebagainya), sedangkan analisis teknis menggunakan data pasar dari
saham (misalnya harga dan volume transaksi saham) untuk mennetukan nilai dari
saham. Analisis teknis banyak digunakan oleh praktisi dalam menentukan harga
saham. Sedangkan analisis fundamental banyak digunakan oleh akademisi. Telah
diketahui bahwa analisis intrinsik mencoba menghitung nilai intrinsik dari
suatu saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan (sehingga disebut juga
dengan analisis perusahaan). Untuk analisis fundamental, ada dua pendekatan
untuk menghitung nilai intrinsik saham, yaitu dengan pendekatan nilai sekarang
dan pendekatan PER. (Hartono, 2010:130)
2.6.1 Pendekatan Nilai Sekarang
Pendekatan nilai sekarang juga
disebut dengan metode kapitalisasi laba (capitalization
of income method) karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa
depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang.Jika investor percaya bahwa
nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut dimasa
mendatang dan prosepk ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
aliran kas dimasa depan, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan
mendiskontokan nilai-nilai arus kas (cash
flow) dimasa depan menjadi nilai sekarang.
Arus kas merupakan komponen didalam
penentuan nilai perusahaan. Arus kas merupakan kas yang diterima oleh
perusahaan emiten. Sebagai intrinsik dari arus kas, laba perusahaan (earnings) juga dapat digunakan untuk
menghitung nilai perusahaan. Earnings
yang diperoleh oleh perusahaan dapat ditahan sebagai sumber dana internal (retained earnings) atau dibagikan dalam
bentuk deviden. Arus kas dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh
investor. Dengan alasan bahwa dividen merupakan satu-satunya arus pendapatan
yang diterima oleh investor, model diskonto dividen dapat digunakan sebagai
pengganti model diskonto arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham.
Bebrapa kasus dapat ditemui didalam
besarnya nilai dividen yang dibayarkan. Beberapa perusahaan membayar dividen
dengan besarnya yang tidak teratur dan beberapa perusahaan yang lain membayar
dividen yang nilai konsatn yang sama dari waktu ke waktu (disebut juga dengan
dividen tidak bertumbuh atau pertumbuhan nol) dan beberapa perusahaan yang lain
bahkan membayar dividen yang selalu naik dengan tingkat pertumbuhan yang
konstan. (Hartono, 2010:131)
Pembayaran Deviden Tidak Teratur
Kenyataanya beberapa perusahaan membayar deviden dengan
tidak teratur, yaitu deviden tiap-tiap periode tidak mempunyai pola yang jelas
bahkan untuk periode-periode tertentu tidak membayar deviden sama sekali
(misalnya dalam periode masa rugi atau dalam periode kesulitan likuiditas).
Deviden Konstan Tidak Bertumbuh
Umumnya perusahaan enggan memotong deviden karena
pengurangan deviden akan dianggap sebagai sinyal jelek oleh investor.
Perusahaan yang memotong deviden akan dianggap mengalami kesulitan likuiditas
sehingga perlu mendapatkan tambahan dana dengan memotong deviden. Perusahaan
emiten tidak ingin mengeluarkan sinyal seperti ini, sehingga jika tidak sangat
terpaksa sekali biasanya perusahaan tidak akan memotong devidennya. Hal yang
paling banyak ditemui adalah perusahaan yang membayar deviden yang konstan dari
waktu ke waktu untuk menunjukan bahwa likuiditas perusahaan dalam keadaan
stabil. Kasus deviden konstan umumnya dilakukan
untuk menilai saham preferen karena deviden saham preferen biasanya adalah
konstan yang umumnya dinyatakan dalam presentasi dari nilai nominalnya.
(Hartono, 2010:136)
Pertumbuhan Deviden yang Konstan
Bentuk lain
dari model diskonto deviden adalah untuk kasus deviden yang bertumbuh secara
konstan. Model pertumbuhan konstan (constant-growth
model) yang juga dikenal dengan model Gordon karena Myron J. Gordon
merupakan orang yang mengembangkan dan mengenalkan model ini. Asumsi dasar dari
model ini adalah k (suku bunga diskonto) harus lebih besar dari g (tingkat
pertumbuhan deviden). Jika k lebih kecil dari g maka nilai intrinsik saham
menjadi negatif yang merupakan nilai tidak realistis untuk suatu saham.
Demikian juga jika nilai k sama dengan g, maka (k – g) akan sama dengan nol dan
akibatnya nilai intrinsik saham akan sangat besar sekali bernilai tidak
terhingga yang juga merupakan nilai tidak realistis untuk suatu saham.
Menurut
Hartono (2010:139), Model pertumbuhan konstan (constant-growth model) menunjukkan hubungan antara harga saham
seharusnya (nilai intrinsik) dengan deviden per lembar, tingkat bunga diskonto
atau tingkat pengembalian yang diinginkan dan pertumbuhan deviden sebagai berikut:
1.
Hubungan
antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan deviden per lembar
adalah positif, yaitu semakin besar deviden yang dibayar, semakin besar harga
dari saham.
2.
Hubungan
antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan pertumbuhan deviden
adalah positif, yaitu semakin besar pertumbuhan deviden, semakin besar harga
dari saham.
3.
Hubungan
antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan tingkat bunga diskonto
adalah negatif, yaitu semakin besar tingkat bunga diskonto, semakin kecil harga
dari saham.
Harga Jual Akhir
Model diskonto deviden sebelumnya
mengasumsikan bahwa arus deviden sifatnya adalah infiniti, yaitu deviden
dibayar terus sampai periode ke-∞ (tak terhingga). Investor yang menyukai
deviden dan tidak akan menjual sahamnya akan menerima arus deviden seperti yang
diasumsikan di atas. Akan tetapi tidak semua investor menyukai deviden dan akan
memegang saham selamanya. Investor seperti ini biasanya mementingkan capital gain dibandingkan deviden.
Keuntungan modal (capital gain)
adalah keuntungan penjualan saham akibat selisih dari harga jual saham dengan
harga belinya. Untuk investor seperti ini harga jual akhir yang diterima perlu
dipertimbangkan sebagai arus kas yang harus masuk ke dalam rumus model deviden
diskonto sebelumnya. (Hartono, 2010: 142)
2.6.2 Pendekatan PER
Hartono
(2010:146) menyatakan bahwa, Alternatif lain selain menggunakan arus kas atau
arus deviden dalam menghitung nilai fundamental atau nilai intrinsik saham
adalah dengan menggunakan nilai laba perusahaan (earnings). Salah satu pendekatan yang popular yang menggunakan
nilai earnings untuk mengestimasi
nilai intrinsik adalah pendekatan PER (price
earnings ratio) atau disebut juga dengan pendekatan earnings multiplier. PER (price
earnings ratio) menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa
besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings. Misalnya, nilai PER adalah 5,
maka ini menunjukkan harga saham merupakan kelipatan dari 5 kali earnings perusahaan. Misalnya earnings yang digunakan adalah earnings tahunan atau semua earnings dibagikan dalam bentuk deviden,
maka nilai PER sebesar 5 juga menunjukkan lama investasi pembelian saham akan
kembali selama 5 tahun.
Menurut Hartono (2010:149), faktor-faktor
yang menentukan besarnya PER, yaitu:
1.
PER berhubungan positif dengan rasio pembayaran
deviden terhadap earnings.
2.
PER berhubungan negatif dengan tingkat
pengembalian yang diinginkan.
3.
PER berhubungan positif dengan tingkat
pertumbuhan deviden.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Saham adalah satuan nilai atau
pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian
kepemilikan sebuah perusahaan. Saham dibagi menjadi dua, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Keuntungan yang
diperoleh dari kepemilikan saham yaitu berupa deviden dan capital gain. Untuk menghitung nilai buku suatu saham beberapa
nilai yang berhubungan dengannya perlu diketahui, seperti nilai nominal (par value), agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value), nilai modal
yang disetor (paid-in capital), dan
laba yang ditahan (retained earnings).
Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net assets)
yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Sedangkan nilai pasar adalah harga saham yang
terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang di tentukan oleh pelaku pasar.
Disamping itu, nilai seharusnya dari saham disebut dengan nilai
fundamental atau nilai intrinsik. Dua macam analisis yang banyak digunakan
untuk menentukan nilai sebenarnya dari saham adalah analisis sekuritas
fundamental atau analisis perusahaan dan analisis teknis. Untuk analisis
fundamental, ada dua pendekatan untuk menghitung nilai intrinsik saham, yaitu
dengan pendekatan nilai sekarang dan pendekatan PER (price earnings ratio).
Belum ada tanggapan untuk "MAKALAH (common stock) dan saham preferen (preferred stock)."
Post a Comment