Untuk teman-teman yang ingin mengetahui sejarah KERAJAAN HINDU-BUDDHA DAN ISLAM DI INDONESIA, silakan baca di blog ini, ada juga materi yang lainnya tentunya yang sahabat butuhkan dalam mengerjakan tugas sekolah.
Semoga bermanfaat... :)
KERAJAAN HINDU-BUDDHA DAN
ISLAM DI INDONESIA
A. MASUKNYA KEBUDAYAAN DAN AGAMA HINDU KE INDONESIA
Hubungan dagang antara
Indonesia dengan India berpengaruh terhadap masuknya budaya Hindu - Budha ke
Indonesia. Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan
mengenai pembawa agama Hindu ke Indonesia sejarahwan memberikan 4 teori sebagai
berikut :
1.
Teori Ksatria : raja-raja dari India menaklukkan daerah-daerah
tertentu di Indonesia dan menghindukan penduduknya. Dalam hal ini kaum ksatria
memegang peranan penting, sehingga F.D.K
Bosch menyebut teori ini dengan nama Teori
Ksatria. Van Leur mengajukan
keberatan baik terhadap hipotesa ksatria karena suatu kolonisasi yang dilakukan
oleh golongan ksatria tentunya akan dicatat sebagai sutau kemenangan.
2.
Teori Waisya : Menurut N.J.
Krom golongan pedagang dari kasta waiysa merupakan golongan terbesar yang
datang ke Nusantara. Mereka menetap di Nusantara dan kemudian memegang peranan
penting dalam proses penyebaran kebudayaan India.
3.
Teori Brahmana : Dengan melihat unsur-unsur budaya India yang
bepengaruh ke Indonesia, maka Van Leur
mengutarakan peranan kaum Brahmana dalam penyebaran agama dan kebudayaan di
Indonesia.
4.
Teori Campuran : Teori ini beranggapan bahwa baik kaum Brahmana,
bangsawan maupun para pedagang bersama-sama menyebarkan agama Hindu sesuai
dengan peranan masing-masing.
Bukti tertua adanya pengaruh
India di Indonesia adalah ditemukannya Arca
Budha dari perunggu di Sempaga,
Sulawesi Selatan.
B. KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai atau Kerajaan
Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar
abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Kerajaan ini dibangun oleh
Kudungga. Diduga ia belum menganut agama Hindu.
Peninggalan terpenting
kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa mengatakan bahwa
"Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman
mempunyai tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah Mulawarman.” Salah satu
prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara
yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
C. TARUMANEGARA
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir
bersamaan waktunya dengan Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada
tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja
Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang ketiga (395 – 434 M). Menurut
Prasasti Tugu pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan
Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Baik sumber-sumber prasasti maupun
sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil
menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa
wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Diperkirakan pusat
Kerajaan Tarumanegara berada di daerah Bekasi. Wilayah kekuasaannya membentang
dari daerah Bekasi di timur sampai ke Banten Selatan di Barat.
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan
sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya ditemukan di daerah Bogor. Satu
ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebah, Banten
Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Prasasti Kebon Kopi,
2. Prasasti Tugu,
3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Bogor.
D. KERAJAAN SRIWIJAYA
Keadaan alam Pulau Sumatera
dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian besar
pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih
sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih lebar
dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan besar antara lain sebagai berikut :
1. Letaknya yang strategis di Selat Malaka
yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
2. Kemajuan kegiatan perdagangan antara India
dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi
Sriwijaya.
3. Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam
Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi
perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6
dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan berita dari I
Tsing ini dapat kita ketahui bahwa Sriwijaya merupakan pusat agama Budha. Dalam
sebuah bukunya yang ditulis selama tahun 690 sampai 692, I Tsing menyatakan
bahwa pada saat itu Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. I Tsing juga
menjelaskan bahwa sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan
menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah
prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa
dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1. Prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti Talang Tuwo
3. Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti Telaga Batu
5. Prasasti Karang Birahi
6. Prasasti Ligor
Letak Sriwijaya strategis
membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian, letaknya yang
strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa
faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
1. Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
2. Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala
yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
3. Pengiriman
ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 -
1292, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam
Samudra Pasai.
5. Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin
Adityawarman atas perintah
Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
E. KERAJAAN MATARAM HINDU-BUDHA
Kerajaan Mataram diketahui
dari Prasasti Canggal
yang berangka tahun 732 Masehi yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa)
diperintah oleh Raja Sanna yang memrintah dengan
bijaksana. Setelah ia wafat negaranya menjadi pecah dan kebingungan. Kemudian
Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara
perempuan Sanna) yang sangat ahli dalam peperangan.
Prasasti Mantyasih (Prasasti
Kedu) yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907 memuat daftar raja-raja
keturunan Sanjaya, sebagai berikut :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak dekat Prambanan dengan tulisan Pranagari dan bahasa
Sansekerta. Prasasti ini menyebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca Majusri (= candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga.
Samaratungga digantikan oleh
putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan (= gelar
Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu, menyebutkan bahwa Sri
Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur yang
sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah
dengan Rakai Pikatan
yang beragama Hindu. Adik Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856
Balaputradewa berusaha merebut kekuasaan
dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal. Balaputradewa kemudian melarikan
diri ke Sriwijaya dan berhasil naik tahta sebagai raja Sriwijaya. Setelah
pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan
Raja Balitung banyak mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa
Timur. Raja-raja setelah Balitung adalah :
1. Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi rakryan
mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa pemerintahan
Balitung.
2. Rakai Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
3. Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga
(924 – 929)
Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram.
Pusat kerajaan kemudian dipindahkan oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Pu Sindok
ke Jawa Timur.
F. PERPINDAHAN KERAJAAN MATARAM KE JAWA TIMUR
Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa
pemerintahan Raja Wawa
memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929 M, Pu Sindok
naik tahta dengan gelar Sri Maharaja
Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti
baru, yaitu Dinasti Isana.
Pu Sindok memerintah sampai dengan tahun 947. Pengganti-penggantinya
dapat diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu
Prasasti Calcuta. Prasasti
tersebut menguraikan tentang silsilah
keturunan Raja Pu Sindok sebagai berikut :
Berdasarkan berita Cina diperoleh
keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada tahun 990 - 992 M melakukan serangan
terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa untuk meminang putri
Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan berlangsung kerajaan mendapat
serangan dari Wurawuri dari
Lwaram
yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini disebut peristiwa Pralaya. Sehingga Airlangga
melarikan diri dan bersembunyi di Wanagiri bersama para resi dan pertapa dengan
didampingi sahabatnya yang bernama Narotama.
Selama dalam pengassingan ia menyusun
kekuatan. Setelah berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan
mengalahkan Raja Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil
mengembalikan kekuasaan warisan Dharmawangsa. Wilayahnya meliputi daerah
Surabaya, Malang, Kadiri dan Madiun.
Airlangga wafat pada tahun 1049 dan
disemayamkan di Parthirtan Belahan,
di lereng gunung Penanggungan. Di sini
Airlangga diwujudkan dalam sebuah patung Wisnu sedang mengendarai Garudeya.
G. KERAJAAN
KADIRI
Pada akhir pemerintahannya Airlangga
kesulitan dalam menunjuk penggantinya. Hal ini disebabkan Putri Mahkotanya bernama
Sanggramawijaya menolak menggantikannya menjadi
raja. la memilih menjadi seorang pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua
orang anak laki-lakinya, yaitu : Jayengrana
dan Jayawarsa. Untuk
menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di bagi dua atas
bantuan Pu Barada yaitu:
1. Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan
2. Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri)
Gunung kawi ke utara dan ke selatan menjadi batas kedua kerajaan itu.
Sampai setengah
abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak ada yang dapat diketahui
dari kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri menunjukkan aktifitas politik
selanjutnya. Raja pertama yang muncul dalam
pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang bernagka tahun 1104
M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai
berikut : Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya
(±1130 – 1160), 1135), Sarweswara
(±1160 – 1170), Aryyeswara
(±1170 – 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya (1200 - 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya. Ken
Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya di
Ganter (Pujon, Malang).
H. KERAJAAN
SINGASARI
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok digambarkan sebagai
seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi buronan tentara
Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken Arok dapat
mengabdi kepada Akuwu (bupati) di Tumapel
bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil
membunuh Tunggul
Ametung, Ken Arok menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga
menjadikan Ken Dedes,
istri Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Setelah merasa memiliki kekuatan yang
cukup, Ken Arok berusaha untuk melepaskan diri dari Kadiri. Pada tahun 1222 Ken
Arok berhasil membunuh Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia kemudian naik tahta sebagai raja Singasari dan
mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti
Girinda.
Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan
seorang putra bernama Anusapati hasil
pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain, yaitu Ken
Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun
1227, Ken Arok dibunuh oleh Anusapati.
Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung.
Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun.
Sampai akhirnya ia dibunuh oleh Tohjaya, putra Ken Arok dengan Ken Umang
juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam
waktu sangat singkat, yaitu hanya beberapa bulan saja. Ia kemudian terbunuh
oleh Ranggawuni (putra
Anusapati) yang dibantu Mahesa Cempaka di Katang Lumbang
(Pasuruan). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun
1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai Yuwaraja
atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.
Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la
merupakan raja terbesar kerajaan Singasari. Kertanegara merupakan raja pertama
yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara
mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke
Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo
Anabrang. Ekspedisi ini bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan
Malayu atas kekuasaan Singasari. Ekspedisi Pamalayu juga bertujuan untuk
mengurangi pengaruh Kubilai Khan
dari Cina di Nusantara.
Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir
raja Mongol tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirimkan
utusan bernama Meng-chi
menuntut Singasari mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas Singasari.
Kertanegara menolak tegas tuntutan tersebut, bahkan utusan Cina tersebut
dilukai mukanya. Perlakukan Kertanegara tersebut dianggap sebagai penghinaan
dan tantangan perang.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari
tentara Mongol pasukan Singasari disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di
Laut Jawaq dan di Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal
ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara,
diantaranya Jayakatwang
penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati
Madura). Pasukan Kadiri berhasil menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
I. KERAJAAN
MAJAPAHIT
Setelah Kertanegara terbunuh oleh
Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu Kertanegara berhasil melarikan
diri ke Madura untuk minta bantuan Arya
Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya
menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima dan
diperbolehkan membuka hutan Tarik
yang terletak di dekat Sungai Brantas. Dengan bantuan orang-orang Madura,
pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama Majapahit.
Kemudian datanglah pasukan Tartar yang
dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk menghukum raja Jawa. Walaupun sudah
mengetahui Kertanegara sudah meninggal, tentara Tartar bersikeras mau menghukum
raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada
Jayakatwang. Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak
kembali kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil
mengusir tentara Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit
dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1293.
Kertarajasa meninggal pada tahun 1309.
Satu-satunya putra yang dapat menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan
sebagai raja Majapahit dengan gelar Sri
Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. Selain itu ia juga
mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa pemerintahannya
diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan Kuti, pada
tahun 1319. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara
harus melarikan diri ke desa Bedander
yang dikawal oleh pasukan Bhayangkari
dipimpin oleh Gajah Mada.
Pemberontakan Kuti ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah
Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat
dibunuh oleh tabib istana, Tanca.
Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan
keturunan.
Karena Jayanagara tidak mempunyai
keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya adalah Gayatri atau
Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan
Majapahit kemudian dipegang oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani.
la menikah dengan Kertawardhana.
Dari perkawinan ini lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi
pemberontakan Sadeng dan Keta (di daerah Besuki).
Pemberontakan yang berbahaya ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit. Pada saat
pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa (Amukti Palapa).
Pada tahun 1350 M, lbu
Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga Tribhuwana turun
tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara. Di
bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan
gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya.
Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai seluruh kepulauan
Nusantara ditambah dengan Siam,
Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat
ditempat peristirahatannya, Madakaripura,
di lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk menemui
kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa pengganti
Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia
disemayamkan di Tayung daerah Berbek, Kediri.
Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan
kekuasaannya kepada suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga
mempunyai anak laki-laki dari selir yang
bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan wilayah keuasaan di
Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi
perang saudara yang dikenal sebagai Perang
Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja
perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak
wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan diri.
II. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
A. PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA
Proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia berlangsung secara
bertahap dalam waktu ratusan tahun dan berlangsung secara damai. Bukti-bukti
proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Berita Cina dari Dinasti Tang
Menyatakan
bahwa orang-orang Ta Shih
(orang-orang Islam dari Arab/Persia) yang mau menyerang kerajaan Ho Ling (Kalingga) pada masa
pemerintahan Ratu Sima (674 M), membatalkan niatnya, karena kerajaan Holing
masih sangat kuat.
2. Berita Jepang dari tahun 749 M
Menjelaskan
bahwa di Kanton terdapat kapal-kapal Po-sse
Ta-Shih Kuo. Istilah Ta-Shih ditafsirkan sebagai orang Arab dan Persia.
3. Batu Nisan Fatimah Binti Maimun, di Leran
(Gresik) berangka tahun 475 H (1082 M)
Hal
ini membuktikan bahwa pada masa Kerajaan Kadiri, agama Islam sudah masuk ke
Pulau Jawa, walaupun belum menyebar luas di daerah Jawa Timur.
4. Berita Marcopolo dari Venesia, ltalia
Marcopolo
menuliskan bahwa wilayah tersebut sudah ada beberapa kerajaan Islam seperti : Lamuzi, Fansur, Barus, Perlis, Perlak, dan Samudra Pasai. Walaupun demikian
masih banyak juga wilayah yang belum menganut agama Islam.
5. Makam Sultan Malik Ash Shaleh yang meningal
pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M.
Baik
batu nisan Fatimah Binti Maimun maupun nisan Sultan Malik Ash Sholeh terbuat
dari batu pualam dari Gujarat.
6. Berita dari MA - HUAN, 1416 M
Ma - Huan menuliskan bahwa sudah ada saudagar-saudagar Islam
yang bertempat tinggal di pantai utara Jawa (Gresik).
7. Komplek Makam Tralaya, di Trowulan,
Mojokerto, berangka tahun 1300-an s/d 1600-an.
Hal
ini membuktikan bahwa di lbukota Majapahit, Trowulan, pada masa puncak kejayaan Majapahit, sudah ada
masyarakat Islam.
B. SALURAN-SALURAN
ATAU CARA-CARA ISLAMISASI
Proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia melalui beberapa cara
atau saluran sebagai berikut :
1. Melalui perdagangan
Pedagang-pedagang
Islam dari Arab, Persia dan Gujarat singgah berbulan-bulan di Malaka dan
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.
2. Melalui perkawinan
Adapula
diantara para pedagang Arab, Persia dan Gujarat tinggal lama di Indonesia
bahkan adapula yang menetap. Maka banyak diantara mereka yang menikah dengan
wanita-wanita Indonesia. Dengan perkawinan terbentuklah ikatan kekerabatan
besar beragama Islam yang merupakan awal terbentuknya masyarakat Islam.
3. Melalui Pendidikan di Pondok Pesantren
Di
Pondok Pesantren para santri dari berbagai daerah mendapatkan pendidikan agama
Islam secara mendalam. Setelah tamat mereka berkewajiban menyebarkan ajaran
Islam.
4. Melalui Seni Budaya
Seni
Gamelan dan Wayang mengundang masyarakat untuk berkumpul, saat itulah dilakukan
dakwah keagamaan.
5. Melalui ajaran Tasawuf
Tasawuf mengajarkan umat Islam agar selalu
membersihkan jiwanya dan mendekatkan diri dengan Tuhannya. Hal ini sesuai dengan
keadaan masyarakat saat itu yang banyak dipengaruhi oleh ajaran dan budaya
Hindu – Budha yang memelihara hidup kebatinan.
C. GOLONGAN PEMBAWA dan PENERIMA ISLAM
Agama
Islam di Indonesia berasal dari Arab, Persia dan Gujarat India. Golongan
pembawa Islam ke Indonesia adalah : Golongan
Pedagang, Golongan Mubaligh, Golongan Sufi, dan Para Wali. Sedangkan
golongan penerima Islam di Indonesia adalah : Golongan Raja dan Bangsawan, Golongan masyarakat daerah pesisir, Para
Wali dan Masyarakat pedalaman lewat para wali.
Agama Islam dapat
diterima dan berkembang dengan baik di dalam masyarakat Indonesia, disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Syarat masuk agama Islam sangat mudah,
yaitu hanya mengucapkan dua kalimat syahadat, tidak
perlu ada upacara khusus.
2. Upacara-upacara peribadatan dalam Islam
sangat sederhana.
3. Ajaran Islam tidak mengenal Sistem Kasta.
4. Islam bersifat terbuka, sehingga penyebaran
Islam dapat dilakukan oleh setiap orang Islam.
5. Penyebaran agama Islam di Indonesia
disesuaikan dengan adat dan tradisi Indonesia.
6. Ajaran Islam berdampak positif bagi
terciptanya kesejahteraan masyarakat dengan adanya kewajiban membayar zakat
bagi orang Islam yang kaya.
7. Keruntuhan kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu dan Budha, seperti Sriwijaya dan Majapahit memberikan kesempatan yang
luas bagi perkembangan Islam.
D. KERAJAAN-KERAJAAN
ISLAM DI INDONESIA
1. KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam
pertama di Indonesia. Pendirinya adalah Nazimuddin al - Kamil, seorang
Laksamana Laut dari Mesir. Sementara itu di Mesir Dinasti Fatimah berhasil dikalahkan oleh Dinasti Mamaluk. Dinasti baru ini berambisi untuk merebut Samudera
Pasai dengan mengirim Syekh Ismail. Untuk itu Syekh Ismail kemudian
bersekutu dengan Marah Silu dan berhasil merebut Samudera Pasai.
Selanjutnya Marah Silu diangkat sebagai raja Samudera Pasai dengan gelar Sultan Malik ash Shaleh.
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Lhok
Seumawe, Aceh sekarang. Pusat pemerintahannya di kota Pasai, yang berada
di pesisir. Untuk memperkuat kedudukannya, Marah Silu melakukan pernikahan
politik dengan putri Ganggang Sari dari Perlak.
Pada tahun 1297 M Sultan Malik Ash Shaleh wafat, dan dimakamkan di
Kampung Samudera Mukim Blang Me. la digantikan putranya bemama Sultan
Muhammad dengan gelar Sultan Malik at - Thahir. Ia memerintah sampai
dengan tahun 1326. Ia digantikan oleh
putranya
bernama Sultan Ahmad yang juga
bergelar Sultan Malik at - Thahir. Pada masa pemerintahannya,
kerajaan Samudera Pasai kedatangan utusan Sultan Delhi yang sedang menuju Cina
bernama lbnu Batutah pada tahun 1345.
Pengganti Sultan Ahmad adalah putranya yang
bemama Sultan Zainal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik at - Thahir. Setelah pemerintahan Zainal Abidin,
Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan adanya perebutan
kekuasaan. Akhimya Samudera Pasai berhasil dikuasai oleh Kerajaan Islam Malaka.
2. KERAJAAN ACEH
Pendiri sekaligus raja pertama kerajaan
Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan lbrahim (1514 -
1528). Sejak tahun 1515 Aceh sudah berani menyerang Portugis di Malaka dan juga
menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Ali Mughayat Syah digantikan
putranya bergelar Sultan Salahuddin (1528 - 1537). Ia tidak mampu
memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh mengalami kemerosotan. Oleh karena
itu ia digantikan saudaranya Sultan Alauddin Riayat Syah (1537 - 1568).
la melakukan perubahan dan perbaikan di berbagai bidang serta melakukan
perluasan kekuasaan. Setelah Sultan Alaudin meninggal Aceh mengalami masa
suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Keadaan ini
berlangsung cukup lama sampai dengan Sultan lskandar Muda naik tahta
(1607 - 1636 M).
Di bawah pemerintahan Sultan lskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya.
lskandar Muda beberapa melakukan penyerangan terhadap Portugis dan Kerajaan
Johor di Semenanjung Malaka. Aceh juga menduduki daerah-daerah seperti Aru,
Pahang, Kedah, Perlak dan Indragiri, sehingga wilayah Aceh sangat luas.
Sultan lskandar Muda digantikan oleh
menantunya yang bergelar Sultan lskandar Thani (1636 - 1641). la
melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan lskandar Muda, tetapi ia tidak lama memerintah
karena wafat tahun 1641 M. Penggantinya, permaisurinya (Putri lskandar Muda),
yang bergelar Putri Sri Alam Permaisuri (1641 - 1675). Sejak itu
Kerajaan Aceh terus mengalami kemunduran dan akhimya runtuh karena dikuasai
Belanda.
3. KERAJAAN DEMAK
Pada mulanya Demak dikenal dengan nama Glagah
Wangi. Sebagai Kadipaten dari Majapahit, Demak dikenal juga dengan sebutan Bintoro.
Kata Demak merupakan akronim yang berarti gede makmur
atau hadi makmur yang berarti besar dan sejahtera.
Faktor-faktor pendorong berdirinya Kerajaan Islam Demak adalah :
1. Runtuhnya Malaka ke tangan Portugis,
sehingga para pedagang Islam mencari tempat persinggahan dan perdagangan baru,
diantaranya Demak.
2. Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak
masih keturunan raja Majapahit, Brawijaya V, dalam perkawinannya dengan putri
Ceumpa yang beragama Islam.
3. Raden Fatah mendapat dukungan dari para
wali, yang sangat dihormati pada waktu itu.
4. Banyak adipati-adipati pesisir yang tidak
puas dengan Majapahit dan mendukung Raden Fatah.
5. Mundur dan runtuhnya Majapahit karena Perang
Paregreg.
6. Pusaka keraton Majapahit sebagai lambang
pemegang kekuasaan diberikan kepada Raden Fatah. Dengan demikian Kerajaan Islam
Demak merupakan kelanjutan dari Kerajaan Majapahit dalam bentuknya yang baru.
Pada tahun 1500 M, Raden Fatah melepaskan
diri dari kekuasaan Majapahit. Raden Fatah mendirikan kesultanan Demak dengan
gelar Sultan Alam Akbar al Fatah (1500 -1518 M). Pada tahun 1518 Raden
Fatah wafat. la digantikan putranya bernama Adipati Unus (Muhammad
Yunus. Pati Unus hanya memerintah selama tiga tahun. la meninggal dalam usia
muda. Karena Pati Unus wafat tidak
meninggalkan putra, maka ia digantikan oleh salah seorang adiknya bernama Raden
Trenggana (1521 -1546 M).
Di bawah pemerintahan Sultan Trenggana,
Demak mencapai puncak kejayaannya. Pada waktu itu Portugis mulai memperluas
pengaruhnya ke Jawa Barat, bahkan mau mendirikan benteng dan kantor di Sunda
Kelapa, dengan persetujuan raja Pajajaran, Samiam. Oleh karena itu
pada tahun 1522 Demak mengirimkan pasukan ke Jawa Barat dipimpin oleh Fatahillah.
la berhasil menduduki Banten dan Cirebon serta mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Sejak itu Sunda Kelapa dirubah namanya
menjadi Jayakarta.
Perluasan pengaruh ke Jawa Timur dipimpin
langsung oleh Sultan Trenggana. Satu per satu daerah-daerah di Jawa Timur
berhasil dikuasai seperti Madiun, Gresik, Tuban, Singosari dan Blambangan.
Tetapi ketika menyerang Pasuruan pada tahun 1546, Sultan Trenggana gugur.
Setelah Trenggana wafat, terjadi perebutan
kekuasaan antara Surawiyata atau Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggana).
Surawiyata berhasil dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto. Putra Surawiyata bernama
Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas dan berhasil membunuh Sunan
Prawoto.
Arya Penangsang adalah seorang yang sangat
kejam, sehingga banyak orang yang tidak menyukainya. Ia kemudian menduduki
tahta kerajaan Demak. Sementara itu kekacauan belum juga reda. Kekacauan ini
memuncak ketika Arya Penangsang membunuh adipati Jepara bernama Pangeran
Hadiri. Ia adalah suami dari Ratu
Kalinyamat, adik kandung Sunan Prawoto. Pembunuhan itu dilakukan karena Hadiri dianggap telah ikut campur
dalam persoalannya dengan Sunan Prawoto.
Kalinyamat akhirnya mengangkat senjata
memberanikan diri untuk melawan Arya Penangsang. Ia berhasil menggerakkan
adipati-adipati dan pejabat lain untuk melawan Arya Penagsang. Akhirnya Arya
Penangsang berhasil dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir (menantu Trenggana)
yang dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putra
angkatnya Bagus Dananjaya serta Ki Penjawi dan Juru Mertani. Kemudian JakaTingkir naik tahta dengan gelar Sultan
Hadiwijaya. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Demak ke Pajang.
4. KERAJAAN BANTEN
Setelah berhasil menduduki Banten, Fatahillah
berkuasa didaerah tersebut. Sedangkan daerah Cirebon diserahkan kepada
putranya bernama Pangeran Pasarean. Pada tahun 1522 Pangeran Pasarean
wafat. Sehingga Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya Hasanuddin.
Sedangkan Fatahillah memilih memerintah di Cirebon. Ia dikenal dengan sebutan Sunan
Gunung Jati.
Sultan Hasanuddin dikenal sebagai Sultan
pertama di Banten berhasil memperluas daerah kekuasaannya ke Lampung. Maka
Kerajaan Banten menjadi penguasa tunggal dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan di Selat Sunda. Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat dan
digantikan putranya bergelar Panembahan Yusuf.
Panembahan Yusuf berupaya meluaskan
kekuasaannya. Pada tahun 1579 M. Kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat yaitu
kerajaan Pakuan Pajajaran berhasil ditaklukkan. Pada tahun 1580 M,
Panembahan Yusuf wafat. la digantikan putranya yang masih berusia 9 tahun,
yaitu Maulana Muhammad. Karena usianya terlalu muda, maka pemerintahan
dipegang oleh seorang Mangkubumi
sampai ia dewasa.
Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad
datanglah untuk pertama kalinya orang Belanda di Banten (Indonesia) dipimpin
oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Pada tahun itu pula Maulana
Muhammad memimpin pasukan Banten menyerang Palembang. Serangan ini gagal bahkan
Maulana Muhammad tertembak dan akhimya wafat. la digantikan putranya bernama Abdul Mufakhir yang baru berumur 5 bulan. Oleh karena itu
pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran Ranamenggala,
pada tahun 1608.
Pengganti Abdul Mutakhir adalah Abdul
Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia merupakan raja
terbesar Banten. la berupaya mengembalikan wilayah Priangan, Cirebon sampai
Tegal ke tangan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa juga berhasil memajukan
perdagangan. Sehingga Bandar Banten berkembang menjadi bandar internasional
yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Perancis dan
Denmark. Akan tetapi Sultan AgengTirtayasa sangat anti VOC yang telah merebut
Jayakarta dari Banten. Sehingga Belanda pun selalu berupaya menjatuhkan Banten.
Ketika terjadi perselisihan antara Sultan
Ageng Tirtayasa dengan putranya Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan
Haji. Belanda mengambil kesempatan untuk melancarkan politik adu domba (devide et impera). Kesempatan itu
datang ketika Sultan Haji dalam keadaan terdesak, Ia meminta bantuan VOC.
Akhirnya pada tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerah, lalu ditawan di
Batavia sampai wafatnya tahun 1692. Setelah itu, kerajaan Banten terus
mengalami kemunduran dan akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun
1775.
5. KERAJAAN MATARAM
Setelah runtuhnya kerajaan Demak, pusat
pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh Sultan
Hadiwijaya. Sedangkan Demak hanya sebagai kadipaten dari Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Arya Pangiri (Putra Prawoto). Kiai
Ageng Pemanahan yang berjasa besar dalam membantu Hadiwijaya mendapat
imbalan daerah Mataram. Dalam
waktu singkat Mataram berkembang pesat. Namun pada tahun 1575 Kiai Ageng
Pemanahan meninggal. Pemerintahannya diteruskan oleh putra angkatnya bernama Bagus Dananjaya atau Sutawijaya.
Sementara itu Sultan Hadiwijaya meninggal
pada tahun 1582. Pangeran Benowo, Putra Hadiwijaya, disingkirkan oleh Arya
Pangiri. Untuk merebut kembali kekuasaannya, Pangeran Benowo meminta
bantuan, Sutawijaya dari Mataram.
Pajang diserang dari dua arah sampai akhirnya Arya Pangiri menyerah. Sedangkan
Pangeran Benowo tidak sanggup untuk menghadapi Sutawijaya. Sehingga sejak tahun
1586 pusat pemerintahan kerajaan Islam dipindahkan dari Pajang ke Mataram oleh Sutawijaya.
Sutawijaya naik tahta Kerajaan Mataram
dengan gelar Panembahan Senapati ing Alaga Sayyidin Panatagama
(1586-1601). Masa pemerintahan Panembahan Senapati diwarnai dengan perang
terus-menerus dalam rangka untuk menundukkan para bupati yang berupaya memisahkan
diri maupun untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sebelum usahanya tersebut
selesai, Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601. Ia dimakamkan di Kota gede.
Penggantinya adalah putranya yang bernama Mas Jolang (1601 – 1613)
dengan gelar Sultan Anyokrowati.
Pada masa pemerintahan Mas Jolang banyak
bupati di Jawa Timur memberontak. Pemberontakan ini dihadapi dengan susah payah
oleh Mas Jolang. Namun sebelum pemberontakan tersebut dapat diselesaikan pada
tahun 1913, Mas Jolang wafat di Krapyak.
Ia juga dimakamkan di Kota Gede. Penggantinya adalah putranya yang bernama Raden
Mas Martapura. Tetapi karena sakit-sakitan, ia turun tahta dan digantikan
oleh Raden Mas Rangsang.
Raden Mas
Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan
Agung Hanyakrakusuma Senapati ing Alaga Ngabdurahman. Di bawah
pemerintahannya Mataram mencapai puncak kejayaannya. Sultan Agung bercita-cita
untuk mempersatukan Pulau Jawa. Akan tetapi, antara Mataram dan Banten terdapat
Batavia, markas VOC, sebagai penghalang. Oleh karena itu pada tahun 1628
dan 1629 Sultan Agung mengirim pasukan yang dipimpin oleh Baurekso untuk
menyerang VOC di Batavia yang sedang dipimpin oleh J.P. Coen, namun
kedua serangan itu gagal.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 . la digantikan putranya yang bergelar
Amangkurat I (1645 -1677). Pada masa pemerintahannya, Belanda mulai
masuk ke daerah Mataram. Bahkan Amangkurat I menjalin hubungan baik dengan
Belanda. Selain itu sikap Amangkurat I yang sewenang-wenang menimbulkan
pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan Trunojoyo dari Madura.
Bahkan Trunojoyo hampir dapat menguasai ibu kota Mataram. Dalam pertempuran itu
Amangkurat I terluka dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga meninggal.
Pada masa pemerintahan Amangkurat II (1677
– 1903) Kerajaan Mataram semakin sempit. Banyak daerah kekuasaannya yang
diambil alih oleh VOC. Ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kartasura.
Setelah Amangkurat II meninggal, Kerajaan Mataram semakin suram. Hal ini
disebabkan seringkali terjadi perebutan kekuasaan diantara kaum bangsawan. Dan
hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh Belanda untuk melancarkan politik devide
et impera-nya.
Politik devide et impera Belanda
menampakkan hasilnya ketika dilakukan Perjanjian
Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian tersebut bertujuan untuk meredam
pemberontakan yang dipimpin oleh Mangkubhumi di Yogyakarta. Melalui perjanjian
tersebut Kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, yaitu :
1. Kesuhunan Surakarta,
yang dipimpin oleh Susuhanan Paku Buwono III (1749-1788).
2. Kesultanan Yogyakarta
(Ngayogyakarta Hadiningrat) dengan Mangkubumi sebagai rajanya, bergelar Sultan
Hamengkubuwono I (1755 - 1792).
Sementara itu pemberontakan yang dilakukan
oleh Mas Said (Pangeran Samber Nyawa)
terhadap Surakarta. Untuk meredam perlawanan itu pada tahun 1757
diadakan perjanjian yang hampir sama dengan Perjanjian Giyanti, yaitu Perjanjian Salatiga. Isinya menobatkan
Mas Said sebagai raja di wilayah Mangkunegaran yang ketika itu menjadi bagian
dari Kasuhunan Surakarta, dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.
Sejak tahun 1811 willayah jajahan Belanda
di Indonesia jatuh ke tangan Inggris dengan tokohnya Thomas Stamford Raffles. Ia adalah seorang yang demokrat
yang tidak menyukai sistem pemerintahan feodalisme. Sehingga timbullah
ketegangan antara Raffles dengan Keraton Yogyakarta. Sebagai tindak lanjut dari
ketegangan itu, pada tahun 1813, Raffles menyerahkan sebagian wilayah
Kesultanan Yogyakarta kepada Paku Alam.
Sehingga hingga kini kerajaan Mataram sebagai penerus Kerajaan Islam Demak itu
pecah menjadi empat kerajaan kecil, yaitu :
1.
Kesuhunan Surakarta
2. Kesultanan Yogyakarta
3. Magkunegaran
4. Paku Alaman
6. KERAJAAN GOWA DAN TALLO
Kerajaan Gowa dan Tallo (Makasar) menjadi
kerajaan Islam karena dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman
dari Minangkabau. Setelah masuk Islam, raja Gowa, Daeng Manrabia
bergelar Sultan Alaudin. Dan raja Tallo, Kraeng Mantoaya bergelar
Sultan Abdullah, dengan julukan Awalul Islam. Dalam waktu singkat
kerajaan Gowa-Tallo berkembang pesat karena letaknya yang strategis
ditengah-tengah lalu lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku.
Sultan Alaudin memerintah Makasar pada 1591
- 1639. la juga dikenal sebagai sultan yang sangat menentang Belanda, hingga
wafat pada tahun 1639. la digantikan putranya Sultan Muhammad Said (1639
- 1653). Muhammad Said mengirimkan pasukan ke Maluku, untuk membantu rakyat
Maluku yang sedang berperang melawan Belanda. Pengganti Muhammad Said adalah
putranya bergelar Sultan Hasanuddin (1653 - 1669).
Pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaannya.
Dalam waktu singkat Kerajaan Makasar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah
Sulawesi Selatan. la juga memperluas
wilayah kekuasaannya di Nusa Tenggara seperti Sumbawa dan sebagian Flores.
Dengan demikian kegiatan perdagangan melalui Laut Flores harus singgah di
Makasar. Hal ini ditentang oleh Belanda, karena hubungan Ambon dan Batavia yang
telah dikuasai oleh Belanda terhalang oleh kekuasaan Makasar. Keberanian
Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku mengakibatkan Belanda
semakin terdesak.
Dalam rangka menguasai Makasar, Belanda
melakukan politik devide at impera. Kesempatan yang baik datang ketika pada tahun 1660 Raja Soppeng – Bone
bernama Aru Palaka yang sedang
memberontak kepada kerajaan Gowa. Karena merasa terdesak Aru Palaka
meminta bantuan VOC. Sultan Hasanuddin akhirnya dapat dikalahkan dan harus
menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Sultan Hasanuddin digantikan
putranya Sultan Amir Hamzah.
la tidak mampu mempertahankan Makasar dari serbuan Belanda secara
besar-besaran.
7. KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE
Pada mulanya di Maluku berdiri beberapa
kerajaan-kerajaan kecil. Kerajan-kerajaan tersebut, tergabung ke dalam dua
kelompok, yaitu Ulilima dan Ulisiwa. Kelompok Ulilima
(persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate dan beranggotakan
Ternate, Obi, Bacan, Seram
dan Ambon. Sedangkan kelompok Ulisiwa
(persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore beranggotakan
pulau-pulau Makayan, Jahilolo
atau Halmahera dan pulau-pulau
didekat Papua. Antara kedua persekutuan itu seringkali terjadi perselisihan
yang memuncak ketika bangsa Barat datang ke Maluku. Ketika Portugis datang ke
Maluku, Ternate segera bersekutu dengan bangsa Portugis pada tahun 1512.
Demikian juga ketika Spanyol, yang juga sedang bermusuhan dengan Portugis
datang ke Maluku pada tahun 1521, maka segera bersekutu dengan Tidore.
Kerajaan Ternate dengan ibukotanya di Sampalu, pada akhir
abad ke-15 berubah menjadi kerajaan Islam. Tokoh yang berjasa dalam pengislaman
Ternate adalah Sunan Giri dari Gresik. Raja Ternate pertama yang
beragama Islam adalah Sultan Marhum (1465-1485). Raja-raja berikutnya
adalah Zainal Abidin, Sultan Sirullah,
Sultan Hairun dan Sultan
Baabullah. Sedangkan di Tidore, menurut berita Portugis agama Islam
masuk kurang lebih tahun 1471. Penyebaran agama Islam di Tidore dilakukan oleh
para pedagang Islam dari Gresik, Jawa Timur.
Setelah sepuluh tahun berada di Maluku,
Portugis mendapatkan izin untuk membangun Benteng Santo Paulo. Namun, kemudian Portugis melakukan monopoli
perdagangan dan ikut campur masalah dalam negeri. Sehingga Portugis semakin
dibenci oleh rakyat Ternate. Oleh karena itu secara terang-terangan Sultan
Hairun (1550-1570) menentang Portugis. Ketika Sultan Hairun berkunjung ke
Benteng Portugis, Sultan Hairun di tusuk hingga tewas oleh kaki tangan
Portugis.
Dengan kematian Sultan Hairun, rakyat
Maluku dibawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun) bangkit
menentang Portugis. Benteng Santo Paolo di kepung selama lima tahun. Akhimya
pada tahun 1575, Portugis menyerah dan diusir dari Ternate. Pada tahun 1578
Portugis menduduki Timor Timur.
Sultan Baabullah wafat tahun 1853 dan digantikan putranya Sahid Berkat.
Karena orang Maluku sangat membenci
Portugis, maka kedatangan Belanda di Maluku, 1605, disambut dengan baik. Akan
tetapi pada masa berikutnya Belanda melaksanakan aturan-aturan monopoli yang
lebih berat daripada Portugis. Maka muncullah perlawanan rakyat Ternate
terhadap Belanda dalam kurun waktu tahun 1635-1743. Namun perlawanan tersebut
dapat dipatahkan.
Di Tidore Sultan Jamaluddin
(1753-1779) naik Tahta dengan mewarisi hutang sebesar 50.000 ringgit. Karena
tidak mampu membayar, maka ia dipaksa untuk menyerahkan Pulau Seram bagian
timur kepada Belanda. Pimpinan perlawanan rakyat Tidore kemudian digantikan oleh Kaicil Nuku, yang dinobatkan
sebagai Sultan Tidore (1780-1805). Sultan Nuku berhasil mengadu domba antara
Inggris dan Belanda, hasilnya sangat gemilang, bahkan Belanda berhasil diusir
dari Tidore. Pada tahun 1801, Sultan Nuku menyerang Ternate. Sejak itu Ternate
dan Tidore bersatu. Setelah ia mangkat digantikan adiknya yang bergelar Sultan Zainal
Abidin (1805-1810).
AKULTURASI KEBUDAYAAN
INDONESIA DAN KEBUDAYAAN ISLAM
Akulturasi adalah percampuran dua atau lebih kebudayaan, tetapi
unsur-unsur pembentuknya masih nampak. Akulturasi juga sering diartikan sebagai
percampuran dua atau lebih kebudayaan, tanpa menghilangkan budaya aslinya.
Akulturasi kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Islam nampak pada hal-hal
sebagai berikut :
SENI BANGUN
Masjid
Unsur-unsur asli Indonesia
pada bangunan masjid di Indonesia, sebagai berikut :
a. Atap tumpang, yaitu susunan atap bertingkat, yang
mengingatkan kepada bentuk meru
seperti terdapat pada bangunan pura
di Bali. Contoh Masjid yang beratap tampang misalnya : Masjid Agung Cirebon,
Masjid Katangka di Sulawesi Selatan, Masjid Agung Demak, Masjid Baiturrachman
di Aceh, Masjid Ternate, Masjid Agung Banten dan lain-lain.
b.
Menara, bukanlah bagian masjid
yang harus ada, namun dalam seni bangun Islam menjadi bangunan tambahan yang
indah. Menara Masjid Kudus misalnya dibangun menyerupai bangunan candi yang
diberi atap tumpang. Sedangkan Menara Masjid Banten merupakan tambahan yang
dibangun oleh seorang pelarian Belanda bernama Cardeel.
c.
Letak Masjid,
Di Indonesia
penempatan masjid, khususnya Masjid Jami' disesuaikan dengan komposisi tata kota
"Macopat" yaitu, masjid ditempatkan dekat Istana (Keraton) dan
alun-atun, tempat bersatunya rakyat dengan rajanya dibawah pimpinan seorang
imam.
Makam
Unsur budaya asli Indonesia
pada komplek pemakaman Islam nampak pada gugusan cungkup yang ditata menurut hubungan keluarga. Bahkan makam para raja
berbentuk seperti bangunan istana lengkap dengan keluarga, pembesar dan
pengiring terdekatnya. Selain itu biasanya penempatannya di tempat yang tinggi
(meru = gunung), contohnya Komplek
Makam Raja-raja Mataram di Imogiri dan Komplek Makam Air Mata di Madura. Sedangkan Komplek
Makam Sendang Duwur, di atas bukit, di daerah Tuban, gapuranya dibuat
menyerupai sayap Garuda. Dalam konsep Hindu, Garuda dianggap sebagai kendaraan
Dewa Wisnu dan sebagai lambang pembebasan menuju nirwana (moksa).
Aksara dan Seni Rupa
Huruf Arab merupakan huruf
yang dipakai dalam Kitab Suci AI-Qur'an. Di Indonesia, huruf Arab tersebut,
diolah sedemikian rupa sehingga menjadi lebih sederhana. Huruf Arab yang demikian
disebut huruf "Arab Gundul" atau "Huruf Arab Pego" atau
"Huruf Jawi". Huruf tersebut digunakan di berbagai daerah di
Indonesia dengan menggunakan bahasa daerah setempat.
Akulturasi pada bidang seni rupa terlihat pada Seni
Kaligrafi atau Seni Khoth, yang bersumber dari
AI-Qur'an dan Hadist. Seni Kaligrafi ini banyak kita jumpai pada hiasan masjid,
motif batik, keramik, keris, batu nisan, hiasan pada mimbar atau mihrab, dan
lain-lain. Unsur budaya Indonesia tampak pada bentuknya, berupa tokoh wayang,
manusia dan binatang yang distylir.
Seni Sastra
Pengaruh sastra Islam di
Indonesia yang utama adalah pengaruh Sastra Persia,
misalnya : dalam Hikayat Amir Hamzah,
Hikayat Bayan Budiman, Hikayat 1001 Malam, dan lain-lain. Seni sastra
Hindu juga berpengaruh pada perkembangan seni sastra Islam di Jawa. Hasil seni
sastra Hindu disesuaikan dengan keadaan pada zaman Islam. Misalnya : Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa
Jaya, Hikayat Sri Rama, Hikayat Maharaja Rahwana, dan lain-lain. Salah satu jenis karya sastra Hindu - Jawa yang
tersebar ke Asia Tenggara adalah cerita-cerita Panji, yang cukup berpengaruh
pada zaman Islam. Dalam sastra Islam di daerah Melayu dikenal adanya : Syair Ken Tambunan, Syair Panji Sumirang,
Hikayat Panji Wilakusuma, Lelakon Mahesa Kumitir, dan lain-lain. Disamping itu pada jaman Islam juga berkembang
beberapa jenis karya sastra lain, seperti :
a. Suluk : kitab-kitab yang
membentangkan soal-soal Tasawuf yang berbau mistik, misalnya Suluk Wujil, Suluk Sukarsa, Suluk Malang
Sumirang, Serat Wirid, dan lain-lain.
b.
Babad : hikayat yang digubah menjadi cerita sejarah,
contoh : Babad Tanah Jawi, Babad
Cirebon, Babad Giyanti, dan lain-lain.
c. Primbon : menerangkan tentang
kegaiban, ramalan-ramalan, pemberian makna terhadap suatu kejadian, penentuan
hari baik dan buruk, dan lain-lain. Misalnya : Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, Kitab Primbon Lukmana Kim,
dan lain-lain.
Sistem Pemerintahan
Pengaruh Kebudayaan Islam
dalam sistem pemerintahan tampak pada penyebutan nama raja. Raja tidak lagi
disebut sebagai Maharaja, melainkan diganti dengan sebutan Sultan atau Sunan, Panembahan, Maulana, dan lain-lain. Pada
umumnya nama rajapun disesuaikan dengan nama Islam (Arab), misalnya, raja
Malaka, Raja
Paramisora, setelah masuk Islam berganti nama menjadi Sultan lskandar
Syah. Di Jawa sebutan Sultan diikuti dengan nama Jawa, misalnya : Sultan Trenggono,
Sultan Hadiwijaya, Sultan Agung Hanyakrakusurno, dan lain-lain. Dalam
pengangkatan seorang raja, peranan ulama atau para wali juga sangat menentukan,
misalnya : dalam pengangkatan Raja Demak, Raden Fatah, Sultan Pajang,
Hadiwijaya dan Raja Mataram pertama, Panembahan Senopati.
Sistem Kalender
Pada zaman Islam sistem
kalender Saka masih tetap berlaku. Akan tetapi pada masa pemerintahan Sultan Agung
diputuskan bahwa secara resmi Kerajaan Mataran meninggalkan Kalander Saka
diganti dengan Sistem
Kalender Hijriah (Lunar system).
Walaupun demikian perwujudan akulturasinya sangat tampak. Angka tahun Kalender Jawa
baru ini meneruskan angka tahun Saka. Nama-nama bulan dalam kalender Jawa juga
merupakan penyesuaian dari nama-nama bulan dalam Kalander Hijriah, dengan
pengucapan Jawa misalnya, Sapar,
Rejeb, dan Dulkangidah. Ada pula nama-nama bulan yang sama sekali berubah
dari nama-nama Kalender Hijriah, misalnya, Muharram berubah menjadi Suro, Ramadhan
menjadi Pasa.
Selain itu dalam Kalender Jawa juga dikenal adanya Sistem Pasaran, yaitu : Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing. Kalender Jawa juga dilengkapi
dengan sistem Wuku
dan Windu.
Filsafat (Tasawuf) dan Tharikat
Kata Tasawuf berasal dan kata Suf yang berarti Kain Wol (bulu domba). Hal
inidikaitkan dengan kebiasaan Kaum Sufi (ahli tasawuf) memakai jubah dari bulu
domba. Tasawuf juga dihubungkan dengan pengertian Suluk yang berarti perjalanan. Hal ini dikaitkan dengan kebiasaan
Kaum Sufi sering melakukan perjalanan (menggembara). Suluk juga berarti karya
sastra ahli tasawuf baik dalam bentuk prosa ataupun puisi yang isinya mengenai mistik Islam.
Hamzah Fansuri, misalnya
menyebut ajarannya sebagai Ilm as Suluk. Istilah Suluk adakalanya dikaitkan dengan Dzikir dan Tharikat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tasawuf adalah ajaran tentang ke-Tuhanan,
sehubungan dengan hasrat manusia yang didorong oleh rasa cinta terhadap
Tuhannya. Oleh karena itu kaum sufi selalu mencari jalan untuk mendekati-Nya
melalui jalan-jalan suci.
Di Indonesia ilmu tasawuf
merupakan sesuatu yang sangat digemari. Hal ini disebabkan ajaran tasawuf
memiliki kesesuaian dengan unsur budaya Hindu-Budha, sebelum kedatangan Islam.
Sehingga di beberapa wilayah di Indonesia banyak terdapat ahli-ahli tasawuf.
Dari Aceh misalnya terdapat beberapa tokoh-tokoh Ahli Tasawuf misalnya Hamzah Fansuri,
Syamsuddin as Sumatrani, Nurruddin ar - Raniri dan Abdur Rauf
dari Singkel. Sedangkan ahli-ahli tasawuf dari Jawa misalnya : Sunan Bonang,
Sunan Panggung, dan Syekh Siti Jenar.
Tharikat merupakan salah satu upaya
kaum sufi mendekatkan diri dengan Tuhannya dibawah bimbingan guru tasawuf.
Beberapa aliran tharikat yang terdapat di Indonesia misalnya : Tharikat
Qadiriyah, Tharikat Sammaniah, Tharikat Syattariah dan Tharikat
Naqsyabandiah. Akulturasi
(percampuran) ilmu tasawuf dengan budaya asli Indonesia tampak dalam hal-hal
sebagai berikut:
1. Ajaran Pantheisme dari
Syekh Siti Jenar, yaitu : Manunggaling Kawulo lan Gusti (bersatunya manusia dengan Tuhan).
Ajaran tersebut banyak diwarnai oleh unsur-unsur pra-lslam seperti : Moksa dan Nirwana.
2. Buku-buku karya Ronggowarsito
(pujangga Keraton Mataram), seperti : Serat
Wirid, Dharmogandul, dan
Serat Centini, yang
mencampurkan ajaran-ajaran Hindu - Budha ke dalam ajaran Kebatinan Islam.
3. Ratusan aliran kebatinan
(Islam Kejawen) yang memadukan ajaran Islam dengan ajaran-ajaran Hindu - Budha
dan budaya Jawa. Misalnya : aliran kebatinan Saptodharmo, Pangestu, dan
lain-lain.
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah KERAJAAN HINDU-BUDDHA DAN ISLAM DI INDONESIA"
Post a Comment