INVESTASI
DAN PASAR MODAL
TUGAS
3
Oleh :
NAMA : FATHIMAH JAWAS
NIM : 1417051061
KELAS : IV
H
AKUNTANSI
PROGRAM S1
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
GANESHA
TAHUN 2016
BANGUNKAN
SAHAM TIDUR UNTUK INVESTASI PASAR MODAL YANG LEBIH SEHAT
Dewasa ini, lalu lintas kegiatan transaksi di
pasar modal menjadi hal yang sangat wajib untuk dipantau utamanya bagi para
pelaku pasar modal. Pasar modal memberikan
kontribusi terhadap perkembangan perekonomian di suatu negara. Pasar
modal juga mampu memberikan keuntungan yang nyata bagi para pelaku investasi,
dimana dalam pasar modal, pihak yang kelebihan dana dapat bertemu dengan pihak
yang memerlukan dana dengan perjanjian
tertentu sehingga terjadi timbal balik yang saling menguntungkan. Semakin
banyak investor yang secara berkala melakukan jual-beli saham di pasar modal
(investor aktif), maka semakin baik pergerakan pasar modal tersebut.
Saat ini, telah ada banyak emiten-emiten yang
terdaftar atau listing di BEI dengan beragam spesifikasi saham yang
dikeluarkannya sehingga memudahkan para investor untuk membeli saham yang
sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Namun dari sekian banyak
emiten-emiten yang terdaftar di BEI, ada banyak diantaranya yang nilai sahamnya
terendah yaitu hingga Rp.50 per lembarnya. Saham ini dinamakan saham tidur.
Berdasarkan Surat Edaran PT BEJ No. SE-03/BEJII-1/I/1994 menyatakan bahwa
“suatu saham dikatakan aktif apabila frekuensi perdagangan saham selama tiga bulan sebanyak 75 kali atau
lebih, dengan demikian apabila frekuensi perdagangan saham kurang dari 75 kali selama tiga bulan
maka saham tersebut tidak aktif, sehingga lama kelamaan menjadi saham tidur dan tidak likuid”.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat
setidaknya masih ada 100 perusahaan yang sahamnya tertidur di lantai
perdagangan pasar modal Indonesia. Dari 100 perusahaan tersebut, 23 di
antaranya sudah tidak bergerak sama sekali alias tidak ditransaksikan sepanjang
2015 hingga kuartal I-2016. Saham tidur biasanya memiliki nilai terendah di Rp50
per saham atau yang dikenal dengan saham gocap. Oleh emiten, saham-saham
tersebut dibiarkan "mati suri" dalam jangka waktu yang lama”
(dilansir pada https://beritagar.id/). Umumnya saham tidur ini akan bergerak apabila
ada aksi korporasi (corporate action)
atau berita yang terkait dengan eksistensi emitennya.
Ketika
seorang investor menanamkan sahamnya di suatu emiten tertentu, tujuan utamanya
adalah untuk memperoleh keuntungan. Ketika para investor tersebut terlanjur
berinvestasi dan “terjebak” pada saham
yang salah (saham yang salah disini tidak lain adalah saham tidur) karena
kurangnya analisis dan sebagainya (biasanya dialami investor pemula), maka akan
sangat merugikan investor dan jauh dari tujuan mereka untuk melakukan suatu investasi (yaitu memperoleh return). Nah apa yang menyebabkan saham tidur ? saham
tidur disebabkan oleh minimnya saham tersebut yang beredar di publik. Hal ini
disebabkan karena emiten kurang atau bahkan tidak melakukan korporasi untuk
sahamnya tersebut sehingga saham menjadi tidak menarik dan investor menjadi
enggan bertransaksi pada saham tersebut. Selain itu jika dilihat dari prospek
usaha si emiten, tidak ada prospek yang jelas. Apabila tidak segera di tangani,
maka akan berdampak buruk bagi kegiatan investasi maupun bagi para investor
yang terjebak di saham tidur tersebut.
Di bursa saham negara mana pun, selalu ada
saham tidur. Bedanya, saham-saham tidur di luar negeri bisa digerakkan oleh market maker. Namun, market maker hanya ada di pasar modal
yang menerapkan sistem quote driven,
misalnya bursa saham AS. Sistem itu memungkinkan investor bisa membeli dan
menjual saham secara pasti. Artinya, investor tidak perlu khawatir membeli
saham lantaran takut tidak ada yang menjual. Dengan sistem itu, pergerakan
saham menjadi pasti. Sedangkan bursa saham Indonesia menerapkan sistem order driven. Jika tidak ada yang
membeli, saham suatu emiten tidak bergerak.
Lalu apa yang bisa dilakukan BEI sebagai
otoritas di pasar modal ? karena pasar modal Indonesia menerapkan sistem order driven, BEI sebagai otoritas di
pasar modal harus bisa mendorong. Jika saham atau emitennya tidak bagus, lebih
baik delisting (dihapuskan
pencatatannya di Bursa), namun jika bisnisnya menarik, BEI harus membantu
mempromosikan serta mencari bantuan di pasar modal. Sehingga saham-saham yang
tidur bisa dibangunkan/digerakkan kembali.
LAMPIRAN
Ronna Nirmala. Senin , 09 Mei 2016 pukul 18:02
WIB -. Biarkan sahamnya tidur, BEI ancam
delisting emiten. Dalam https://beritagar.id/artikel/berita/biarkan-sahamnya-tidur-bei-ancam-delisting-emiten.
Diakses pada Sabtu, 21 Mei 2016
Suara Merdeka.com. 10 Mei 2016 pukul 1:04
WIB. Membangunkan Saham-Saham Tidur. Dalam
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/membangunkan-saham-saham-tidur/
Diakses pada Sabtu, 21 Mei 2016
Surat Edaran PT BEJ No. SE-03/BEJII-1/I/1994
“Bahwa suatu saham dikatakan aktif apabila frekuensi perdagangan saham selama tiga bulan sebanyak 75 kali atau
lebih, dengan demikian apabila frekuensi perdagangan saham kurang dari 75 kali selama tiga bulan
maka saham tersebut tidak aktif, sehingga lama kelamaan menjadi saham tidur dan tidak likuid.
Biarkan Sahamnya Tidur, BEI Ancam Delisting Emiten
18:02 WIB - Senin , 09 Mei
2016
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat
setidaknya masih ada 100 perusahaan yang sahamnya tertidur di lantai
perdagangan pasar modal Indonesia. Dari 100 perusahaan tersebut, 23 di
antaranya sudah tidak bergerak sama sekali alias tidak ditransaksikan sepanjang
2015 hingga kuartal I-2016.
Fenomena saham tidur di pasar modal
sebenarnya bukan hal yang asing lagi. Saham tidur biasanya memiliki nilai
terendah di Rp50 per saham atau yang dikenal dengan saham gocap.
Oleh emiten, saham-saham tersebut
dibiarkan "mati suri" dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya, tak
sedikit dana investor yang tersangkut di saham tidur.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio,
mengatakan saham tidur biasanya terjadi karena tidak ada yang mau menjual atau
bisa juga karena saham tersebut tidak diminati sehingga tidak ada transaksi
jual beli.
Maraknya saham tidur juga disebabkan
karena minimnya jumlah saham yang beredar di publik sehingga menyebabkan
likuiditas menjadi rendah. Pihak emiten yang tidak melakukan aksi korporasi
dinilai sbagai salah satu penyebab saham tersebut menjadi tidak menarik.
Tito, seperti yang dilansir dalam Okezone.com, kembali akan memanggil emiten-emiten
yang sahamnya tidur tersebut. "Bursa akan mengundang mereka semua seperti
peraturan di luar negeri," katanya.
Kepala Universal Broker Indonesia,
Satrio Utomo, mengungkapkan karena tidak ada tindakan tegas, kasus saham tidur
ini menjadi hal yang lumrah dan biasa. Namun sebenarnya, masalah ini justru
menjadi salah satu hal yang ditakuti para investor pemula. Mereka khawatir jika
dana mereka juga ikutan nyangkut di saham tidur.
"Kalau BEI diam-diam saja soal
ini, gimana BEI mau tarik investor baru kalau begini," ujarnya kepada detikFinance, Senin (9/5/2016).
Namun demikian, kasus saham tidur ini
sebenarnya juga marak di pasar modal luar negeri. Bedanya, saham-saham tidur di
bursa luar negeri bisa digerakkan oleh market maker yang telah
mendapatkan persetujuan otoritas pasar modal.
Analis First Asia Capital, David
Sutyanto, menjelaskan para market maker ini hanya ada di pasar modal
yang menerapkan sistem quote driven, seperti Amerika Serikat (AS).
Sistem quote driven memungkinkan
investor bisa membeli dan menjual saham secara pasti. Artinya, investor tidak
perlu khawatir untuk membeli saham lantaran takut tidak ada yang menjualnya.
Dengan sistem ini, pergerakan saham menjadi pasti.
Sementara bursa saham Indonesia
menerapkan sistem order driven atau jika tidak ada yang membeli, maka
saham suatu emiten tidak bergerak. Ini yang menyebabkan saham tidur.
Menurut David, dengan adanya market
maker, maka likuiditas pasar bisa terangkat. Meski begitu, Indonesia belum
bisa menerapkan sistem tersebut karena harus mengubah struktur pasar modalnya
terlebih dahulu.
Pada 20 Januari 2014, BEI pernah
menerbitkan keputusan direksi untuk meningkatkan kualitas perusahaan tercatat
dan likuiditas saham melaluisurat No:Kep-00001/BEI/01-2014 tentang Perubahan
Peraturan Nomor I-A.
Salah satu pokok perubahan dalam
peraturan yang mulai berlaku pada 30 Januari 2014 itu adalah terkait jumlah
saham yang beredar di publik (free float).
Tidak hanya itu, pihak BEI pun
mengancam emiten yang saham-saham masih terus tidur untuk delisting atau
dikeluarkan dari status sebagai perusahan terbuka. Oleh karena itu, emiten
diminta untuk segera menggelar aksi korporasi agar sahamnya kembali aktif
diperdagangkan.
Adapun 23 emiten yang sahamnya tidur
adalah:
- PT Majapahit Inti Corpora Tbk (AKSI)
- PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
(APOL)
- PT Argo Pantes Tbk (ATPK)
- PT Bank J Trust Indonesia Tbk
(BCIC)
- PT Bara Jaya Internasional Tbk
(ATPK)
- PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA)
- PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU)
- PT Cita Mineral Investindo Tbk
(CITA)
- PT Century Textile Industri (Seri
B) Tbk (CNTB)
- PT Grahamas Citrawisata Tbk (GMCW)
- PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO)
- PT Inovisi Infracom Tbk (INVS)
- PT Sumber Energi Andalan Tbk
(ITMA)
- PT Leo Investments Tbk (ITTG)
- PT Jakarta Setiabudi Internasional
Tbk (JSPT)
- PT Mas Murni Tbk (Preferred Stock)
(MAMIP)
- PT Mitra Investindo Tbk (MITI)
- PT Rimo International Lestari Tbk
(RIMO)
- PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
(SCPI)
- PT Skybee Tbk (SKYB)
- PT Taisho Pharmaceutical Indonesia
Tbk (SQBB)
- PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA)
- PT Yanaprima Hastapersada Tbk
(YPAS)
Belum ada tanggapan untuk "BANGUNKAN SAHAM TIDUR UNTUK INVESTASI PASAR MODAL YANG LEBIH SEHAT"
Post a Comment