Contoh Makalah Tradisi Med-Medan Sesetan Denpasar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1                         Latar Belakang
Kebudayaan Bali adalah sarana untuk menerapkan dan mewujudkan ajaran Agama Hindu di Bali. Agama Hindu di Bali adalah nafas kebudayaan Bali. Inti ajarannya adalah Sanatana Dharma, yaitu  Satyam, Siwam, dan Sundaram, artinya Bali dibangun dengan cara menegakkan kebenaran dan kesucian yang dimiliki oleh budaya masyarakat, landasannya adalah keharmonisan dan keindahan serta dengan falsafah hidup yang berkesinambungan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari : berbakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, bersahabat terhadap sesama dan mencintai alam lingkungan berdasarkan yajna  yaitu berkorban secara tulus ikhlas. Praktik seperti inilah yang sudah, sedang dan seharusnya dilaksanakan secara berkelanjutan pada hari-hari yang akan datang untuk mengajegkan Bali. Agama dan budaya Hindu di Bali tidak bisa dipisahkan didalam pelaksanaannya. Karena pelaksanaan agama Hindu tercermin didalam budaya sehingga susah dibedakan antara agama dan budaya secara terinci.
 Budaya yang kaitannya sangat erat dengan agama di daerah Bali sangat beraneka ragam yang dilaksanakan secara turun-temurun antara lain seperti : Tradisi Mageret Pandan yang dilakukan oleh masyarakat di Tenganan, Kabupaten Karangasem ; Tradisi Makepung di Kabupaten Jembrana ; Tradisi Med-medan di Sesetan, Denpasar ; dll.
   Dari sekian banyak tradisi yang ada di Bali, kami sangat tertarik dengan tradisi Med-medan  yang dilakukan oleh masyarakat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar. Med-medan adalah suatu mitologi yang diterima sebagai warisan masyarakat Banjar Kaja, Sesetan, secara turun-temurun dari generasi tua sampai generasi saat ini. Tradisi ini berlangsung berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin sudah ratusan tahun.
1.2            Rumusan Masalah
a.       Bagaimana keadaan geografis dan keadaan penduduk Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
b.      Bagaimana sejarah Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
c.       Bagaimana urutan Pelaksanaan Tradisi Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar dari awal hingga akhir
d.      Mengapa Med-Medan dilaksanakan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
e.       Apa makna dari pelaksanaan Tradisi Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
1.3           Tujuan Penulisan
a.       Agar mengetahui keadaan geografis dan keadaan penduduk Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
b.      Kita sebagai warga Bali pada umumnya dan sebagai pelajar khususnya agar mengetahui sejarah Med-Medan yang terdapat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.
c.       Agar mengetahui urutan pelaksanaan Tradisi Med-Medan ini dari awal upacara hingga akhir.
d.      Agar mengetahui mengapa Tradisi Med-Medan dilaksanakan.
e.       Agar kita mengetahui makna dari pelaksanaan Tradisi Med-Medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Denpasar.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1                 BANJAR KAJA KELURAHAN SESETAN

2.1.1          Keadaan Geografis
 Jarak dari Banjar Kaja ke pusat pemerintahan Kelurahan Sesetan adalah 2,5 km, ke pusat pemerintahan Kecamatan Denpasar Selatan 2,6 km dan ke pusat pemerintahan Kota Denpasar 3,0 km yang dihubungkan dengan jalan aspal berhotmik. Sarana jalan yang mengelilingi wilayah Banjar Kaja sangat lancar dan terbuka untuk berhubungan ke berbagai tempat, seperti ke Denpasar, Sanur, Benoa, Kuta, dan Nusa Dua.
Gambaran wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan merupakan wilayah yang berbentuk bujur sangkar dan di tengah-tengahnya dibedah jalan raya provinsi yaitu jalan Denpasar-Benoa. Sejak terbentuknya Kota Administratif Denpasar (1981), jalan raya yang membelah wilayah ini arah utara-selatan dinamakan Jalan Raya Sesetan, sehingga wilayah teritorial untuk kegiatan sosial kemasyarakatan dan perumahan terletak sebagian di sebelah barat jalan dan sebagiannya lagi berada di sebelah timur jalan raya.
2.1.2          Keadaan Penduduk
Wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan pada saat ini dihuni oleh masyarakat asli dan pendatang. Jumlah penduduk asli yang berada di Banjar Kaja, Sesetan adalah 485 KK atau 2.105 orang. Jumlah penduduk pendatang di Bamjar Kaja, Sesetan adalah 100 KK atau 719 orang. Jumlah penduduk wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan secara keseluruhan ialah 2.105 orang orang ditambah 719 orang sebanyak 2.824 orang.

2.2                    Sejarah Med-Medan
Menurut Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia, kata dasar maomed-omedan adalah omed. Kata omed diulang menjadi omed-omedan mendapat konfiks ma- -an, sehingga kata itu menjadi maomed-omedan yang artinya bertarik-tarikan (dalam kegiatan ini tanpa alat apapun alias tangan kosong. Tradisi ini telah belangsung secara tradisional selama ratusan tahun dan tidak diketahui kapan dimulainya.
Sebelum tahun 1980-an kegiatan ini dilakukan secara spontanitas, tanpa pedoman yang jelas, hanya melanjutkan tradisi generasi tua. Biaya operasional kegiatan ini hanya didapat dari para warga banjar yang memberikannya secara suka rela dan ikhlas. Setelah tahun 1980-an yaitu sejak Parisada Hindu Dharma Indonesia (Pusat) mengatur, menata, dan membina umat secara lebih profesional, kegiatan tradisi Med-medan ini juga ditata dan dilaksanakan secara lebih terorganisasi. Sebelum tahun 1980-an pelaksanaannya tepat pada Hari Nyepi sore hari, tetapi sejak tahun 1980-an kegiatan ini dilakukan pada Hari Ngembak Geni pada sore harinya.

2.3                    Urutan Pelaksanaan Tradisi Med-Medan
Sejak tahun 1980-an, karena adanya pengaturan, penataan dan pembinaan tentang hari-hari Raya Agama Hindu oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, khususnya mengenai Hari Raya Nyepi dan Hari Raya Ngembak Geni, sesuai isi Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV, maka di Bali terjadi juga pembenahan-pembenahan dalam pelaksanaan hari-hari penting keagamaan. Khusunya di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dilaksanakan pembenahan-pembenahan yang sesuai dengan petunjuk Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat.
Pada penanggal kaping siki sasih kedasa atau Tahun Baru Saka dilaksanakan Nyepi, masyarakat melakukan catur brata penyepian. Sedangkan keesokan harinya dinamakan Hari Raya Ngembak Geni. Masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan juga menamakan hari itu dengan dina na-Med-medan. Urutan acara Med-medan sebagai berikut.
2.3.1        Acara Pembukaan
Acara dibuka dengan uraian singkat oleh Prajuru Banjar. Prajuru Banjar ialah orang-orang yang berstatus sebagai Pengurus Banjar yang terdiri atas Kelihan Banjar, Kelihan Dinas, dan Kepala Sekaa Teruna-Teruni (Ketua STT). Biasanya hanya Kelihan Banjar yang memberi arahan dan petunjuk singkat kepada warga masyarakat yang hadir, khususnya anggota STT. Kelihan Banjar memberikan arahan kepada anggota STT yang akan melaksanakan Med-medan agar bermain secara baik, sopan, dan beretika serta jangan beraksi yang tak senonoh. Inilah tugas dan peran seorang Kelihan Banjar sebagai upaya mengarahkan dan memberi bimbingan dalam rangka melestarikan tradisi. Dengan mendengar arahan yang diberikan maka anggota STT akan mengikuti arahan yang diberikan, sehingga acara yang dilaksanakan berjalan dengan lancar.

2.3.2          Persembahyangan Bersama
Acara persembahyangan dipimpin oleh Jero Pemangku Pura Banjar. Pertama-tama Jero Pemangku menghaturkan banten atau persembahan sesajen yang bernama Banten Pejati. Kemudian setelah Jero Pemangku menghantarkan persembahan sesuai tradisi yang berlaku, kepada para anggota STT diarahkan untuk mempersiapkan diri masing-masing dengan segala sarana yang diperlukan untuk melaksanakan persembahyangan. Mulailah persembahyangan tersebut dengan urutan sebagai berikut. (a) Melaksanakan sembah puyung (dengan tangan kosong), (b) persembahyangan dengan bunga, ditujukan kepada Ida Bhatara Surya, (c) persembahyangan dengan kewangen ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi, (d) persembahyangan dengan bunga, untuk memohon anugerah-Nya, dan (e) muspa puyung (tangan kosong) menghaturkan syukur dan terima kasih kehadapan-Nya. Setelah selesai muspa, Jero Pemangku memercikkan tirtha amerta, ini sebagai simbol anugerah Hyang Widhi kepada umatnya disertai dengan pemberian beberapa butir bija (butir-butir beras yang dibasahkan di pura). Acara persembahyangan ini dilaksanakan agar umat-umat yang akan melaksanakan tradisi Med-medan ini diberikan kelancaran dan keselamatan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

2.3.3 Dharma Santi / Mesima krama
Tahap ini di pimpin oleh  Prajuru Banjar, dalam hal ini oleh Kelihan Banjar, Kelihan Dinas, Ketua STT, bersama Bendesa dan Lurah Sesetan. Salah seorang atau dua orang dari pejabat  memberi saran, nasihat, dan korreksi terhadap anggota krama banjar umumnya dan khususnya anggota STT tentang tingkah laku  keagamaan masyarakat sehari-hari.
Berkaitan dengan pelaksanaan Dharma santi yang di Bali lumrah disebut Masima krama, erat kaitannya dengan azas dan asal mula religi. Hal ini mengajarkan  kepada masyarakat, bahwa gejala religi itu sangat kompleks.
Semua komponen religi itu dalam fungsinya erat hubungannya satu dengan yang lain. Sistem keyakinan menentukan acara ritus  dan upacara, tetapi sebaliknya dapat pula ritus dan upacara itu melahirkan dan mengembangkan suatu keyakinan atau konsep religi. Kesemua komponen religi akan bersifat keramat jika telah dihinggapi oleh emosi keagamaan.
Hal di atas sesuai dengan pemahaman masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan bahwa acara ritus dan upacara itulah sebagai konsep keyakinan atau religi yang dianut oleh masyarakat dalam melaksanakan Dharma Santi atau masima krama tersebut.
Pada saat Dharma santi atau masima krama prajuru mengadakan  uraian tentang rangkaian Melis, Nyejer, macaru atau tawur, ngerupuk atau  mabuu-buu, nyepi dan ngembak geni. Setelah itu dilanjutkan dengan berdialog dengan para hadirin di ruang  masima  krama atau dharma santi. Setelah acara dialog permintaan  maaf antar sesama peserta dharma santi.
Acara diakhiri dan diisi dengan acara sela yaitu tetabuhan gong beleganjur yang dilakukan oleh Sekaa Gong Remaja Banjar yang penabuhnya berjumlah 35-40 orang. Tabuh pertama yang diperdengarkan bernama tabuh gegilak, yang kedua tabuh telu dilanjutkan tabuh tari pendet panyembrama dilakoni oleh sekelompok penari tri cilik dan d akhiri oleh dua orang penari baris remaja putra. Biasanya acara dharma santi ini dipergunakan sebagai kesempatan uji coba praktek pertama setela berlatih megambel selama setahun oleh Sekaa Gong Remaja Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
Acara sela ini dimanfaatkan oleh para sekaa gong remaja di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan untuik mendemostrasikan keboleannya tampil dihadapan publik dalam pelestarian budaya, khususnya dalam karawitan bali.
Acara sela ini sebenarnya sebagai jeda dari pelaksanaan inti agama kerealitas pelaksanaan tradisis Med-Medan. Med-Medan ini diyakini oleh masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan kepada umat setempat.
2.3.4 Puncak Pelaksanaan
Kelihan Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan mulai membariskan para peserta Med-Medan. Disatu sisi berdiri kelompok  remaja laki-laki dan sisi lain (berhadapan) berdiri kelompok remaja putri. Nasiat dan ucapan selamat bermain dititipkan kepada para remaja dan diharapkan pelaksanaan tradisi berlangsung aman, lancar, serta sukses.
Anak-anak remaja pada tiap-tiap kali pelaksanaan tradisi berlangsung yang diarapkan dan diwajibkan hadir ialah mereka yang terdaftar sebagai anggota STT. Usia mereka pada umumnya rata-rata antara umur 16-21 tahun (tamat SMP – program D3). Tiap kelompok ditentukan jumlah anggotanya, kelompok pria hendaknya berjumlah 40 orang, wanitany 60 orang, agar kekuatan kedua kelompok menjadi seimbang. Tiap kelompok ada kepala kelompoknya yaitu remaja yang ditempatkan pada posisi paling depan, sedangkan anggotanya ada dibelakangnya. Tiap anggota yang ada dibelakangnya, semua memeluk pinggang teman didepannya. Jadi dengan begitu ada kepala kelompok untuk putri pada satu sisi dan ada kepala kelompok putranya pada sisi lawannya.
Jika ada tanda permainan akan dimulai, kepala kelompok putri dipegang kedua tangannya oleh kepala kelompok putra. Pada saat mejadeng (bersiap-siap) seperti ini, kelompok pecalang yang telah membagi diri menjadi 3 sub kelompok yaitu (1) sebagai petugas khusus, yang memberi tanda mulai dasn berhentinya permainan, (2) sebagai petugas ketertiban yaitu mencega pemain yang tidak disiplin dan penonton nakal dan (3) penyiram pemain untuk menghentikan tipa fase. Berikutnya dibunyikan tanda “mulai”.
Tiap kepala kelompok menarik tangan lawannya ke arahnya masing-masing yang dibantu oleh kelompoknya juga memegang pinggangnya dari arah belakang dan terus menerus menariknya ke arah belakang. Pada saat seorang kepala kelompok telah menginjak garis tertentu, maka kelompoknya dinyatakan kalah. Kelompok yang dinyatakan kalah harus menyerahkan kepala kelompoknya itu kepada kelompok yang menang. Yang diserahkan ini dinamakan sebagai pecundang.
Pada fase permainan kedua, pacundang fase satu dijadikan jarahan kelompok yang menang pada fase pertama dan ditempatkan pada posisi satu atau kepala kelompok pada bekas lawannya pada fase satu. Pada fase kedua ini, jika ia menang berhadapan dengan bekas kawannanya pada fase satu, maka pacundang ini tambahan pacundang lagi dari bekas kawannya lagi, dan seterusnya.
Pertukaran tempat kelompok dilakukan setiap terjadi putaran fase, yaitu pada fase kedua, keempat, keenam dan seterusnya. Setiap penghentian fase dengan kalahnya suatu kelompok dan diikuti pula dengan menyiramkan air kepada semua peserta agar peserta benar-benar berhenti menarik lawannya. Siraman air itu tujuannya untuk menghentikan setiap fase, dan juga untuk menyejukkan suhu badan peserta karena teriknya sinar matahari dan terakir menghindarkan panas telapak kaki peserta akibat dari panasnya jalan aspal.
Selain sebagai pemenang aba-aba mulainya permainan pecalang yang lain bertugas memisahkan permainan yang sedang bergulat berhadapan dengan lawannya untuk menghentikan suatu fase.
Sesuai kesepakatan panitia dengan peserta, Med-Medan akan dihentikan oleh petugas jika (1) peserta sudah keliatahan leti atau lesu, (2) posisi matahari telah menunjukkan waktu sekitar pukul 17.00 WITA (perhitungan final kala/ menang tidak dijumlah dan tidak di umumkan.
2.3.5 Penyelesaian Med-Medan
Sebagai tanda istirahat petugas khusus memberikan kode berhenti dan semua peserta Med-Medan saling bersalaman antar sesamanya dan juga menyalami penonton yang masih berada di area permainan, karena kebanyakan dari mereka tetap berharap Med-Medan agar terus berlangsung. Seluruh anggota STT yang hadir di area Med-Medan langsung menuju tempat masima krama tadi dan duduk santai di aula balai banjar.
Disanalah semua warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dan seluruh pejabat yang hadir (tingkat banjar dan desa) berkumpul untuk beristirahat, sambil menikmati suguhan kecil yang disediakan panitia. Sambil makan warga mendengarkan uraian Kelian Bnajar dan Bendesa tentang koreksi, peringatan-peringatan, serta dorongan-dorongan yang diberikan untuk menghadapi acara masima krama dan Med-Medan tahun depan agar lebih baik.
2.3.6 Penutup
Kelihan Banjar menutup acara masima krama dan Med-Medan disertai ucapan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang berpartisipasi menyukseskan tradisi ini. Warga masyarakat umum dibubarkan dan para Prajuru Banjar memohon maaf jika ada hal-hal yang tidak memuaskan yang di alami oleh khalayak. Terakhir, semua anggota STT diharapkan tetap tinggal sekejap di Banjar akan di ajak membersikan sampah bersama- sama di Balai Banjar.
Berakhirnya acara, selesailah rangkaian  melis sampai masima krama dan Med-Medan taun ini, semoga umat semua menikmati hidup sejatera lahir dan bathin pada Tuhan Saka yang berlangsung dan seterusnya.

2.4 Mengapa Tradisi Med-medan Dilaksanakan
Mengapa tradisi Med-Medan dilaksanakan karena melalui Med-Medan diharapkan anak-anak muda peserta dapat melaksanakan dua aktivitas, sesuai pepatah : sambil menyelam minum air. Di satu sisi mereka bergerak-gerak sehingga sekujur tubunya berkeringat. Dalam beraktivitas itu rohaninya juga aktif, untuk menaati nasihat prajuru banjar, sehingga dengan demikian kegiatan ma-Med-medan berfiungsi untuk meningkatkan derajat kesehatan jasmani dan rohani warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
Melalui kegiatan ma-Med-medan yang diadakan setiap tahun yang mendemontrasikan tradisi yang langka dan unik itu, diharapkan tradisi ini makin dikenal orang dan dengan demikian sekaligus akan berdampak positif terhadap Desa Seseta (akan makin lebih populer nama Desa Sesetan di mata masyarakat umum), yang disebabkan karena adanya tradisi Med-Medan.
Upacara dan acara tradisi Med-Medan merupakan wadah kesepakatan untuk mewujudkan kearifan lokal masyarakat religius di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan berfungsi besar bagi kelangsungan hidup waga mereka. Fungsi-fungsi tersebut ialah seperti berikut :
2.4.1 Penghormatan terhadap leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa
salah satu fungsi upacara itu yang menunjukkan kearifan dalam perilaku masyarakat adalah untuk kepuasan psikologis. Melalui penyelenggaraan upacara pelaksanaan tradisi Med-medan menghendaki terwujudnya masyarakat warga Banjar Kaja, Keluraan Sesetan agarselalu ingat terhadap leluhur yaitu beliau-baliau sebagai perintis dan cikal bakal pembawa budaya/ tradisi dan yang selalu bertaqwa kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta. Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan sangat sadar bahwa apa yang mereka mohonkan kehadapan Yang Maha Esa sangat dibantu oleh para leluur masyarakat.
Logislah tempat penyelenggara tradisi Med-medan dipusatkan di Jaba Pura Parerepan Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, karena diyakini oleh masyarakatnya bahwa kekuatan gaib Ida Bhatara berstana di Pura Parerepan itu sebagai tempat yang suci sampai saat ini. Secara psikologis para peserta upacara lebih percaya diri, merasa aman, dan optimis akan keselamatan dan kesejahteraan yang akan diterimanya. Karena itu pelaksanaan upacara dilaksanakan secara rutin dengan rasa ketulusiklasan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upacara tradisi Med-medan sebagai wadah kearifan lokal merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan sebagai salah satu bentuk perlindungan manusia untuk menghadapi hal-hal yang penuh ketidakpastian di dunia ini. Jadinya, upacara ini berfungsi sebagai upaya pelestarian nilai budaya berwujudkan rasa hormat kepada leluhur dan rasa bakti terhadap Ida Sang Hyang Widi.
Dengan menyelenggarakan upacara tradisi Med-medan, masyarakat warga Banjar Kaja, Keluraan Sesetan dapat bekerja lebi tenang dalam menghadapi masa depannya, karena secara penuh sudah dapat mewujudkan kearifan lokal yaitu dengan menghormati leluur cikal bakal pembawa kebudayaan dan berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Secara logis dan psikologis, pikiran yang tenang dapat menjadikan manusia bekerja dengan konsentrasi yang tinggi, hasilnya akan menjadi lebih baik.
2.4.2 Menyama Braya
Selain fungsi pengormatan terhadap leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa, kearifan lokal yang terdapat dalam upacara tradisi Med-medan juga berfungsi sosial yaitu untuk memupuk rasa kesetiakawanan atau menyama braya di antara masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan juga memiliki konsepsi dan slogan : saling asih, saling asah, dan saling asuh.
Prinsip di atas ini selalu mengutamakan hidup yang selaras, serasi, armonis dan berkeseimbangan dalam hubungannya dengan orang lain. Prinsip ini dapat dicapai jika simbolisasi masyrakat setempat terhadap suatu kondisi yang sama di antara para peserta upacardi aplikasikan dengan dasar saling asi. Di sana tidak ada lagi seorang camat, guru, tentara ataupun petani, tetapi yang ada ialah seorang manusia yang derajatnya sama di depan Tuhan Yang Maha Esa, pencipta manusia dan penghidupannya. Doa khusuk yang dipanjatkannya ialah doa seorang anak manusia yang memasrahkan diri dan kehidupannya kepada Tuhan dan memohon kepadanya-Nya sesuatu yang baik terjadi pada mereka di wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan khususnya mengenai kesejahteraan masyarakatnya.

2.4.3 Keharmonisan
Guna menjaga keseimbangan dan keutuhan masyarakat di wilayah Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan memerlukan adanya pengendalian sosial yang di anggap dapat berperan positif dalam mengurangi ataupun menyelesaikan terjadinya konflik. Menurut teori pengendalian sosial atau Social Control (Soekanto, 2003: 2005) ialah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk mencegah, membingbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Berdasarkan pada pandangan tersebut, pengendalian dapat dilakukan baik dari atas (penguasa,pemerintah) maupun dari masyarakat  terhadapat pemerintah dan secara horizontal yang berlangsung atas masyarakat sendiri. Tujuannya adalah menjaga agar anggota masyarakat senantiasa dapat menyesuaikan dirinya pada norma-norma yang berlaku.
2.4.4 Solidaritas dan Persatuan Masyarakat
Kebudayaan Bali sebagai penggerak masyarakat, khususnya di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sebagai hasil interprestasi manusia pendukungnya dalam menjawab persoalan-persoalan kehidupan yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, tata hubungan manusia dengan lingkungannya.
Manusia Bali meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dia yang menciptakan alam semesta dan seisinya, baik yang terindra maupun yang tidak terindra. Semuanya ini di lengkapi pula dengan kerangka eksistensi saling ketergantungan antara berbagai jenis, corak, ukuran, tingkat, bentuk, sifat, dan watak ciptaanya itu, sehingga keseluruhan eksistensi di alam semesta ini berbentuk sebuah dinamika relasi yang saling membutuhkan, yang merupakan energi penggerak bagi terjadinya interaksi saling memberi. Oleh karena itu, Tuhanlah pusat segala sesuatu yang ada. Kesadaran inilah yang menjadi dasar filosofis kebudayaan Bali yang honolistik dan integralistik.
Kearifan lokal masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahhan Sesetan dari segi perspektif sosial, terumatama dalam rangka memupuk dan melestarikan solidaritas dan partisipasi kemasyarakatan, telah memasyarakat dengan konsep saling asah, saling asih dan saling asuh sebagai konsep dasar yang selama ini diyakini dapat memelihara kebersamaan dan kekeluargaan antar warga setempat.
Konsep saling asih, saling asah dan saling asuh mengajarkan untuk memahami dan menghayati serta melaksanakan prinsip berperilaku untuk mencintai,mengajari, dan mengasuh atau mengawasi saudara dan atau tetangga dekat. Konsep ini juga berarti saling memberi dan saling meminta, baik dalam keadaan suka maupun duka (bergotong royong dalam hidup bermasyarakat). Semuanya ini pada hakikatnya untuk menjaga solidaritas demi keutuhan persaudaraan masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Dengan demikian penyelenggaraan upacara tradisi Med-medan sebagai wadah kearifan lokal berarti ikut memupuk dan melestarikan solidaritas dan persatuan masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
2.4.5 Hiburan
Upacara tradisi Med-medan di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dilaksanakan setahun sekali yang biasanya dilakukan pada penanggal kalih, Sasih Kedasa (atau tanggal dua bulan kesepuluh sesuai kalender Bali) atau hari ngembak geni yaitu sehari setelah melaksanakan upawasa (berpuasa) : tiada menyalakan api, tidak bekerja, tidak mengadakan keramaian/hiburan, dan tetap tinggal di ruma atau tidak berpergian ke luar rumah. Upacara dan tradisi ini telah berlangsung sejak pemerintahan penjajahan Hindia Belanda secara turun- temurun sampai saat ini, sehingga masyarakat yang berdomisili di daerah tetangga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan seperti masyarakat dari desa Panjer, Sidakarya, Pedungan, Denpasar, dan lain-lainnya sudah mengetahui akan ada keramaian di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Mereka biasanya sudah banyak yang datang menjelang tengah hari itu.
Para penontonyang datang ke acara tradisi Med-medan menikmati berbagai hal yang menarik dan menyenangkan mereka. Disamping dapat bertemu dengan kerabat lamanya, juga dapat berkenalan dengan kaum remaja putra/putri tampan yang baru di tempat ini. Hal itu bagi para tamu yang datang untuk menonton merupakan sesuatu yang membahagiakan serta memendam rasa rindunya untuk datang lagi tahun depan dalam acara serupa.
2.4.6 Fungsi Ekonomis
Secara sosio-ekonomis, upacara pelaksanaan tradisi Med-medan merupakan salah satu “institusi” nonformal yang dapat menggerakkan masyarakat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Para tamu yang datang merupakan potensi ekonomi yang dapat peroleh masyarakat setempat sebagai hasil dari penyelenggaraan upacara pelaksanaan tradisi Med-medan. Tamu-tamu tersebut baik tamu asing maupun domistik tentu membelanjakan uangnya di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, seperti membeli makanan, minuman, kipas asli cendana atau eben, dan barang-barang yang beraneka macam yang terpajang di toko-toko di pinggir jalan di sekitar lokasi itu.
Dengan demikian upacara tradisi Med-medan tersebut dapat berfungsi penghormatan leluur dan Ida Sang Hyang Widhi, manyama braya, keharmonisan, iburan, dan ekonomis bagi kehidupan masyarakat di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Hal itu akan semakin berpeluang jika upacara tradisi Med-medan itu dapat dikemas sedemikian rupa dan ideal sehingga lebih menarik para wisatawan untuk datang ke lokasi tersebut setiap saatnya.


        2.5 Makna Med-medan
          Warga suatu masyarakat pada umumnya selalu memberi makna kepada segala sesuatu yang ada di alam lingkungannya. Kecenderungan memberi makna itu merupakan aktivitas kolektif oleh sekelompok masyarakat sesuai hal-hal yang dihadapinya.
            Nilai budaya bersofat abstrak, berada di dalam pikiran tiap-tipa orang, dan berada dalam alam warga masyarakat di tempat kebudayaan tersebut hidup. Nilai budaya ini dinamakan sebagai adat  tata kelakuan yang fungsinya mengatur, mengendalikan, dan mengarahkan kelaku n manusia dalam masyarakat, menentukan tindakan dan memilih alternatif-alternatif yang ada.
            Pada masyarakat tradisional, makna itu diberikan pada manusia kepada tradisi itu sendiri, seperti pada masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pada masyarakat yang modern, makna-makna itu dipilih ole warga atau kelompoknya. Dengan kata lain, pada masyarakat tradisional makna disajikan oleh seusatu yang dianggap pasti dan biasanya dianggap sebagai fakta keramat, sedangkan dalam masyarakat modern, sejumlah makna penting yang semakin besar spektrumnya dapat ditawarkan kepada manusia.
            Untuk menangkap makna kebudayaan perlu diketahui terlebih dahulu cara menafsir simbol-simbol yang setiap saat dan tempat dipergunakan orang dalam kehidupan umum disebuah masyarakat, sesungguhnya menunjukkan bagaimana para warga masyarakat tersebut berpikir, merasa, melihat, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang ada. Upacara tradisi Med-medan adalah aktivitas spiritual masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan yang penuh dengan simbol-simbol kearifan lokal yang bermakna harus di tafsirkan. Makna budaya yang terkandung dalam kearifan lokal itu memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah mereka serap dari generasi tua dan lingkungan mereka.
            Implikasi makna dari pesan-pesan kearifan lokal pembahasannya di fokuskan dalam aspek-aspek dibawah ini.
2.5.1        Religi
Warga masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan seluruhnya beragama Hindu. Kearifan lokal yang tertuang dalam upacara tradisi Med-medan pada hakikatnya merupakan salah satu perwujudan aktivitas keagamaan dan emosi keagamaan yang dibangkitkan dengan adanya sesuhunan Ida Bhatara Petapakan yaitu Ida Ratu Ayu Mas Calonarang dan Ratu Gede Bangkal Putih di Pura Parerepan Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pura Parerepan tersebut diyakini merupakan bangunan suci yang sakral bagi pemeluk Hindu di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
Makna spiritual berkenaan dengan kepercayaan adanya  Ida Sang Hyang Widhi Wasa, mustahil dilihat dengan kasat mata, tetapi hanya dapat dirasakan kehadiran-Nya. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan sebagai Dzat yang  jauh-jauh tinggi derajatnya daripada manusia sejak manusia itu ada. Manusia juga menyadari dirinya ketika berhadapan dengan fenomena alam sekitar. Dengan demikian manusia berasumsi dalam pikirannya tentang adanya “makhluk” yang luar biasa berkuasanya dalam kehidupan di bumi ini.
Dalam tataran lain upacara tradisi Med-medan juga merupakan salah satu wadah pendorong semangat masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan dalam menghadapi, berat ringan atau suka duka kehidupan di dunia ini. Dengan menyelenggarakan upacara tradisi Med-medan, masyarakat memiliki pengharapan akan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2.5.2        Solidaritas
Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Karenanya sikap tolong menolong mutlak  diperlukan. Untuk hal seperti ini istilah yang tepat untuk peristiwa ini yaitu solidaritas sosial. Konsep ini memberi landasan kokoh bagi rasa keamanan hidup kepadanya. Konsep solidaritas juga memberikan kewajiban-kewajiban kepadanya, seperti terus menerus berusaha memupuk hubungan  baik antara sesama,suka memberi kepada sesama yang memerlukan sesuatu, dan selalu terbuka jika membagi keuntungan rejeki.
Dalam aktivitas upacara melaksanakan tradisi Med-medan, keempat pengertian di atas sangat berkaitan erat dengan konsep kearifan lokal dalam aspek solidaritas sosial. Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan adalah masyarakat gotong royong yang menjujung tinggi aspek kebersamaan dalam suka duka yang sangat intens. Hampir semua tugas kemasyarakatan diselesaikan secara bersama-sama, baik aktivitas sosial,ekonomi maupun keagamaan.
Upacara tradisi Med-medan merupakan wujud keinginan masyawarga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan akan suatu kehidupan bersama. Hal itu tercemin dari ritual upacara yang tidak menonjolkan adanya perbedaan apapun di antara peserta.

2.5.3        Budaya
Makna budaya bermatra budaya lokal Bali. Berbicara tentang budaya Bali asosiasi masyarakat Bali adalah filsafah Tri Hita Karana yang bernafaskanagama Hindu sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Bali dan sekaligus menjiwai kebudayaan Bali. di Bali, entitas budata hampir selalu berhubungan dengan agama, sehingga makna budaya di sini tumpang tindih dengan makna agama.
Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan telah memahami, menghayati, dan menjalankan budaya leluhur, yaitu peka terhadap saudara atau tetangganya yang tersirat dalam istilah sagilik saguluk sabayantaka.

2.5.4        Kesejahteraan
             Pemahaman “makna kesejahteraan” hampir sama artinya dengan pemahaman “sejahtera” artinya  aman sentosa dan makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan. Secara keseluruhan masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan itu taraf hidupnya rata-rata cukup berada dan sejahtera. Rata-rata warga masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan yakin bahwa pelaksanaan tradisi Med-medan perlu terus diadakan, malah dilestarikan serta diefektifkan karena dianggap sebagai pelindung, sebagai pemberi kesejahteraan kepada umat setempat.

Sekian ya ... semoga bermanfaat kita dapat mengetahui tradisi Bali..


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Contoh Makalah Tradisi Med-Medan Sesetan Denpasar"

Postingan Populer