BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kebudayaan Bali adalah sarana untuk
menerapkan dan mewujudkan ajaran Agama Hindu di Bali. Agama Hindu di Bali
adalah nafas kebudayaan Bali. Inti ajarannya adalah Sanatana Dharma, yaitu Satyam, Siwam, dan Sundaram, artinya Bali dibangun dengan cara menegakkan kebenaran
dan kesucian yang dimiliki oleh budaya masyarakat, landasannya adalah
keharmonisan dan keindahan serta dengan falsafah hidup yang berkesinambungan yang
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari : berbakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, bersahabat terhadap sesama dan mencintai alam lingkungan berdasarkan yajna yaitu berkorban secara tulus ikhlas. Praktik
seperti inilah yang sudah, sedang dan seharusnya dilaksanakan secara
berkelanjutan pada hari-hari yang akan datang untuk mengajegkan Bali. Agama dan
budaya Hindu di Bali tidak bisa dipisahkan didalam pelaksanaannya. Karena
pelaksanaan agama Hindu tercermin didalam budaya sehingga susah dibedakan antara
agama dan budaya secara terinci.
Budaya yang kaitannya sangat erat dengan agama
di daerah Bali sangat beraneka ragam yang dilaksanakan secara turun-temurun antara
lain seperti : Tradisi Mageret Pandan yang
dilakukan oleh masyarakat di Tenganan, Kabupaten Karangasem ; Tradisi Makepung di Kabupaten Jembrana ;
Tradisi Med-medan di Sesetan,
Denpasar ; dll.
Dari sekian banyak tradisi yang ada di Bali, kami sangat tertarik dengan
tradisi Med-medan yang dilakukan oleh masyarakat di Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan, Denpasar. Med-medan adalah suatu mitologi yang diterima
sebagai warisan masyarakat Banjar Kaja, Sesetan, secara turun-temurun dari
generasi tua sampai generasi saat ini. Tradisi ini berlangsung berpuluh-puluh tahun
bahkan mungkin sudah ratusan tahun.
1.2
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
keadaan geografis dan keadaan penduduk Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan,
Denpasar.
b. Bagaimana
sejarah Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
c. Bagaimana
urutan Pelaksanaan Tradisi Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan,
Denpasar dari awal hingga akhir
d. Mengapa
Med-Medan dilaksanakan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
e. Apa
makna dari pelaksanaan Tradisi Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan,
Denpasar.
1.3
Tujuan
Penulisan
a. Agar
mengetahui keadaan geografis dan keadaan penduduk Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan, Denpasar.
b. Kita
sebagai warga Bali pada umumnya dan sebagai pelajar khususnya agar mengetahui
sejarah Med-Medan yang terdapat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
c. Agar
mengetahui urutan pelaksanaan Tradisi Med-Medan ini dari awal upacara hingga
akhir.
d. Agar
mengetahui mengapa Tradisi Med-Medan dilaksanakan.
e. Agar
kita mengetahui makna dari pelaksanaan Tradisi Med-Medan di Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan, Denpasar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
BANJAR
KAJA KELURAHAN SESETAN
2.1.1
Keadaan
Geografis
Jarak dari Banjar Kaja
ke pusat pemerintahan Kelurahan Sesetan adalah 2,5 km, ke pusat pemerintahan
Kecamatan Denpasar Selatan 2,6 km dan ke pusat pemerintahan Kota Denpasar 3,0
km yang dihubungkan dengan jalan aspal berhotmik. Sarana jalan yang mengelilingi
wilayah Banjar Kaja sangat lancar dan terbuka untuk berhubungan ke berbagai
tempat, seperti ke Denpasar, Sanur, Benoa, Kuta, dan Nusa Dua.
Gambaran wilayah Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan merupakan wilayah yang berbentuk bujur sangkar dan di tengah-tengahnya
dibedah jalan raya provinsi yaitu jalan Denpasar-Benoa. Sejak terbentuknya Kota
Administratif Denpasar (1981), jalan raya yang membelah wilayah ini arah
utara-selatan dinamakan Jalan Raya Sesetan, sehingga wilayah teritorial untuk
kegiatan sosial kemasyarakatan dan perumahan terletak sebagian di sebelah barat
jalan dan sebagiannya lagi berada di sebelah timur jalan raya.
2.1.2
Keadaan
Penduduk
Wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan
pada saat ini dihuni oleh masyarakat asli dan pendatang. Jumlah penduduk asli
yang berada di Banjar Kaja, Sesetan adalah 485 KK atau 2.105 orang. Jumlah
penduduk pendatang di Bamjar Kaja, Sesetan adalah 100 KK atau 719 orang. Jumlah
penduduk wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan secara keseluruhan ialah 2.105
orang orang ditambah 719 orang sebanyak 2.824 orang.
2.2
Sejarah
Med-Medan
Menurut Tim Penyusun Kamus
Bali-Indonesia, kata dasar maomed-omedan adalah
omed. Kata omed diulang menjadi omed-omedan
mendapat konfiks ma- -an, sehingga kata itu menjadi maomed-omedan yang artinya bertarik-tarikan (dalam kegiatan ini
tanpa alat apapun alias tangan kosong. Tradisi ini telah belangsung secara
tradisional selama ratusan tahun dan tidak diketahui kapan dimulainya.
Sebelum tahun 1980-an kegiatan ini
dilakukan secara spontanitas, tanpa pedoman yang jelas, hanya melanjutkan
tradisi generasi tua. Biaya operasional kegiatan ini hanya didapat dari para
warga banjar yang memberikannya secara suka rela dan ikhlas. Setelah tahun
1980-an yaitu sejak Parisada Hindu Dharma Indonesia (Pusat) mengatur, menata,
dan membina umat secara lebih profesional, kegiatan tradisi Med-medan ini juga
ditata dan dilaksanakan secara lebih terorganisasi. Sebelum tahun 1980-an
pelaksanaannya tepat pada Hari Nyepi sore hari, tetapi sejak tahun 1980-an
kegiatan ini dilakukan pada Hari Ngembak Geni pada sore harinya.
2.3
Urutan
Pelaksanaan Tradisi Med-Medan
Sejak tahun 1980-an, karena adanya
pengaturan, penataan dan pembinaan tentang hari-hari Raya Agama Hindu oleh
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, khususnya mengenai Hari Raya
Nyepi dan Hari Raya Ngembak Geni, sesuai isi Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama
Hindu I-XV, maka di Bali terjadi juga pembenahan-pembenahan dalam
pelaksanaan hari-hari penting keagamaan. Khusunya di Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan dilaksanakan pembenahan-pembenahan yang sesuai dengan petunjuk Parisada
Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat.
Pada penanggal
kaping siki sasih kedasa atau Tahun Baru Saka dilaksanakan Nyepi,
masyarakat melakukan catur brata
penyepian. Sedangkan keesokan harinya dinamakan Hari Raya Ngembak Geni.
Masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan juga menamakan hari itu dengan dina na-Med-medan. Urutan acara
Med-medan sebagai berikut.
2.3.1
Acara
Pembukaan
Acara dibuka dengan uraian singkat oleh
Prajuru Banjar. Prajuru Banjar ialah
orang-orang yang berstatus sebagai Pengurus Banjar yang terdiri atas Kelihan
Banjar, Kelihan Dinas, dan Kepala Sekaa Teruna-Teruni (Ketua STT). Biasanya
hanya Kelihan Banjar yang memberi arahan dan petunjuk singkat kepada warga
masyarakat yang hadir, khususnya anggota STT. Kelihan Banjar memberikan arahan
kepada anggota STT yang akan melaksanakan Med-medan agar bermain secara baik,
sopan, dan beretika serta jangan beraksi yang tak senonoh. Inilah tugas dan peran
seorang Kelihan Banjar sebagai upaya mengarahkan dan memberi bimbingan dalam
rangka melestarikan tradisi. Dengan mendengar arahan yang diberikan maka
anggota STT akan mengikuti arahan yang diberikan, sehingga acara yang
dilaksanakan berjalan dengan lancar.
2.3.2
Persembahyangan
Bersama
Acara persembahyangan dipimpin oleh Jero
Pemangku Pura Banjar. Pertama-tama Jero Pemangku menghaturkan banten atau
persembahan sesajen yang bernama Banten Pejati. Kemudian setelah Jero Pemangku
menghantarkan persembahan sesuai tradisi yang berlaku, kepada para anggota STT
diarahkan untuk mempersiapkan diri masing-masing dengan segala sarana yang
diperlukan untuk melaksanakan persembahyangan. Mulailah persembahyangan
tersebut dengan urutan sebagai berikut. (a) Melaksanakan sembah puyung (dengan
tangan kosong), (b) persembahyangan dengan bunga, ditujukan kepada Ida Bhatara
Surya, (c) persembahyangan dengan kewangen ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi, (d) persembahyangan dengan bunga, untuk memohon anugerah-Nya, dan (e)
muspa puyung (tangan kosong) menghaturkan syukur dan terima kasih
kehadapan-Nya. Setelah selesai muspa, Jero Pemangku memercikkan tirtha amerta,
ini sebagai simbol anugerah Hyang Widhi kepada umatnya disertai dengan
pemberian beberapa butir bija (butir-butir beras yang dibasahkan di pura).
Acara persembahyangan ini dilaksanakan agar umat-umat yang akan melaksanakan
tradisi Med-medan ini diberikan kelancaran dan keselamatan oleh Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
2.3.3 Dharma Santi / Mesima krama
Tahap
ini di pimpin oleh Prajuru Banjar, dalam
hal ini oleh Kelihan Banjar, Kelihan Dinas, Ketua STT, bersama Bendesa dan
Lurah Sesetan. Salah seorang atau dua orang dari pejabat memberi saran, nasihat, dan korreksi terhadap
anggota krama banjar umumnya dan khususnya anggota STT tentang tingkah
laku keagamaan masyarakat sehari-hari.
Berkaitan
dengan pelaksanaan Dharma santi yang di Bali lumrah disebut Masima krama, erat
kaitannya dengan azas dan asal mula religi. Hal ini mengajarkan kepada masyarakat, bahwa gejala religi itu
sangat kompleks.
Semua
komponen religi itu dalam fungsinya erat hubungannya satu dengan yang lain.
Sistem keyakinan menentukan acara ritus
dan upacara, tetapi sebaliknya dapat pula ritus dan upacara itu
melahirkan dan mengembangkan suatu keyakinan atau konsep religi. Kesemua
komponen religi akan bersifat keramat jika telah dihinggapi oleh emosi
keagamaan.
Hal
di atas sesuai dengan pemahaman masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan bahwa acara ritus dan upacara itulah
sebagai konsep keyakinan atau religi yang dianut oleh masyarakat dalam
melaksanakan Dharma Santi atau masima krama tersebut.
Pada
saat Dharma santi atau masima krama prajuru mengadakan uraian tentang rangkaian Melis, Nyejer,
macaru atau tawur, ngerupuk atau
mabuu-buu, nyepi dan ngembak geni. Setelah itu dilanjutkan dengan
berdialog dengan para hadirin di ruang
masima krama atau dharma santi. Setelah
acara dialog permintaan maaf antar sesama
peserta dharma santi.
Acara
diakhiri dan diisi dengan acara sela yaitu tetabuhan gong beleganjur yang dilakukan
oleh Sekaa Gong Remaja Banjar yang penabuhnya
berjumlah 35-40 orang. Tabuh pertama
yang diperdengarkan bernama tabuh gegilak,
yang kedua tabuh telu dilanjutkan tabuh tari pendet panyembrama dilakoni oleh sekelompok penari tri cilik dan d
akhiri oleh dua orang penari baris
remaja putra. Biasanya acara dharma santi
ini dipergunakan sebagai kesempatan uji coba praktek pertama setela berlatih
megambel selama setahun oleh Sekaa Gong
Remaja Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
Acara
sela ini dimanfaatkan oleh para sekaa
gong remaja di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan untuik mendemostrasikan
keboleannya tampil dihadapan publik dalam pelestarian budaya, khususnya dalam karawitan bali.
Acara
sela ini sebenarnya sebagai jeda dari pelaksanaan inti agama kerealitas
pelaksanaan tradisis Med-Medan. Med-Medan ini diyakini oleh masyarakat Banjar
Kaja, Kelurahan Sesetan sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan kepada umat
setempat.
2.3.4 Puncak Pelaksanaan
Kelihan
Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan mulai membariskan para peserta Med-Medan. Disatu
sisi berdiri kelompok remaja laki-laki
dan sisi lain (berhadapan) berdiri kelompok remaja putri. Nasiat dan ucapan
selamat bermain dititipkan kepada para remaja dan diharapkan pelaksanaan
tradisi berlangsung aman, lancar, serta sukses.
Anak-anak
remaja pada tiap-tiap kali pelaksanaan tradisi berlangsung yang diarapkan dan
diwajibkan hadir ialah mereka yang terdaftar sebagai anggota STT. Usia mereka
pada umumnya rata-rata antara umur 16-21 tahun (tamat SMP – program D3). Tiap
kelompok ditentukan jumlah anggotanya, kelompok pria hendaknya berjumlah 40
orang, wanitany 60 orang, agar kekuatan kedua kelompok menjadi seimbang. Tiap kelompok
ada kepala kelompoknya yaitu remaja yang ditempatkan pada posisi paling depan,
sedangkan anggotanya ada dibelakangnya. Tiap anggota yang ada dibelakangnya,
semua memeluk pinggang teman didepannya. Jadi dengan begitu ada kepala kelompok
untuk putri pada satu sisi dan ada kepala kelompok putranya pada sisi lawannya.
Jika
ada tanda permainan akan dimulai, kepala kelompok putri dipegang kedua
tangannya oleh kepala kelompok putra. Pada saat mejadeng (bersiap-siap) seperti
ini, kelompok pecalang yang telah membagi diri menjadi 3 sub kelompok yaitu (1)
sebagai petugas khusus, yang memberi tanda mulai dasn berhentinya permainan,
(2) sebagai petugas ketertiban yaitu mencega pemain yang tidak disiplin dan
penonton nakal dan (3) penyiram pemain untuk menghentikan tipa fase. Berikutnya
dibunyikan tanda “mulai”.
Tiap
kepala kelompok menarik tangan lawannya ke arahnya masing-masing yang dibantu
oleh kelompoknya juga memegang pinggangnya dari arah belakang dan terus menerus
menariknya ke arah belakang. Pada saat seorang kepala kelompok telah menginjak
garis tertentu, maka kelompoknya dinyatakan kalah. Kelompok yang dinyatakan
kalah harus menyerahkan kepala kelompoknya itu kepada kelompok yang menang.
Yang diserahkan ini dinamakan sebagai pecundang.
Pada
fase permainan kedua, pacundang fase satu dijadikan jarahan kelompok yang
menang pada fase pertama dan ditempatkan pada posisi satu atau kepala kelompok
pada bekas lawannya pada fase satu. Pada fase kedua ini, jika ia menang
berhadapan dengan bekas kawannanya pada fase satu, maka pacundang ini tambahan
pacundang lagi dari bekas kawannya lagi, dan seterusnya.
Pertukaran
tempat kelompok dilakukan setiap terjadi putaran fase, yaitu pada fase kedua,
keempat, keenam dan seterusnya. Setiap penghentian fase dengan kalahnya suatu
kelompok dan diikuti pula dengan menyiramkan air kepada semua peserta agar
peserta benar-benar berhenti menarik lawannya. Siraman air itu tujuannya untuk
menghentikan setiap fase, dan juga untuk menyejukkan suhu badan peserta karena
teriknya sinar matahari dan terakir menghindarkan panas telapak kaki peserta
akibat dari panasnya jalan aspal.
Selain
sebagai pemenang aba-aba mulainya permainan pecalang yang lain bertugas
memisahkan permainan yang sedang bergulat berhadapan dengan lawannya untuk
menghentikan suatu fase.
Sesuai
kesepakatan panitia dengan peserta, Med-Medan akan dihentikan oleh petugas jika
(1) peserta sudah keliatahan leti atau lesu, (2) posisi matahari telah
menunjukkan waktu sekitar pukul 17.00 WITA (perhitungan final kala/ menang
tidak dijumlah dan tidak di umumkan.
2.3.5 Penyelesaian Med-Medan
Sebagai
tanda istirahat petugas khusus memberikan kode berhenti dan semua peserta
Med-Medan saling bersalaman antar sesamanya dan juga menyalami penonton yang
masih berada di area permainan, karena kebanyakan dari mereka tetap berharap
Med-Medan agar terus berlangsung. Seluruh anggota STT yang hadir di area
Med-Medan langsung menuju tempat masima krama tadi dan duduk santai di aula
balai banjar.
Disanalah
semua warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dan seluruh pejabat yang hadir
(tingkat banjar dan desa) berkumpul untuk beristirahat, sambil menikmati
suguhan kecil yang disediakan panitia. Sambil makan warga mendengarkan uraian
Kelian Bnajar dan Bendesa tentang koreksi, peringatan-peringatan, serta
dorongan-dorongan yang diberikan untuk menghadapi acara masima krama dan
Med-Medan tahun depan agar lebih baik.
2.3.6 Penutup
Kelihan
Banjar menutup acara masima krama dan Med-Medan disertai ucapan terima kasih
kepada seluruh masyarakat yang berpartisipasi menyukseskan tradisi ini. Warga
masyarakat umum dibubarkan dan para Prajuru Banjar memohon maaf jika ada
hal-hal yang tidak memuaskan yang di alami oleh khalayak. Terakhir, semua
anggota STT diharapkan tetap tinggal sekejap di Banjar akan di ajak membersikan
sampah bersama- sama di Balai Banjar.
Berakhirnya
acara, selesailah rangkaian melis sampai
masima krama dan Med-Medan taun ini, semoga umat semua menikmati hidup sejatera
lahir dan bathin pada Tuhan Saka yang berlangsung dan seterusnya.
2.4 Mengapa Tradisi Med-medan
Dilaksanakan
Mengapa
tradisi Med-Medan dilaksanakan karena melalui Med-Medan diharapkan anak-anak
muda peserta dapat melaksanakan dua aktivitas, sesuai pepatah : sambil menyelam
minum air. Di satu sisi mereka bergerak-gerak sehingga sekujur tubunya
berkeringat. Dalam beraktivitas itu rohaninya juga aktif, untuk menaati nasihat
prajuru banjar, sehingga dengan demikian kegiatan ma-Med-medan berfiungsi untuk
meningkatkan derajat kesehatan jasmani dan rohani warga Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan.
Melalui
kegiatan ma-Med-medan yang diadakan setiap tahun yang mendemontrasikan tradisi
yang langka dan unik itu, diharapkan tradisi ini makin dikenal orang dan dengan
demikian sekaligus akan berdampak positif terhadap Desa Seseta (akan makin
lebih populer nama Desa Sesetan di mata masyarakat umum), yang disebabkan
karena adanya tradisi Med-Medan.
Upacara
dan acara tradisi Med-Medan merupakan wadah kesepakatan untuk mewujudkan
kearifan lokal masyarakat religius di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan berfungsi
besar bagi kelangsungan hidup waga mereka. Fungsi-fungsi tersebut ialah seperti
berikut :
2.4.1 Penghormatan terhadap leluhur
dan Tuhan Yang Maha Esa
salah
satu fungsi upacara itu yang menunjukkan kearifan dalam perilaku masyarakat
adalah untuk kepuasan psikologis. Melalui penyelenggaraan upacara pelaksanaan
tradisi Med-medan menghendaki terwujudnya masyarakat warga Banjar Kaja,
Keluraan Sesetan agarselalu ingat terhadap leluhur yaitu beliau-baliau sebagai
perintis dan cikal bakal pembawa budaya/ tradisi dan yang selalu bertaqwa
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta. Masyarakat warga Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan sangat sadar bahwa apa yang mereka mohonkan kehadapan Yang
Maha Esa sangat dibantu oleh para leluur masyarakat.
Logislah
tempat penyelenggara tradisi Med-medan dipusatkan di Jaba Pura Parerepan Banjar
Kaja, Kelurahan Sesetan, karena diyakini oleh masyarakatnya bahwa kekuatan gaib
Ida Bhatara berstana di Pura Parerepan itu sebagai tempat yang suci sampai saat
ini. Secara psikologis para peserta upacara lebih percaya diri, merasa aman,
dan optimis akan keselamatan dan kesejahteraan yang akan diterimanya. Karena
itu pelaksanaan upacara dilaksanakan secara rutin dengan rasa ketulusiklasan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upacara tradisi Med-medan sebagai wadah
kearifan lokal merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat warga Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan sebagai salah satu bentuk perlindungan manusia untuk
menghadapi hal-hal yang penuh ketidakpastian di dunia ini. Jadinya, upacara ini
berfungsi sebagai upaya pelestarian nilai budaya berwujudkan rasa hormat kepada
leluhur dan rasa bakti terhadap Ida Sang Hyang Widi.
Dengan
menyelenggarakan upacara tradisi Med-medan, masyarakat warga Banjar Kaja,
Keluraan Sesetan dapat bekerja lebi tenang dalam menghadapi masa depannya,
karena secara penuh sudah dapat mewujudkan kearifan lokal yaitu dengan
menghormati leluur cikal bakal pembawa kebudayaan dan berbakti kehadapan Tuhan
Yang Maha Esa. Secara logis dan psikologis, pikiran yang tenang dapat
menjadikan manusia bekerja dengan konsentrasi yang tinggi, hasilnya akan
menjadi lebih baik.
2.4.2 Menyama Braya
Selain
fungsi pengormatan terhadap leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa, kearifan lokal
yang terdapat dalam upacara tradisi Med-medan juga berfungsi sosial yaitu untuk
memupuk rasa kesetiakawanan atau menyama braya di antara masyarakat warga
Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya,
masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan juga memiliki konsepsi dan
slogan : saling asih, saling asah, dan saling asuh.
Prinsip
di atas ini selalu mengutamakan hidup yang selaras, serasi, armonis dan
berkeseimbangan dalam hubungannya dengan orang lain. Prinsip ini dapat dicapai
jika simbolisasi masyrakat setempat terhadap suatu kondisi yang sama di antara para
peserta upacardi aplikasikan dengan dasar saling asi. Di sana tidak ada lagi
seorang camat, guru, tentara ataupun petani, tetapi yang ada ialah seorang
manusia yang derajatnya sama di depan Tuhan Yang Maha Esa, pencipta manusia dan
penghidupannya. Doa khusuk yang dipanjatkannya ialah doa seorang anak manusia
yang memasrahkan diri dan kehidupannya kepada Tuhan dan memohon kepadanya-Nya
sesuatu yang baik terjadi pada mereka di wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan
khususnya mengenai kesejahteraan masyarakatnya.
2.4.3 Keharmonisan
Guna
menjaga keseimbangan dan keutuhan masyarakat di wilayah Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan memerlukan adanya pengendalian sosial yang di anggap dapat berperan positif
dalam mengurangi ataupun menyelesaikan terjadinya konflik. Menurut teori
pengendalian sosial atau Social Control (Soekanto, 2003: 2005) ialah suatu
proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk
mencegah, membingbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Berdasarkan pada pandangan tersebut,
pengendalian dapat dilakukan baik dari atas (penguasa,pemerintah) maupun dari
masyarakat terhadapat pemerintah dan
secara horizontal yang berlangsung atas masyarakat sendiri. Tujuannya adalah
menjaga agar anggota masyarakat senantiasa dapat menyesuaikan dirinya pada
norma-norma yang berlaku.
2.4.4 Solidaritas dan Persatuan
Masyarakat
Kebudayaan
Bali sebagai penggerak masyarakat, khususnya di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan
adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sebagai hasil interprestasi
manusia pendukungnya dalam menjawab persoalan-persoalan kehidupan yang
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, tata hubungan manusia dengan
lingkungannya.
Manusia
Bali meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dia yang menciptakan alam semesta dan
seisinya, baik yang terindra maupun yang tidak terindra. Semuanya ini di
lengkapi pula dengan kerangka eksistensi saling ketergantungan antara berbagai
jenis, corak, ukuran, tingkat, bentuk, sifat, dan watak ciptaanya itu, sehingga
keseluruhan eksistensi di alam semesta ini berbentuk sebuah dinamika relasi
yang saling membutuhkan, yang merupakan energi penggerak bagi terjadinya
interaksi saling memberi. Oleh karena itu, Tuhanlah pusat segala sesuatu yang
ada. Kesadaran inilah yang menjadi dasar filosofis kebudayaan Bali yang
honolistik dan integralistik.
Kearifan
lokal masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahhan Sesetan dari segi perspektif
sosial, terumatama dalam rangka memupuk dan melestarikan solidaritas dan
partisipasi kemasyarakatan, telah memasyarakat dengan konsep saling asah,
saling asih dan saling asuh sebagai konsep dasar yang selama ini diyakini dapat
memelihara kebersamaan dan kekeluargaan antar warga setempat.
Konsep
saling asih, saling asah dan saling asuh mengajarkan untuk memahami dan
menghayati serta melaksanakan prinsip berperilaku untuk mencintai,mengajari,
dan mengasuh atau mengawasi saudara dan atau tetangga dekat. Konsep ini juga
berarti saling memberi dan saling meminta, baik dalam keadaan suka maupun duka
(bergotong royong dalam hidup bermasyarakat). Semuanya ini pada hakikatnya
untuk menjaga solidaritas demi keutuhan persaudaraan masyarakat warga Banjar
Kaja, Kelurahan Sesetan. Dengan demikian penyelenggaraan upacara tradisi
Med-medan sebagai wadah kearifan lokal berarti ikut memupuk dan melestarikan solidaritas
dan persatuan masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
2.4.5 Hiburan
Upacara
tradisi Med-medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dilaksanakan setahun sekali
yang biasanya dilakukan pada penanggal kalih, Sasih Kedasa (atau tanggal dua
bulan kesepuluh sesuai kalender Bali) atau hari ngembak geni yaitu sehari
setelah melaksanakan upawasa (berpuasa) : tiada menyalakan api, tidak bekerja,
tidak mengadakan keramaian/hiburan, dan tetap tinggal di ruma atau tidak
berpergian ke luar rumah. Upacara dan tradisi ini telah berlangsung sejak
pemerintahan penjajahan Hindia Belanda secara turun- temurun sampai saat ini,
sehingga masyarakat yang berdomisili di daerah tetangga Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan seperti masyarakat dari desa Panjer, Sidakarya, Pedungan, Denpasar, dan
lain-lainnya sudah mengetahui akan ada keramaian di Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan. Mereka biasanya sudah banyak yang datang menjelang tengah hari itu.
Para
penontonyang datang ke acara tradisi Med-medan menikmati berbagai hal yang
menarik dan menyenangkan mereka. Disamping dapat bertemu dengan kerabat
lamanya, juga dapat berkenalan dengan kaum remaja putra/putri tampan yang baru
di tempat ini. Hal itu bagi para tamu yang datang untuk menonton merupakan
sesuatu yang membahagiakan serta memendam rasa rindunya untuk datang lagi tahun
depan dalam acara serupa.
2.4.6 Fungsi Ekonomis
Secara
sosio-ekonomis, upacara pelaksanaan tradisi Med-medan merupakan salah satu
“institusi” nonformal yang dapat menggerakkan masyarakat di Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Para tamu yang
datang merupakan potensi ekonomi yang dapat peroleh masyarakat setempat sebagai
hasil dari penyelenggaraan upacara pelaksanaan tradisi Med-medan. Tamu-tamu
tersebut baik tamu asing maupun domistik tentu membelanjakan uangnya di Banjar
Kaja, Kelurahan Sesetan, seperti membeli makanan, minuman, kipas asli cendana
atau eben, dan barang-barang yang beraneka macam yang terpajang di toko-toko di
pinggir jalan di sekitar lokasi itu.
Dengan
demikian upacara tradisi Med-medan tersebut dapat berfungsi penghormatan leluur
dan Ida Sang Hyang Widhi, manyama braya, keharmonisan, iburan, dan ekonomis
bagi kehidupan masyarakat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Hal itu akan
semakin berpeluang jika upacara tradisi Med-medan itu dapat dikemas sedemikian
rupa dan ideal sehingga lebih menarik para wisatawan untuk datang ke lokasi
tersebut setiap saatnya.
2.5
Makna Med-medan
Warga suatu masyarakat
pada umumnya selalu memberi makna kepada segala sesuatu yang ada di alam
lingkungannya. Kecenderungan memberi makna itu merupakan aktivitas kolektif
oleh sekelompok masyarakat sesuai hal-hal yang dihadapinya.
Nilai budaya bersofat abstrak,
berada di dalam pikiran tiap-tipa orang, dan berada dalam alam warga masyarakat
di tempat kebudayaan tersebut hidup. Nilai budaya ini dinamakan sebagai
adat tata kelakuan yang fungsinya
mengatur, mengendalikan, dan mengarahkan kelaku n manusia dalam masyarakat,
menentukan tindakan dan memilih alternatif-alternatif yang ada.
Pada masyarakat tradisional, makna
itu diberikan pada manusia kepada tradisi itu sendiri, seperti pada masyarakat
warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pada masyarakat yang modern, makna-makna
itu dipilih ole warga atau kelompoknya. Dengan kata lain, pada masyarakat
tradisional makna disajikan oleh seusatu yang dianggap pasti dan biasanya
dianggap sebagai fakta keramat, sedangkan dalam masyarakat modern, sejumlah
makna penting yang semakin besar spektrumnya dapat ditawarkan kepada manusia.
Untuk menangkap makna kebudayaan
perlu diketahui terlebih dahulu cara menafsir simbol-simbol yang setiap saat
dan tempat dipergunakan orang dalam kehidupan umum disebuah masyarakat,
sesungguhnya menunjukkan bagaimana para warga masyarakat tersebut berpikir,
merasa, melihat, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang ada. Upacara
tradisi Med-medan adalah aktivitas spiritual masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan yang penuh dengan simbol-simbol kearifan lokal yang bermakna harus di
tafsirkan. Makna budaya yang terkandung dalam kearifan lokal itu memiliki
nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah mereka serap dari
generasi tua dan lingkungan mereka.
Implikasi makna dari pesan-pesan
kearifan lokal pembahasannya di fokuskan dalam aspek-aspek dibawah ini.
2.5.1
Religi
Warga masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan seluruhnya beragama Hindu. Kearifan lokal yang tertuang dalam upacara
tradisi Med-medan pada hakikatnya merupakan salah satu perwujudan aktivitas
keagamaan dan emosi keagamaan yang dibangkitkan dengan adanya sesuhunan Ida Bhatara Petapakan yaitu Ida Ratu Ayu Mas Calonarang dan Ratu Gede Bangkal Putih di Pura
Parerepan Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pura Parerepan tersebut diyakini
merupakan bangunan suci yang sakral bagi pemeluk Hindu di Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan.
Makna spiritual berkenaan dengan
kepercayaan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, mustahil
dilihat dengan kasat mata, tetapi hanya dapat dirasakan kehadiran-Nya.
Kepercayaan terhadap adanya Tuhan sebagai Dzat yang jauh-jauh tinggi derajatnya daripada manusia
sejak manusia itu ada. Manusia juga menyadari dirinya ketika berhadapan dengan
fenomena alam sekitar. Dengan demikian manusia berasumsi dalam pikirannya
tentang adanya “makhluk” yang luar biasa berkuasanya dalam kehidupan di bumi
ini.
Dalam tataran lain upacara tradisi
Med-medan juga merupakan salah satu wadah pendorong semangat masyarakat warga
Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dalam menghadapi, berat ringan atau suka duka
kehidupan di dunia ini. Dengan menyelenggarakan upacara tradisi Med-medan,
masyarakat memiliki pengharapan akan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan
datang.
2.5.2
Solidaritas
Sebagai
mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Karenanya
sikap tolong menolong mutlak diperlukan.
Untuk hal seperti ini istilah yang tepat untuk peristiwa ini yaitu solidaritas
sosial. Konsep ini memberi landasan kokoh bagi rasa keamanan hidup kepadanya.
Konsep solidaritas juga memberikan kewajiban-kewajiban kepadanya, seperti terus
menerus berusaha memupuk hubungan baik
antara sesama,suka memberi kepada sesama yang memerlukan sesuatu, dan selalu
terbuka jika membagi keuntungan rejeki.
Dalam
aktivitas upacara melaksanakan tradisi Med-medan, keempat pengertian di atas
sangat berkaitan erat dengan konsep kearifan lokal dalam aspek solidaritas
sosial. Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan adalah masyarakat
gotong royong yang menjujung tinggi aspek kebersamaan dalam suka duka yang
sangat intens. Hampir semua tugas kemasyarakatan diselesaikan secara
bersama-sama, baik aktivitas sosial,ekonomi maupun keagamaan.
Upacara
tradisi Med-medan merupakan wujud keinginan masyawarga Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan akan suatu kehidupan bersama. Hal itu tercemin dari ritual upacara yang
tidak menonjolkan adanya perbedaan apapun di antara peserta.
2.5.3
Budaya
Makna budaya bermatra budaya lokal Bali.
Berbicara tentang budaya Bali asosiasi masyarakat Bali adalah filsafah Tri Hita Karana yang bernafaskanagama
Hindu sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Bali dan sekaligus
menjiwai kebudayaan Bali. di Bali, entitas budata hampir selalu berhubungan
dengan agama, sehingga makna budaya di sini tumpang tindih dengan makna agama.
Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan
Sesetan telah memahami, menghayati, dan menjalankan budaya leluhur, yaitu peka
terhadap saudara atau tetangganya yang tersirat dalam istilah sagilik saguluk sabayantaka.
2.5.4
Kesejahteraan
Pemahaman
“makna kesejahteraan” hampir sama artinya dengan pemahaman “sejahtera”
artinya aman sentosa dan makmur,
selamat/terlepas dari segala macam gangguan. Secara keseluruhan masyarakat
warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan itu taraf hidupnya rata-rata cukup berada
dan sejahtera. Rata-rata warga masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan yakin
bahwa pelaksanaan tradisi Med-medan perlu terus diadakan, malah dilestarikan
serta diefektifkan karena dianggap sebagai pelindung, sebagai pemberi
kesejahteraan kepada umat setempat.
Sekian ya ... semoga bermanfaat kita dapat mengetahui tradisi Bali..
Belum ada tanggapan untuk "Contoh Makalah Tradisi Med-Medan Sesetan Denpasar"
Post a Comment