SEJARAH
TARI TELEK
Tari Telek yang merupakan salah satu
jenis tari tradisional, dimana asal
usulnya tidak diketahui secara pasti, hal ini disebabkan oleh kurangnya data
yang mengungkapkan asal mula tarian ini. Namun saat ini baru Tari Telek Anak
Anak di Desa Jumpai yang di ketahui sejalah terciptanya tarian. Tetapi
informasi yang didapat didapat masih akan dibandingkan dengan
sumber-sumber literatur yang ada kaitannya dengan Tari Telek di Bali. Yang nama
sejarah dari Tari Telek Anak-Anak di Desa Jumpai itu sendiri adalah di awali
dari penemuan
kayu yang terdampar (kampih) oleh I Sweca alias Nang Turun di pantai dan sudah
berbentuk calonan (sebuah
kayu yang belum berwujud) Rangda. Sambil membawa pahat dan temutik (pisau peraut kayu),
Nang Turun membawa kayu tersebut sambil menggembala sapi. Ketika itu, cuaca
sangat panas dan ia pun berteduh di Pura Dalem Kekeran. Semasih ia sadar, ia
mendengar suara “tempe kai”
(tirulah aku) dan datang suatu bayangan berwujud Rangda. Dengan segera
ia meniru bayangan tersebut, baru selesai wajahnya dan belum bertelinga,
bayangan Rangda itu sudah menghilang, sehingga perwujudan Rangda sampai
sekarang tidak ada telinganya. Oleh karena tapel tersebut dianggap terlalu besar setelah selesai dibuat
oleh Nang Turun dan memiliki kekuatan magis
yang terlalu besar (misalnya saat dipentaskan/mesolah aura magis daritapel tersebut menimbulkan
pagar-pagar rumah masyarakat di sekitar tempat pementasan roboh), atas petunjuk
seorang yang kesurupan dibuatlah tapel yang
baru dengan meminta ijin pada penunggu pohon Pole ke setra Akah dan membawa sesajen. Namun, sebelum itu, pada
suatu masa di Desa Jumpai mengalami wabah penyakit hingga rakyat yang
berjumlah 800 orang tinggal 300 orang. Karena banyak yang mati dan ada pula
yang meninggalkan desa mengungsi ke Badung, Seseh, dan Semawang, banjar menjadi menciut dari
5 banjar menjadi
2 banjar. Saat itu,
masyarakat Desa Jumpai menganggap kejadian tersebut diakibatkan oleh daya magis
yang ditimbulkan oleh Rangda, Barong, dan Telek yang setiap mesolah menggunakan tapel yang dibuat oleh Nang
Turun dari kayu yang ditemukan di tepi pantai. Kemudian, oleh masyarakat Desa
Jumpai tapel-tapel tersebut dihanyut kembali ke pantai.
Akan tetapi, tapel-tapel tersebut
datang kembali diusung oleh mahkluk halus (gamang)
ditempatkan di pinggir pantai lagi. Berselang beberapa hari, tapel-tapel tersebut ditemukan
oleh sekelompok masyarakat Desa Jumpai di pinggir pantai. Selanjutnya, masyarakat
Desa Jumpai meyakini bahwa tapel-tapel tersebut memang untuk Desa
Jumpai dan masyarakat menyimpannya di Pura Dalem Penyimpenan (sampai
sekarang). Oleh karena tapel tersebut
terlalu besar daya magisnya, maka atas kesepakatan tetua-tetua di Desa Jumpai dibuatkanlah tapel baru lagi dengan fungsi yang sama, yaitu menghindari Desa
Jumpai dari wabah penyakit. Adapun yang membuat tapel-tapel tersebut (Barong, Rangda, dan Telek) bernama Kaki
Patik bersama Tjokorda Puri Satria Kanginan. Upacara pamlaspas dipimpin oleh Ida
Pedanda Gde Griya Batu Aji yang berasal dari Puri Satria dan diselenggarakan di
Desa Akah. Pada saat itu pula, selesai dibuat tapel Barong, Rangda, dan Telek secara bersama untuk di
Desa Akah dan untuk di Desa Muncan dengan warna tapel yang berbeda-beda (Desa Akah warna tapelnya
putih, Desa Muncan berwarna hitam, dan Desa Jumpai berwarna Merah), sehingga
kini Bhatara Gde di Desa Akah dan di Desa Jumpai dianggap mesemeton (bersaudara).
Seperti yang telah diuraikan di atas,
maka jelaslah bagaimana proses terjadinya Telek. Akan tetapi, dalam penjelasan
tersebut tidak disebutkan kapan peristiwa itu terjadi. Demikian pula halnya dengan mula pertama timbulnya Tari
Telek Anak-Anak di Desa Jumpai yang sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Informasi yang dapat dikumpulkan selama penelitian, bahwa Tari Telek
Anak-Anak di Desa Jumpai sudah ada begitu saja atau sudah diwarisi secara turun temurun.
Tetapi, informasi yang diinginkan adalah sedapat mungkin diperoleh data
menyangkut perkembangan tarian ini.
Belum ada tanggapan untuk "SEJARAH TARI TELEK"
Post a Comment